PROLOG

6.1K 429 23
                                    

Ruangan itu terlihat kosong, abu-abu, dan buram. Dia tidak bisa melihatnya dengan jelas. Ersa hanya merasakan tubuhnya menegang. Gelitikan demi gelitikan dia rasakan di setiap sudut tubuhnya. Di leher, tulang selangka, lalu pada puncak dadanya. Dia hampir tidak menyadari sedang berada di mana dan bersama siapa. Lalu, lelaki itu mendekatkan kepalanya ke sisi Ersa, tepat pada telinganya dia berbisik.

"I love you ..." tiga kata itu membuat Ersa sadar siapa lelaki itu. Dia adalah Sadam, kekasihnya. Ersa ingin membalas kalimat itu, namun tenggorokannya tercekat. Detik berikutnya, Sadam membungkam bibirnya dengan tangan dan lelaki itu menikmati dadanya berulang kali dengan bibirnya.

Detik berikutnya, Ersa menangis. Dia heran, kenapa dia harus menangis pada saat seperti ini. Semestinya, Ersa menikmati setiap sentuhan itu dengan hati berbunga dan membalas setiap sentuhan Sadam. Namun, Ersa menangis. Dia terus menangis, sampai akhirnya matanya terbuka.

Ersa menarik napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya. Dia melihat ke sekeliling. Ruangan itu putih, cerah, dengan cahaya matahari masuk di sela-sela gorden kamar. Dia melihat ke sekeliling. Tidak ada Sadam, tidak ada kamar yang abu-abu. Tapi, air matanya nyata.

Untuk kesekian kalinya, Ersa memimpikan hal yang sama. Mimpi bercinta dengan Sadam, mantan kekasihnya.

Ersa menghela napas panjang. Semestinya, setelah berpisah empat tahun lalu, Ersa tak lagi memimpikan Sadam. Dia sudah melupakan laki-laki itu. Namun, sentuhan Sadam tak pernah dia lupakan. Padahal, Ersa sudah memiliki kekasih. Memang, Ersa dan kekasih barunya - Damar tidak pernah melakukan hubungan lebih dari ciuman. Tapi, seharusnya itu cukup untuk membuat Ersa melupakan sentuhan Sadam. Sialnya, lelaki itu tidak pernah pergi dari benaknya.

Perempuan itu menepuk dadanya berkali-kali. Berharap dengan begitu Ersa tidak akan memimpikan Sadam lagi. Dia muak harus bermimpi bercinta dengan lelaki itu terus menerus. Terkadang, Ersa berpikir untuk mengajak Dama melakukannya. Tetapi, Dama terlalu lurus untuk diajak menghabiskan waktu bersama.

Ersa mendesah. Ponselnya berdering. Dia meraba kasurnya untuk mencari benda itu. Dengan mata menyipit, Ersa melihat nama di layar ponselnya. Elsa.

"Hai, Sa," sapa Ersa.

"Ersa! Kamu masih tidur, ya?" sapa perempuan itu ceria. Elsa adalah kakak sepupunya, dia anak dari adik ayahnya. Usia mereka beda tiga tahun.

"Baru bangun, nih," kata Ersa.

"Aku sudah di Bandara, nih," katanya. "Sebelum ke rumah, aku mau kita ketemu dulu." Rumah Elsa berada di Jakarta Timur, sedangkan rumah Ersa di Jakarta Pusat. "Aku pulang sama seseorang. Sebelum dia kukenalkan sama keluarga, aku mau kamu kenal dia dulu."

"Hem, siapa nih? Kekasih baru?" tebak Ersa. Sepengetahuan Ersa, Elsa baru saja putus dengan kekasihnya sebulan lalu dan dua minggu lalu berkata dekat dengan seseorang.

"Bisa dibilang begitu," katanya. "Tapi ... ini masih rahasia, ya," tambahnya. "Kami akan menikah."

"Wow!" sahut Ersa. "Serius?"

"Ya! Serius! Gila, 'kan?"

"Benar-benar gila," sahut Ersa. "Tapi, selamat."

"Oke-oke. Pokoknya, aku mau kalian kenalan, ya. Aku tunggu di kafe langganan kita dua jam lagi. See you, Sayang."

"See you."

***

Ersa masuk ke sebuah cafe. Siang itu, cafe ramai dipenuhi pengunjung. Leher Ersa mendadak menjadi jerapah. Dia mengedarkan pemandangan mencari Elsa, yang katanya sudah ada di kafe. Setelah mencari beberapa menit, akhirnya seorang perempuan berambut pendek dengan anting bulat besar itu melambai ke arahnya.

"Ersa!" panggilnya.

Ersa tersenyum. Dia berjalan ke arah Elsa. Perempuan itu duduk dengan seorang laki-laki yang memunggunginya. Ersa rasa dialah laki-laki yang akan dikenalkan Elsa kepadanya.

Elsa baru saja pulang dari Melbourne. Selama ini, dia kuliah dan bekerja di sana.

"Sayang, aku kangen banget," kata Elsa. Dia menghentak-hentakkan kakinya, menghampiri Ersa dan memeluknya. "Bagaimana kabarnya? Sehat? Astaga, kamu makin cantik begini."

"Baik," jawab Ersa. "Kamu juga makin seksi begini." Dia memiringkan kepalanya.

Elsa tersenyum. Lalu, dia berkata, "Oh, ya. Ini mau aku perkenalkan." Ersa berjalan ke arah lelaki di depannya tadi, menepuk bahunya sebentar. Lelaki itu menoleh, berdiri dan menghadap Ersa.

Saat itu, dunia terasa berhenti. Suara Elsa terdengar samar dan tidak jelas. Ersa membuka mulutnya sedikit. Lalu, dia mundur selangkah. Bagaimana caranya dia mendeskripsikan keadaannya saat ini? Senang? Gelisah? Terkejut?

"Hai, Sa," ucap lekaki itu menyadarkan Ersa. "Apa kabar?"

"Hai, Dam," jawab Ersa. "Baik."

Akhirnya, Elsa dan Sadam menikah. Dua tahun kemudian, mereka berpisah.

***

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang