Bab 5

2.3K 242 7
                                    


Seperti biasanya putra tunggal Andre Nasution terlihat begitu menikmati alunan musik yang berdentum di dalam club yang kerap kali ia kunjungi bahkan Ali sudah menjadi pelanggan tetap di club ini.

Ali terlahir sebagai putra tunggal dengan kekayaan orang tuanya yang mampu menghidupi anak cucunya sampai tujuh turunan menjadikan foya-foya sebagai pedoman hidupnya. Ali tidak pernah perhitungan jika perihal uang sehingga banyak sekali wanita-wanita yang rela membuka selangkangannya untuk pria itu.

Ali begitu menikmati kehidupannya yang penuh dengan gemerlap dunia malam.

"Lo nggak balik?"

Ali menoleh menatap Samuel sahabat dekatnya. Samuel berprofesi sebagai pengacara itu terlihat begitu tenang bahkan disaat hentakan musik yang membuat teman-temannya yang lain menggila pria itu justru terlihat santai menyesap jus jeruk miliknya.

"Masih gini mana mungkin si Ali balik." Sahut Bram teman Ali yang lain.

Ali sendiri tampak mengedikkan bahunya, ia lebih memilih memanjakan matanya dengan wanita-wanita yang sedang berlomba mempertontonkan auratnya di depannya.

"Bokap dia lagi sakit." Jawab Samuel lagi. Tatapan matanya masih terfokus pada Ali yang sama sekali tidak menghiraukan perkatannya.

"Ada Mami juga dirumah." Ali menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari wanita-wanita seksi didepan sana.

Bram dan Ali memang memiliki kesamaan yaitu sama-sama playboy dan mesum meskipun kemesuman Ali masih dalam tahap wajar berbeda dengan Bram yang nyaris setiap malam meniduri wanita-wanita yang mendekatinya.

Diantara mereka bertiga hanya Samuel yang hidupnya paling lurus. Namun begitu persahabatan yang sudah terjalin sejak masih dibangku sekolah itu terlihat begitu awet bahkan disaat usia mereka nyaris memasuki kepala tiga.

"Lo liat ke sebelah lo dari tadi tuh cewek ngeliatin lo terus." Bisik Bram pada telinga Ali.

Ali segera mengalihkan pandangannya kearah samping dimana seorang wanita yang terlihat begitu cantik sedang menatap genit kearahnya. "Gue nggak suka yang teteknya kecil." Ucap Ali asal yang mendapat delikan dari Bram.

"Gila lo! Tuh lato-lato yang menggantung didepannya apa? Udah sebesar kepala gue masih lo kata kecil?" Dumel Bram yang hanya dibalas tawa oleh Ali sedangkan Samuel hanya menghela nafasnya mendengar percakapan mesum kedua sahabatnya.

"Cabut lo semua sebelum gue seret satu persatu!" Ancam Samuel tak main-main.

Bram dan Ali sontak mendengus kesal kearah sahabatnya itu namun begitu keduanya serentak beranjak meninggalkan sofa kebanggaan mereka. Samuel tidak pernah main-main dengan ucapannya.

"Hancur sudah malam terindah gue gara-gara pengacara yang satu ini." Sindir Bram yang sama sekali tidak digubris oleh Samuel.

Ali sendiri tampak acuh saja toh ia mendatangi club malam seperti ini hanya untuk senang-senang dalam artian sebenarnya bukan untuk meniduri wanita-wanita yang ada disana seperti yang Bram lakukan selama ini.

Awal mula Ali menginjakkan kakinya di tempat ini juga karena patah hatinya bukan benar-benar keinginannya meskipun pada akhirnya yang semula asing kini menjadi sering sampai akhirnya ia menjadi langganan tetap di club ini.

Ali hanya duduk diam sambil menonton wanita-wanita yang berjoget dihadapannya tidak lebih meksipun pernah beberapa kali ia membiarkan diantara wanita itu menyentuh tubuhnya tapi hanya sebatas menyentuh setidaknya untuk sekarang kedepannya Ali tidak bisa menjamin terlebih sahabat setannya yang bernama Bram ini setiap hari merecoki dirinya dengan cerita-cerita panas yang kerap ia lalui.

Sesampai di parkiran Ali segera memasuki mobilnya sedangkan Samuel akan mengantar Bram dulu, ia tidak percaya pada sahabatnya itu jika Bram dibiarkan membawa mobilnya pasti pria itu akan putar arah dan kembali ke tempat ini setelah memastikan teman-temannya pergi.

"Kabarin gue kalau terjadi sesuatu!" Ali menganggukkan kepalanya pada Samuel. Diantara mereka memang usia Samuel lebih tua meskipun hanya beberapa bulan sehingga tidak heran alih-alih terlihat sebagai teman Samuel justru lebih terlihat sebagai Abang yang melindungi adik-adiknya.

"Gue duluan!" Setelah membunyikan klakson mobilnya Ali segera mengemudikan Fortuner hitam miliknya meninggalkan area parkiran club.

Ali mengemudikan mobilnya menuju kediamannya sepanjang perjalanan pria itu tampak menikmati alunan musik yang berdentum memenuhi seantero mobilnya. Ali terlihat begitu santai menikmati perjalanannya.

Bagi Ali apapun masalahnya dentuman musik tetap solusinya.

*****

Sejak kembali dari kediaman Nasution, Prilly tidak bisa tidur nyenyak bahkan ketenangan yang selama ini selalu ia perlihatkan kini berganti dengan raut cemas.

Prilly tahu ia keterlaluan sekali karena menolak permintaan Bosnya tapi demi Tuhan, Prilly tidak ingin mengorbankan masa depannya hanya karena sebuah perjodohan konyol.

"Ribet banget emang hidup gue!" Keluh Prilly sambil menghela nafas dalam. Ia sedang meringkuk di sofa yang ada diruang tamu apartemen kecilnya.

Ting!

Prilly menaikkan sedikit kepalanya untuk melihat ponselnya yang ia letakkan diatas meja. Dengan malas-malasan ia mengulurkan tangannya untuk meraih ponsel itu.

0812xxx
Saya ingin menawar mobilnya. Jika benar ini nomor pemilik mobil sedan hitam yang dijual disalah satu aplikasi online, tolong balas chat saya. Terima kasih.

Prilly kembali menghela nafasnya, ia memang sudah memasarkan mobilnya disalah satu aplikasi jual beli mobil dan sekarang mobil itu sudah ada peminatnya meskipun belum 100 persen tapi sepertinya pengirim pesan ini memang tertarik dengan mobil sedannya.

Prilly kembali merasakan kegelisahan, ia merasa begitu berat melepaskan mobil kesayangannya itu namun mengingat desakan dari Ibunya di kampung mau tidak mau ia harus merelakan mobil itu.

Setelah berpikir beberapa saat akhirnya Prilly membalas pesan tersebut dan menyebutkan nominal yang ia inginkan untuk menjual mobil tersebut. Setelahnya ia kembali melemparkan ponselnya lalu merebahkan tubuhnya kembali di atas sofa.

Jika orang yang melihat kehidupannya dari luar pasti akan banyak yang iri, diusianya yang masih tergolong muda Prilly sudah bekerja di salah satu perusahaan besar dengan posisi yang banyak sekali peminatnya tapi mereka tidak tahu jika sebenarnya kehidupan Prilly jauh sekali dari kata bahagia.

Ia selalu merasa tertekan bahkan kerap kali ia merasa mati adalah jalan keluarnya namun sekali lagi ia mengingatkan dirinya jika kematian bukanlah jalan keluar dari semua masalahnya.

"Lo cuma cewek kotor yang masih mau gue pungut gue jadiin pacar! Seharusnya lo terima kasih sama gue bukannya nentang perintah gue! Ingat Pril nggak ada cowok yang mau sama cewek kotor kayak lo selain gue!"

"Enggak! Gue nggak kotor! Gue bukan cewek kotor!" Pekik Prilly keras disusul dengan tangisannya yang begitu nyaring.

Ditengah kesunyian malam Prilly kembali menumpahkan rasa sakitnya melalui air mata tidak ada satu orangpun yang tahu apa yang sudah gadis itu lalui sampai ia berada dititik ini. Ibunya hanya menjadikannya sebagai mesin pencari uang selebihnya Prilly sama sekali tidak berarti apa-apa.

Sungguh menyedihkan sekali.

*****

My Boss🔥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang