Bab 21

1.8K 271 17
                                    


Ali terlihat cemas sekali saat Prilly pingsan dalam dekapannya. Pria itu seperti kesetanan membawa Prilly sambil berlari menuju puskesmas yang letaknya lumayan jauh dari lokasi mereka.

"Pak Ali kita bisa tunggu mobil Pak Sekdes sebentar lagi datang." Pak Burhan terlihat kesulitan mengejar langkah Ali hingga laki-laki tua itu mulai tertinggal jauh.

"Saya tidak bisa menunggu lagi Pak." Jawab Ali setengah berteriak. Pria itu kembali memacu langkahnya menuju puskesmas yang sebenarnya ia tidak tahu dimana letaknya.

Melihat Ali yang berlari kearah yang salah mau tidak mau Pak Burhan harus mengejar Ali lalu menuntun pria itu kearah puskesmas. Nafas Ali mulai terengah, cuaca yang cukup terik membuat pandangannya sedikit buram. Untung saja Ali sangat rutin berolahraga untuk menjaga otot tubuhnya sehingga staminanya begitu kuat.

Tak sampai dua puluh menit Ali sudah tiba di puskesmas. Pak Burhan tidak ikut masuk laki-laki itu sudah terduduk lemah di pintu utama puskesmas.

"Tolong periksa istri saya!" Ali tidak sadar ketika dirinya kembali mengakui Prilly sebagai istrinya. Dokter yang berjaga disana segera menuntun Ali untuk membaringkan Prilly diranjang pasien.

"Bapak bisa tunggu diluar saya akan memeriksa istri Bapak." Kata Dokter itu yang membuat Ali mau tidak mau harus meninggalkan Prilly yang terbaring diatas ranjang.

Ali melihat Prilly dengan tatapan yang sulit diartikan sebelum dirinya benar-benar beranjak dari sana. Ali berjalan menuju Pak Burhan yang sudah menunggu di kursi yang disediakan.

"Bagaimana keadaan Ibu Prilly Pak?" Tanya Pak Burhan yang terlihat sekali khawatir pada keadaan Prilly.

Ali menghela nafasnya. "Lagi diperiksa Pak." Jawabnya singkat. Pikiran Ali kembali terlempar pada kejadian beberapa saat yang lalu itu.

Ia mencium Prilly hanya bermaksud menggoda wanita itu karena sejak pagi Prilly mendiami dirinya. Ali sama sekali tidak tahu jika efek dari perbuatannya akan sefatal ini. Tanpa sadar Ali berdecak beberapa kali. "Bego Li! Bego!" Gumamnya tak terlalu keras namun Pak Burhan masih bisa mendengarnya.

Pak Burhan menatap iba pria disampingnya ini. "Maaf Pak kalau saya lancang. Apa selama ini Ibu Prilly sering mengalami hal seperti ini?" Tanyanya hati-hati.

Ali menggelengkan kepalanya karena tidak tahu sedangkan Pak Burhan menganggap gelengan itu sebagai jawaban. "Berati ini baru pertama kalinya Pak?"

"Sepertinya Pak." Jawab Ali tak yakin. "Saya tidak tahu kalau Prilly akan seperti ini karena tindakan saya." Ali terlihat sangat menyesali perbuatannya tadi.

"Ini bukan salah Pak Ali, lagipula wajar jika suami istri bercanda seperti itu. Mungkin Ibu Prilly hanya shock saja." Pak Burhan berusaha menghibur.

Ali mengangguk lemah, ia juga berharap seperti itu namun sayangnya hatinya justru menyatakan hal sebaliknya, Ali yakin Prilly pasti pernah mengalami hal buruk mungkin dimasa lalunya dan Ali bertekad akan mencari tahu penyebab Prilly seperti ini.

Gadis itu tidak boleh kenapa-napa! Prilly harus tetap sehat. Jangan tanya kenapa Ali seperti ini, untuk saat ini cukup diam dan kita lihat apa yang akan Ali lakukan untuk mencari tahu masa lalu Prilly.

"Pras. Prilly menyebut nama Pras tadi. Tapi siapa Pras?" Gumam Ali pada dirinya sendiri.

*****

Menjelang sore Prilly baru membuka matanya. Gadis itu pingsan lumayan lama dan hal itu berhasil membuat Ali nyaris gila. Ali tidak tahu ada apa dengan dirinya tapi ia benar-benar tidak suka melihat gadis itu terpejam dengan wajah pucatnya.

Dokter yang memeriksa Prilly sudah memastikan jika wanita itu baik-baik saja namun Ali tetap saja tidak bisa tenang sampai akhirnya Prilly membuka matanya barulah pria itu bisa bernafas lega.

"Are you okay?" Tanya Ali berusaha acuh namun tatapan matanya terlihat sekali jika pria itu sedang mengkhawatirkan Prilly.

Prilly menoleh menatap Ali lalu menganggukkan kepalanya pelan. "Saya dimana?" Tanyanya pada Ali. Sepertinya Prilly belum sepenuhnya sadar.

"Lo di puskesmas. Besok kita balik ke kota males gue lama-lama disini kayaknya desa ini nggak cocok sama aura lo." Cerocos Ali tanpa memberikan Prilly kesempatan untuk membantahnya.

Prilly memejamkan kembali matanya ketika rasa pusing itu kembali menyerang dirinya. Ia sudah lama sekali tidak mengalami hal seperti ini. Ia mengira dirinya sudah sepenuhnya sembuh dari rasa trauma itu ternyata ia salah.

"Bapak tolong jangan sembarangan cium saya lagi!" Peringat Prilly masih dengan mata terpejam. Ali sontak bungkam, rasa bersalah kembali merambat di dadanya. "Gue nggak bermaksud buruk sama lo. Gue cuma mau balas lo karena lo udah ngeliat harga berharga gue tadi pagi." Jelas Ali dengan wajah polosnya.

Prilly membuka matanya lalu menatap tajam pria yang duduk dikursi samping ranjang tempatnya berbaring. "Itu bukan salah saya Pak!" Prilly kembali dibuat kesal ketika mengingat kejadian pagi tadi. Ia benar-benar terlihat seperti wanita mesum padahal jelas-jelas Ali sendiri yang tidur hanya mengenakan celana dalam terus tangannya sendiri yang-- sudah cukup Prilly tidak ingin mengingatnya lagi.

Hal itu benar-benar memalukan.

"Gue udah terbiasa tidur gitu." Jawab Ali enteng. "Terus lo kenapa pagi-pagi udah disamping gue? Mau grepe-grepe gue lo kan? Ngaku lo!" Tuduh Ali sekenanya ia hanya ingin mencairkan suasana sekaligus membuat Prilly melupakan rasa takutnya perihal ciumannya tadi.

Ali sudah memutuskan akan mencari tahu perihal trauma itu namun ia akan memulainya dengan membuat Prilly nyaman bersamanya. Ali yakin satu-satunya hal yang membuat Prilly seperti tadi adalah rasa trauma gadis itu namun ia belum tahu apa penyebab dari trauma itu dan ia berjanji akan mencari tahunya.

"Saya nggak sekurang kerjaan itu ya Pak." Desis Prilly dengan wajah garangnya karena rasa kesalnya pada pria ini, Prilly seolah lupa dengan rasa pusing dikepalanya.

"Kalau gitu ngapain lo--"

"Saya mau bangunin Bapak buat sarapan pagi tadi bukan sengaja mau liat harta berharganya Bapak!" Potong Prilly dengan wajah judesnya.

Ali merasa sangat terhibur dengan wajah Prilly yang mulai kembali seperti semula tidak pucat seperti tadi.

"Yaya gue anggap alasan lo barusan benar adanya."

"Kenyataannya seperti itu! Saya tidak beralasan tapi itu fakta!" Prilly tanpa sadar sudah duduk tegak diatas ranjangnya sambil menunjuk-nunjuk kearah Ali.

Pria itu terlihat santai saja, ia terus memancing emosi Prilly supaya gadis itu bisa meluapkan perasaannya. Sekarang ia mulai mengerti kenapa Prilly menjadi pribadi yang datar dan dingin, sebenarnya sombong bukan sifat asli Prilly melainkan gadis itu seperti kesulitan mengekpresikan dirinya. Prilly tidak bisa menunjukkan jika dirinya sedang marah atau sedih hingga akhirnya yang terlihat hanya wajah datar gadis itu.

"Lo cantik kalau lagi marah-marah kayak gini. Gue suka liatnya." Celetuk Ali yang sontak membuat Prilly terdiam.

Wajah gadis itu kembali datar seperti biasanya hingga refleks membuat Ali berdecak sebal karenanya. "Lo kenapa sih suka banget nunjukin wajah tanpa ekspresi lo itu ke gue?" Protes Ali tak suka.

Prilly kembali membaringkan dirinya kali ini wanita itu memilih membelakangi Ali hingga kembali terdengar decakan pria itu kali ini lebih keras. "Gue tahu lo nggak suka sama kehadiran gue tapi setidaknya lo bisa anggap gue teman lo Pril."

"Saya tidak berteman dengan laki-laki seperti Bapak." Jawab Prilly dingin yang membuat senyum kecut terbit di wajah Ali meksipun Prilly tidak melihatnya tapi tatapan pria itu begitu menusuk ke punggung Prilly dan gadis itu dapat merasakannya.

"Gue emang bangsat, brengsek tapi asal lo tahu gue nggak sejahat laki-laki yang bernama Pras itu." Ujar Ali yang berhasil membuat tubuh Prilly menegang seketika. Ali bisa melihat punggung kecil gadis itu tampak menegang bahkan sedikit bergetar dan Ali semakin yakin penyebab dari semua trauma gadis ini adalah laki-laki bernama Pras.

Dan Ali akan mencari si Pras itu sampai ke ujung dunia sekalipun.

*****

My Boss🔥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang