Bab 40

3.4K 259 20
                                    


Ali seperti dejavu ketika menggendong Prilly yang pingsan lalu berlari keluar dari ruangan Agung. Ia seperti kembali ke beberapa bulan yang lalu dimana Prilly juga pernah kehilangan kesadarannya karena ulah dirinya tapi sekarang Ali tidak hanya merasa khawatir pada Prilly ia juga merasa bersalah karena ia lalu menjaga Prilly.

"Sayang bangun." Lirihnya dengan suara terdengar bergetar. Ali memasuki lift tanpa menghiraukan pandangan penuh tanya karyawannya.

Nafas Ali kembali memburu mengingat wajah pria sialan yang sudah membuat Prilly seperti ini terlebih saat ia melihat bekas cakaran disekitar tulang selangka gadisnya. Kemeja yang Prilly kenakan juga tampak robek dibeberapa bagian namun sudah ditutupi dengan jas yang entah milik siapa.

Ali menendang kuat pintu lift karena terlalu lama terbuka. Ia harus segera membawa Prilly ke rumah sakit. Ali tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia terlambat sedikit saja mungkin Prilly sudah benar-benar menjadi 'bulan-bulanan' pria bejat itu.

Ali bersumpah setelah ini pria sialan itu tidak akan pernah bisa hidup tenang.

Tak selang berapa lama pintu lift terbuka, Ali segera berlari menuju parkiran dimana mobilnya terparkir. "Tolong buka pintu mobil saya!" Perintah Ali pada seorang karyawan yang berada tak jauh dari mobilnya.

Setelah pintu dibuka Ali segera merebahkan Prilly disana lalu ia berlari menuju kemudi mobilnya setelah berterima kasih pada karyawan yang menolong dirinya.

Ali kembali seperti kesetanan mengemudikan Fortuner hitamnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia tak perduli jika mobilnya akan ditilang karena nekat menerobos lampu merah karena bagi Ali sekarang yang terpenting adalah Prilly segera tiba dirumah sakit untuk diperiksa.

Ali menoleh menatap Prilly yang masih belum membuka matanya. Jantungnya seperti diremas saat melihat wajah pucat gadisnya, belum lagi luka goresan bekas cakaran yang mulai terlihat memerah.

Ali tidak akan tenang sebelum membuat perhitungan dengan Agung sialan itu.

Tak butuh waktu lama, mobil yang dikemudikan oleh Ali kini tiba di rumah sakit. Ali sengaja memilih rumah sakit terbaik di kotanya, ia tidak ingin Prilly ditangani oleh sembarang Dokter.

Ali berteriak kencang memanggil perawat disaat dirinya sudah memasuki lobi rumah sakit sambil membopong Prilly. Tak butuh waktu lama para perawat berdatangan untuk menolong Prilly.

Setelah memastikan Prilly ditangani oleh Dokter senior dirumah sakit ini, Ali mulai sibuk menghubungi orang-orang kepercayaannya. Detik ini juga ia akan menghancurkan pria sialan itu.

"Siapkan semua berkas kecurangan Agung, semuanya tanpa terkecuali!" Perintah Ali pada orang kepercayaannya.

Ali memutuskan sambungan telepon itu lalu menghubungi Ibunya. Ia harus memberitahu Ibunya perihal yang menimpa Prilly.

"Halo Nak."

"Mama bisa kerumah sakit?"

"Siapa yang sakit? Kamu sakit? Kok bisa sakit kan tadi kamu baik-baik aja pulang dari sini."

Ali memejamkan matanya saat mendengar rentetan pertanyaan dari Ibunya. "Prilly Ma. Prilly sakit." Suara Ali terdengar lemah saat mengatakannya bahkan kedua mata pria itu mulai memanas saat mengingat apa yang sudah menimpa gadis itu.

"Hah? Kok bisa? Ya sudah Mama sama Papa kerumah sakit sekarang."

"Mama saja, Papa jangan kesini kasihan Papa Ma." Ali mengusap sudut matanya yang tiba-tiba menetes air mata. "Papa istirahat dirumah saja setelah ini Ali akan menemui Papa." Lanjutnya lagi.

Diseberang sana Santi terlihat kebingungan namun ia memilih untuk mengiyakan saja perkataan putranya karena ia tahu suasana hati putranya saat ini sedang tidak baik-baik saja.

My Boss🔥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang