BAB 13: Dalam Pelukanmu, Sekali Lagi

2K 232 9
                                    


Sadam mengendarai mobil sewaan dengan pelan. Di sisinya, Ersa sibuk dengan ponsel dan sesekali melihat keluar lewat jendela mobil.

Sadam sama sekali tidak punya rencana akan membawa Ersa ke mana. Dia hanya secara spontan menawari Ersa untuk ikut, mengingat perempuan itu telah banyak membantunya.

"Terima kasih atas rekomendasinya," ucap Sadam. Dia menoleh sebentar ke arah Ersa, begitu juga sebaliknya. "Mengenai psikolog anak dan pengasuh Salsa."

"Sama-sama, Pak," sahut Ersa. "Apa Salsa baik-baik saja?"

Sadam mengangguk.

Perbincangan hanya sampai di sana. Keduanya kembali memilih untuk diam dalam pikiran masing-masing. Selang beberapa menit, Sadam membelokkan mobil ke sebuah rumah makan.

"Kita makan di sini saja, ya," ucap Sadam sambil mematikan mesin mobil. Ersa hanya mengangguk.

Begitu keluar dari mobil, mereka masuk ke restoran tersebut. Restoran itu berada tidak jauh dari pantai dengan nuansa Bali yang kental. Malam itu, pengunjung restoran penuh dengan percampuran pengunjung dari berbagai ras dan suku. Sadam bisa mendengar orang-orang memakai bahasa campur dan untungnya, dia mengerti beberapa ucapan mereka.

"Mau duduk di sana?" tawar Sadam. Dia menunjuk meja dan kursi yang ada di tepi. Di bagian itu mereka bisa melihat pantai meskipun tidak terlalu jelas. Seperti dugaan Sadam, Ersa menyetujui idenya.

Begitu duduk, pramusaji mendatangi mereka dengan dua buku menu dan kertas serta pulpen. Sadam mengambil buku menu itu, begitu juga dengan Ersa. Dalam diam, Sadam memilih makan malamnya. Pramusaji mencatat pesanan mereka dan membiarkan keheningan kembali di antara Sadam dan Ersa.

"Kamu jadi pendiam," ucap Sadam. Dia merasa canggung dengan keadaan mereka. Sadam meletakkan ponselnya ke atas meja, begitu juga dengan Ersa. Keduanya bersitatap.

"Memangnya, apa yang harus saya bicarakan?" tanya Ersa balik. Nada perempuan itu datar dan kaku. Terlihat jelas dia canggung berhadapan dengan Sadam.

Sadam tak langsung menjawab. Dia menunduk, lalu mengangkat kembali kepalanya. "Apa aku bisa bicara masalah pribadi sekarang?" tanya Sadam.

Ersa menatap Sadam untuk beberapa detik. Dia berpikir dengan cepat, lalu dia berkata, "Silakan."

"Apa kamu masih sering berkomunikasi dengan Elsa?" tanya Sadam, akhirnya. "Aku hanya ingin tahu. Apakah dia tahu kita satu kantor?"

Ersa menggeleng. "Nggak," jawabnya. "Maksudku, belum." Dia buru-buru meralat jawaban itu. Ersa belum memutuskan untuk terus bungkam mengenai fakta dia satu kantor dengan Sadam atau tidak.

Sadam menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Kamu berencana memberitahunya?"

"Aku nggak tahu," jawab Ersa, jujur. "Sejujurnya, aku nggak mau tahu urusan kalian. Maka, aku nggak berencana memberitahu Elsa. Kalau sampai aku memberitahunya, maka saat itu aku nggak ada pilihan lain."

Sadam mengangguk. "Meskipun begitu, terima kasih."

Ersa mengangkat kedua alisnya. Pesanan mereka datang. Sadam kembali berbicara ketika pramusaji itu selesai menaruh makanan dan minuman ke atas meja mereka.

"Aku tahu, itu keputusanmu. Tapi, itu menguntungkanku juga," ucap Sadam. Lalu, dia berkata, "Selamat makan malam."

Ersa mengangguk. Dia memahami apa maksud Sadam meskipun dia tidak tahu apa tujuan Sadam merahasiakan fakta mereka satu kantor.

***

Sejujurnya, banyak hal yang ingin ditanyakan Ersa pada Sadam, pun sebaliknya. Akan tetapi, keduanya memutuskan untuk menjaga jarak itu. Baik Sadam maupun Ersa sama-sama ingin bekerja di kantor ini lebih lama.

Tidak menutup kemungkinan, bahwa hubungan keduanya akan mempengaruhi kinerja di kantor dan nasib jabatan mereka. Maka, pilihan terbaik bagi keduanya adalah membiarkan hubungan mereka berada di masa lalu dan menjalani masa sekarang.

Namun, keberadaan Salsa membuat Ersa terusik. Wajah bocah itu mengingatkannya akan Elsa. Itu berarti, wajah Salsa sedikit mirip dengannya. Terlihat jelas, dalam gadis kecil itu mengalir darahnya.

Saat ini, Sadam dan Ersa berjalan ke arah parkir mobil. Mereka memutuskan untuk pulang. Tidak ada perbincangan di antara keduanya selama perjalanan itu. Langkah keduanya pelan dan stabil. Sadam berjalan terlebih dahulu, lalu tiba-tiba laki-laki itu berhenti melangkah.

"Kenapa?" tanya Ersa, terkejut. Sadam membalikkan badan. Lelaki itu menatap Ersa, membuat perempuan itu penasaran. Pada saat ini, dada Ersa berdetak dengan kencang. Ingatannya kembali ke masa-masa keduanya masih bersama. Tatapan itu, dikenali Ersa dengan baik.

***

Ersa tertidur di kursi penumpang. Sadam melihat ke arah perempuan itu sesekali. Lalu, pandangannya kembali fokus ke arah jalan raya.

Sadam merasa aneh dengan hubungan yang mereka jalani. Ersa pernah ada dalam hidupnya, seseorang yang pernah Sadam cintai begitu dalam. Bahkan, Sadam memiliki gambaran bahwa akhirnya Ersa adalah istrinya. Akan tetapi, ada hal yang membuat mereka berpisah.

Lelaki itu nyaris lupa apa alasan itu.

Kini, Sadam hanya fokus dengan Salsa.

Lima belas menit kemudian, mereka sudah sampai di hotel. Sadam memarkirkan mobilnya, lalu mematikan mesin. Lelaki itu melirik ke arah Ersa dan perempuan itu masih tertidur dengan pulas.

Sadam diam selama beberapa detik. Dia melepaskan sabuk pengaman, lalu berpikir sejenak. Apa yang harus dia lakukan? Bagaimana membangunkan Ersa?

Sejak perpisahan mereka, Sadam nyaris melupakan segala hal mengenai Ersa. Entah karena memang ingatannya yang kacau atau karena memang dia benar-benar sudah melupakan mantan kekasihnya ini.

Lelaki itu mendesah. Lalu, Sadam batuk dengan disengaja. Dia tidak sekadar batuk biasa, tetapi batuk dengan keras. Sadam berharap dengan begitu Ersa akan bangun sendiri mendengar suaranya.

Namun, perempuan di sampingnya itu masih diam.

Hal berikutnya yang Sadam lakukan adalah menepuk kedua tangannya berkali-kali, seakan-akan di mobil itu ada nyamuk. Tepukan kedua tangannya itu di dekatkan di telinga Ersa. Tapi, reaksi perempuan itu hanya bergerak sedikit saja.

Sadam terkekeh melihat Ersa sama sekali tidak bergerak dengan usaha yang dilakukannya.

Pada akhirnya, Sadam mendekatkan tubuhnya, lalu menyentuh lengan Ersa. Dia membuat gerakan di tubuh Ersa dan berharap perempuan itu bangun. Benar saja, perempuan itu membuka matanya, lalu terkejut melihat Sadam berada di dekatnya.

"Ah!" teriak Ersa. Mendengar itu, Sadam memundurkan tubuhnya dengan kedua tangan terangkat.

"Ini aku," ucap Sadam.

Ersa menenangkan dirinya sendiri. Dia hanya terkejut, Sadam ada di depannya. Dia tahu, di depannya itu Sadam. Hanya saja, dia terkejut.

"Maaf, Pak," ucap Ersa.

Sadam mengangguk. "Sudah sampai."

Ersa ikut mengangguk. Dia mengumpulkan nyawanya, kedua matanya masih terasa berat.

Baru saja Ersa ingin membuka pintu di sebelah kirinya, Sadam sudah membukakan pintu itu untuknya. Dengan kesadaran belum penuh seutuhnya, Ersa mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia tidak menyangka, Sadam akan membukakan pintu untuknya.

"Cepatlah turun," katanya. "Besok kita lanjut bekerja."

Ersa mengangguk. Dia mengambil tasnya, lalu mencoba turun dari mobil. Namun, dia benar-benar mengantuk dan kakinya terpeleset.

Perempuan itu jatuh dalam pelukan Sadam.

***

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang