Sejak tiba di club dan bergabung bersama teman-temannya, Ali belum berbicara sepatah katapun. Pria itu tanya terdiam sambil menyesap minuman miliknya. Sejak tadi sore moodnya memang sudah tidak bagus setelah perdebatan kecilnya dengan Prilly berlangsung.Ali tidak tahu kenapa ia begitu sensitif pada Prilly, bahkan sampai sekarang ia masih merasakan sedikit rasa panas didadanya ketika mengingat wajah datar tanpa ekspresi yang Prilly perlihatkan tadi sore.
Apa sebegitu tidak berartinya ia untuk wanita itu? Jadi kedekatan mereka selama ini benar-benar tidak ada artinya untuk Prilly?
Ali kembali meneguk habis minuman beralkohol miliknya tanpa perduli jika ia akan kembali teler dan membuat Ibunya meraung-raung keesokan harinya. Malam ini Ali benar-benar butuh pengalihan untuk mengenyahkan rasa sakit di hatinya.
Bram dan Samuel yang sejak tadi memperhatikan kelakuan sahabatnya tampak saling bertatapan. "Kenapa lagi dia?" Tanya Bram pada Samuel.
Samuel hanya mengedikkan bahunya karena selain tidak tahu ia juga tidak tertarik untuk mencari tahu. Untuk Samuel yang memiliki pemikiran lebih dewasa dari pada teman-temannya itu akan memilih menunggu Ali bercerita daripada ia memaksa Ali untuk bercerita.
Karena ia paham sekali ketika moodnya sedang tidak bagus alih-alih dipaksa untuk bercerita tentu dibiarkan sendiri terlebih dahulu itu akan jauh lebih baik. Samuel selalu menerapkan hal itu baik kepada teman-temannya atau klien-kliennya.
Bram sendiri memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan Samuel tentu tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya. "Lo kenapa?" Bram bisa merasakan tatapan protes yang dilayangkan Samuel padanya namun ia memilih abai lebih baik Ali memakinya lalu menceritakan masalahnya daripada melihat sahabatnya murung seperti ini.
Ali menoleh menatap Bram dengan sengit lalu kembali mengalihkan pandangannya pada gelas kosong yang masih berada di genggamannya. Bram kembali menatap Samuel. "Jangan-jangan si Ali ketempelan lagi." Celetuknya yang membuat Samuel nyaris menumpahkan jus jeruk miliknya ke wajah polos Bram.
Hentakan musik terdengar memekakkan telinga, lantai dasar yang biasanya dipergunakan untuk mereka yang ingin menari pun mulai dipenuhi oleh kamu muda-mudi. Seperti biasa Bram mulai melancarkan aksinya untuk menggaet targetnya malam ini.
"Lo mau cari mangsa lagi?" Tanya Samuel saat melihat mata jelalatan Bram. Tanpa menoleh Bram menganggukkan kepalanya. "Yoi! Banyak banget yang bening malam ini." Bram terlihat sangat bersemangat.
"Bram lo nggak takut kena penyakit kelamin?" Bram menoleh menatap Samuel dengan tatapan horornya. "Mulut lo Sam!" Bram menepuk pelan mulut sahabatnya.
Samuel segera menjauhkan wajahnya dari jangkauan tangan Bram. "Kalau lo nggak takut sama penyakit kelamin minimal lo takut sama karma Bram." Jeda Samuel sambil menatap Bram dengan pandangan seriusnya. "Lo punya Anaya, adik lo perempuan dan cantik. Lo nggak takut suatu saat Anaya ngalamin hal yang sama seperti apa yang lo lakuin sama perempuan-perempuan itu?" Tembak Samuel tanpa memberi jeda yang nyaris membuat Bram sesak nafas.
Ia tahu dan ia juga pernah memikirkan tentang Anaya yang mungkin akan menerima karma dari perbuatannya tapi balik lagi Bram melakukan sex bersama perempuan-perempuan itu atas dasar suka sama suka bukan paksaan lagipula Bram selalu menegaskan jika perbuatan mereka murni hanya untuk memuaskan nafsu tidak lebih dan selama ini nyaris hampir semua perempuan itu tidak mempermasalahkannya.
Lalu dimana letak karma untuknya? Bram tidak memaksa mereka.
"Kami melakukannya murni atas dasar suka sama suka." Sahut Bram sebelum meneguk minumannya. Jujur, ia mulai merasa gusar setelah mendengar perkataan Samuel.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss🔥
Roman d'amourCerita terbaru setelah 'Mrs. Aliandra' selesai. Jangan lupa dibaca, vote juga komennya ya, Insyaallah ceritanya nggak kalah seru dari cerita-cerita sebelumnya.. thanks♥️