Prilly sedang menyantap makan siangnya saat kursi didepannya ditarik oleh seseorang dan orang itu adalah Ali.
Prilly mendongak menatapnya tajam namun pria itu hanya cengengesan tak jelas. "Gue nggak bisa makan kalau nggak ditemenin." Ujarnya memberitahu padahal Prilly sama sekali tidak bertanya.
Prilly hanya membiarkannya saja toh diusir pun pria ini tetap akan keras kepala mengikuti dirinya kemana saja. Mereka sudah menghabiskan waktu nyaris 1 minggu untuk bekerjasama sehingga Prilly mulai terbiasa dengan sikap keras kepala pria ini.
Prilly kembali melanjutkan makan siangnya dengan tenang tanpa menghiraukan Ali yang terus saja menggerutu karena makan siangnya terlalu pedas. "Ck! Ini sambal mau matiin orang apa gimana sih? Pedas banget." Protes Ali namun tangannya terus mencocolkan ayam gorengnya ke dalam wajah sambal.
Prilly masih diam ia sama sekali tidak memberikan responnya bukan hanya Prilly tapi Ali juga mulai terbiasa dengan sifat pendiam dan sombongnya Prilly.
"Kita jadi berangkat nanti malam?" Tanya Ali disela mengunyah makan siangnya.
"Jadi Pak." Jawab Prilly singkat. Gadis itu masih menyantap makanannya dengan begitu tenang berbeda dengan Ali yang mulai berkeringat karena rasa pedas di mulutnya.
"Pergi naik apa?"
"Bus Pak."
"Kenapa nggak pakai mobil pribadi saja? Saya nggak terbiasa naik angkutan umum." Cerocos Ali sebelum kembali melahap sambal miliknya.
Prilly meletakkan sendok dan garpu ditangannya lalu meneguk air putih didalam gelasnya. Tak mendapat jawaban atas pertanyaannya membuat Ali mendongak menatap gadis didepannya dan seketika ia terpaku saat melihat gerakan tangan Prilly yang begitu anggun membereskan bekas makannya.
Prilly sudah terbiasa seperti ini meskipun ada penjaga kantin yang mengambil setidaknya ia sudah membereskan bekas makannya lalu ia letakan diatas meja sebelum ia pergi.
"Lo ngapain?" Tanya Ali semenjak bekerja sama dengan Prilly sifat cool yang pernah ingin ia terapkan kini hanya tinggal kenangan saja karena Ali sudah berubah menjadi pria-pria cerewet yang selalu ingin tahu apa yang dilakukan oleh Prilly.
Prilly hanya menatap Ali sejenak setelah menyusun bekas makannya ia segera beranjak namun tangan Ali lebih cepat menahan lengannya. "Duduk! Gue belum selesai makan." Titah Ali yang tentu saja tidak bisa ditolak oleh Prilly.
Gadis itu kembali mendudukkan bokongnya diatas kursi lalu menatap lurus kearah Ali. Hal itu sontak membuat Ali salah tingkah. Sial! Kenapa hal-hal yang ingin ia lakukan pada Prilly justru seperti berbalik menyerang dirinya sendiri?
"Ekhem! Gue nggak mau naik Bus." Ketus Ali sebelum melanjutkan makannya.
"Tidak masalah saya bisa pergi sendiri ke sana." Ali kembali mendongak menatap Prilly yang masih belum mengalihkan pandangan darinya. Keduanya saling bertatapan namun tak berlangsung lama karena Ali buru-buru mengalihkan pandangannya.
"Nggak bisa gitu dong! Gue yang bertanggung jawab atas proyek ini jadi---"
"Tolong tunjukkan tanggung jawab Bapak!" Potong Prilly kejam yang membuat Ali terdiam seketika. "Saya tidak akan melibatkan Bapak dalam banyak hal kalau Bapak memang tidak merasa nyaman. Lagipula sejak awal saya sudah menyanggupi peninjuan area pembangunan proyek ini sendirian." Lanjut Prilly dengan suara tegasnya.
Mereka sudah mendapatkan area yang cocok untuk membangun resort. Meksipun sedikit pendalaman namun lokasinya cukup strategis dengan pemandangan yang sangat indah. Prilly juga sudah melobi harga dengan penduduk disana meskipun hanya melalui sambungan telepon tetapi mereka menyambut baik tentang semua hal yang diceritakan oleh Prilly.
Mereka ingin desa mereka maju sehingga nanti mereka berharap akan banyak lapangan kerja yang bisa mereka bangun disana. Prilly juga berjanji akan membantu semampunya untuk mewujudkan keinginan masyarakat disana.
"Lo jangan ngeremehin gue ya? Nanti malam kita berangkat! Jangankan naik bus naik onta aja gue ladenin." Seru Ali penuh amarah karena Prilly kembali melukai harga dirinya.
Tidak bisa dibiarkan! Ia harus memperlihatkan pada Prilly jika dia bukan laki-laki manja yang tidak bertanggungjawab seperti yang wanita itu sangkakan.
*****
Prilly sudah siap dengan tas kecil yang berisi perlengkapan pentingnya seperti dompet, cas juga ponsel miliknya serta barang kecil lainnya seperti tisu juga handsanitizer serta barang-barang kecil lainnya.
Prilly selalu seperti ini jika berpergian, ia harus menyiapkan segala kebutuhannya juga atasannya dan untuk kali ini Prilly tidak tahu harus menyiapkan apa untuk Ali karena ini pertama kalinya mereka berpergian.
Prilly memasukkan beberapa pasang baju miliknya ke dalam tas jinjing yang berukuran tidak terlalu besar. Prilly tergolong perempuan yang tidak terlalu ribet dalam urusan berpakaian apalagi perihal skincare serta makeup ia hanya membawa facial foam serta pelembab bibir. Sehingga Prilly tidak pernah terlihat rempong ketika akan berpergian.
"Selesai." Ujarnya setelah menyiapkan semua kebutuhannya. Prilly melirik jam di dinding kamarnya sudah pukul 8 malam itu artinya kurang dari dua jam lagi ia sudah harus berangkat menuju lokasi.
Prilly segera bersiap-siap, omong-omong perihal Ibunya beliau sudah tidak menghubungi dirinya lagi setelah tangisannya hari itu. Prilly juga sudah mengirimkan seluruh uang hasil penjualan mobilnya untuk sang Ibu. Prilly tidak akan bertanya kemana uang itu akan Ibunya salurkan atau gunakan karena ia hanya bertugas mencari selebihnya bukan urusannya.
Sedih memang tapi mau bagaimana lagi, Prilly menganggap semua yang ia lakukan adalah sebagai salah satu bentuk penebusan atas dosa yang sebenarnya bukan salahnya. Prilly hanya korban namun terlepas dari semua itu dirinya tetaplah tersangka yang mencoreng nama baik Ibunya.
Beberapa saat kemudian Prilly sudah siap dengan celana jeans ketat yang membalut kakinya serta kaos hitam yang dilapisi jaket tebal yang membuat penampilan Prilly semakin manis. Prilly memang pandai memadupadankan pakaiannya sehingga apa saja yang ia kenakan selalu terlihat manis dan enak dipandang.
Setelah memastikan kondisi apartemennya aman, Prilly segera melangkahkan kakinya keluar sambil menenteng tas berisi pakaiannya. Prilly nyaris memekik saat membuka pintu apartemennya disana sudah ada Ali yang berdiri tepat didepan pintu apartemennya.
"Lama banget sih lo." Marah pria itu ketika melihat Prilly keluar padahal ia juga baru tiba beberapa menit yang lalu.
"Saya tidak meminta Bapak untuk menjemput saya." Ali memutar matanya jika wanita lain mungkin akan tersanjung jika dijemput seperti ini tapi ingat wanita didepannya ini berbeda dengan wanita lain jadi jangan heran jika reaksinya sangat jauh dengan apa yang Ali harapkan.
"Sini tas lo." Ali merebut tas ditangan Prilly sebelum wanita itu mengeluarkan protesnya Ali sudah terlebih dahulu melangkah meninggalkan gadis itu. "Kunci pintu apartemen lo dengan benar! Jangan sampai pulang dari sana lo kemalingan." Ucap Ali sambil melangkah menuju lift membiarkan Prilly berjibaku dengan pintu apartemennya.
Ali tidak tahu kenapa ia bersikap seperti ini. Jangan tanya apapun karena Ali benar-benar tidak memiliki jawabannya. Ali kembali mengingat percakapannya bersama Bram dan Samuel beberapa waktu lalu.
"Lo cuma penasaran sama dia karena cuma dia satu-satunya perempuan yang kebal dengan pesona lo." Kata Samuel kala itu. Ali juga tidak membantah atau membenarkan pria itu hanya terpaku sambil menatap gelas kosong miliknya.
Bram yang berada disampingnya tiba-tiba mencetuskan satu kalimat yang mampu membuat jantung Ali berdetak begitu kencang. "Lo tidurin aja mana tau habis lo tidurin dia hilang rasa penasaran lo."
Dan sampai detik ini Ali masih memikirkan saran dari Bram. Haruskah ia melakukan hal itu pada Prilly?
******
Makasih yang udah komen😘😘😘.
Semangat lagi ngetiknya aku tuuhh..
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss🔥
RomansaCerita terbaru setelah 'Mrs. Aliandra' selesai. Jangan lupa dibaca, vote juga komennya ya, Insyaallah ceritanya nggak kalah seru dari cerita-cerita sebelumnya.. thanks♥️