BAB 10:

1.5K 242 3
                                    


Sadam baru saja membawa Salsa ke rumah temannya. Dia meminta maaf atas perbuatan Salsa. Sepulang dari rumah teman Salsa, Sadam membawa Salsa ke kedai es krim.

"Salsa masih belum mau bercerita?" tanya Sadam. Sejak kejadian tiga hari lalu, Salsa belum juga bercerita pada Sadam apa yang terjadi. Di depannya, Salsa menggeleng. Sadam mengangguk. Dia tidak bisa memaksa anaknya itu.

Sejak mereka tinggal bersama, Salsa tidak pernah bertanya kenapa Sadam dan Elsa harus hidup berjauhan. Anak itu hanya mengangguk ketika Sadam berkata kedua orang tuanya tidak bisa hidup bersama dan Salsa harus bersama Sadam.

Ketika Sadam dan Elsa berpisah, Salsa masih begitu kecil. Dia tidak mengerti apa-apa, bahkan mungkin saat itu dia tidak mengingat Elsa.

Salsa hanya sekali bertemu Elsa secara langsung, ketika Elsa ke Singapura. Sisanya, mereka hanya berhubungan melalui panggilan video dan e-mail. Sejauh ini, Sadam tidak mengetahui bagaimana perasaan Salsa sebenarnya. Kalau diingat-ingat, dia tidak pernah melakukan pembicaraan serius dengan Salsa.

Sadam baru menyadari bahwa anaknya itu sudah bisa diajak bicara dan memiliki perasaan yang belum Sadam mengerti.

Ketika datang ke rumah teman Salsa tadi, orang tuanya berkata Salsa tiba-tiba menyerang anak mereka dengan pensil. Cerita itu sama seperti yang dikatakan oleh kepala sekolah. Saat itu tidak banyak anak di sekitar mereka, sehingga tidak banyak yang tahu mengenai kejadian itu. Satu-satunya yang bicara adalah anak mereka, Salsa sama sekali tidak membuka suara.

Namun, Sadam tidak mau mempercayai cerita-cerita itu begitu saja. Dia ingin tahu dari pihak Salsa. Sadam ingin tahu alasan Salsa melakukan itu.

Di depannya Salsa sibuk menjilat es krimnya, Sadam melihat di pipi anaknya itu ada setitik es krim. Dia mengulurkan tangan dan membersihkannya.

"Salsa mau janji sama papa?" tanya Sadam. Salsa melihat ke arahnya. "Nanti Salsa cerita sama papa, ya. Papa tunggu."

Salsa mengangguk.

Entah kapan anaknya itu akan bercerita padanya. Sadam akan menunggu.

***

Hari itu kepala Sadam rasanya mau pecah.

Bukan hanya pekerjaan kantor yang menumpuk, tetapi pikirannya dipenuhi oleh Salsa. Pagi tadi Sadam sudah mengirim e-mail pada Elsa mengenai tindakan Salsa di sekolahnya. Lewat e-mail itu pun, Sadam bercerita bahwa mereka ada di Jakarta. Bukan apa-apa, Elsa berhak tahu mengenai keadaan putrinya dan di mana putrinya tinggal. Meskipun Sadam tahu, perempuan itu tidak bisa diharapkan.

Seperti dugaan Sadam, Elsa membalas e-mail darinya.

Astaga, kenapa Salsa begitu? Tunggu saja sampai dia bicara. Aku sedang di London. Liburan. Kapan-kapan aku jenguk kalian.

Memang tidak seharusnya Sadam berharap lebih pada Elsa. Perempuan itu tidak akan peduli dengan Salsa. Terkadang, Sadam merasa sedih karena Salsa tidak memiliki sosok ibu seperti anak pada umumnya. Tentu saja Sadam saja tidak akan bisa menggantikan sosok itu.

Di tengah-tengah kesibukannya, Sadam mencari informasi mengenai perilaku Salsa. Siapa tahu dia menemukan jawabannya di internet. Namun, bukan jawaban yang ditemukannya, dia justru semakin tidak mengerti.

Sadam mendesah. Dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

"Haruskah ke psikolog anak?"

Satu-satunya hal yang dipikirkan Sadam adalah psikolog anak. Dia tidak tahu harus bertanya kepada siapa mengenai Salsa. Sadam tidak memiliki teman dekat perempuan. Dia terlalu sibuk bekerja sampai-sampai lupa untuk bersosialisasi dan menikmati hidupnya. Nyatanya, menjadi dewasa itu tidak selalu menyenangkan.

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang