BAB 6:Bagaimana Mereka Bertemu?

1.6K 241 10
                                    


Saat itu, Ersa terkejut. Dia merasa canggung berada di antara Elsa dan Sadam.

Saat itu, bisa saja Ersa bertanya kenapa dan bagaimana bisa mereka akan menikah? Bagaimana mereka bertemu, kemudian dekat. Lalu, memutuskan untuk menikah. Wajarnya, teman dekat dan saudara akan menghindari laki-laki yang dekat dengan kita untuk menjaga perasaan. Namun, Elsa tidak melakukan itu.

Elsa tahu, Sadam adalah mantan kekasih Ersa. Mungkin, itu juga yang mendasari Elsa untuk menikah dengan Sadam.

Elsa dan Sadam hanya bertemu beberapa kali. Mereka pun tidak pernah mengobrol banyak ketika Sadam masih bersama Ersa. Mereka berdua hanya orang yang saling tahu, tanpa saling mengenal. Sadam tahu Elsa adalah sepupunya. Elsa tahu bahwa Sadam adalah mantan kekasih Ersa. Hanya itu. Tapi, lihatlah keduanya tiba-tiba muncul dan berkata bahwa mereka akan menikah.

"Kau pasti bertanya-tanya kenapa," ucap Elsa di lain hari setelah pertemuan itu. Perempuan itu tiba-tiba muncul di hadapan Ersa dengan senyum lebarnya. Perempuan itu menemui Ersa di rumah yang dikontrak Ersa. Rumah itu di sebuah perumahan dengan dua kamar, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi.

Ersa tidak langsung menanggapi omongan Elsa. Dia membawakan Ersa dua kaleng soda dan camilan. Elsa memandang soda itu dengan dahi berkerut.

"Aku nggak punya minuman lain," sahut Ersa sebelum Elsa protes dengan minuman yang disuguhkan oleh Ersa.

Elsa mengangguk. Dia mengambil kaleng soda itu, lalu membukanya. Suara dari soda itu keluar, lalu Elsa menegaknya hingga setengah.

"Aku nggak akan minta maaf atas apa yang kami lakukan," ucap Elsa. Sudah pasti, yang dimaksud Elsa adalah mengenai pernikahan antara dia dan Sadam. "Sadam laki-laki yang baik. Seperti katamu ..."

Ersa belum menanggapi. Dadanya berdetak perlahan, ada perasaan aneh yang muncul di sana. Dia tidak tahu, perasaan itu tumbuh karena rasa cemburu atau kecewa. Mungkin ... keduanya.

"Kamu sudah melupakan Sadam, 'kan?" lanjut Elsa. "Walaupun belum, bisa kamu melakukannya? Karena dia akan menjadi kakak sepupumu." Perempuan itu mendesah, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Lagi pula, kamu sudah punya kekasih baru, bukan? Jadi, relakan Sadam untukku."

Setelah berkata begitu, Elsa tersenyum. "Aku mohon. Hm?"

Ersa memaksakan senyum. Dia mengambil semua tenaga yang dimilikinya. Mungkin, sudah waktunya Ersa melupakan lelaki itu. Melenyapkan Sadam dalam ingatannya dengan paksa. "Tentu," balas Ersa. "Sama sekali bukan masalah."

Sejak saat itu, Ersa melupakan Sadam. Mimpi-mimpi mengenai lelaki itu perlahan lenyap.

***

Ersa membetulkan letak jam di pergelangan tangannya. Dia baru saja sampai di lobi kantornya. Perempuan itu segera bergerak ke arah lift dan menunggu benda kotak itu turun. Di sisinya, ada dua orang perempuan asing. Mungkin, mereka pengunjung atau dari perusahaan lain. Ersa segera melangkahkan kakinya begitu pintu lift terbuka.

Begitu sampai di lantai kantornya, Ersa keluar lift dan berjalan ke ruangannya. Di pintu masuk dia bertemu dengan Yukio, perempuan itu menyapanya dengan ramah. Rambut lurusnya diikat ke atas membentuk cepol.

"Pagi Ersa!" sapa perempuan itu. Dia melirik jam di ponselnya. "Pagi sekali?"

"Pagi, Kio," balas Ersa. Dia tersenyum. "Entah."

Yukio mengangkat kedua alisnya, lalu dia menggeleng keras. "Oke. Aku keluar dulu, ya."

"Ada pekerjaan lapangan?" tanya Ersa.

Yukio menggeleng keras. "Mau sarapan bubur. Ersa mau ikut?"

"Nggak, deh," jawab Ersa. "Sudah sarapan tadi. Selamat sarapan, Kio."

Yukio melambaikan tangan, lalu perempuan itu berjalan menjauhi Ersa.

Ersa kembali berjalan masuk ke kantornya. Lebih tepatnya di divisi marketing. Dia melepaskan tas selempang dan menaruhnya ke atas kursi. Kemudian, dia duduk di kursi yang sama. Ersa mendesah. Pagi itu masih terlalu sepi. Tidak ada karyawan yang datang di jam itu. Sepertinya, hanya dia dan Yukio yang datang terlalu pagi.

Perempuan itu menyalakan laptop, kemudian mengecek pekerjaannya. Dia melihat jam di layar laptop. Masih terlalu pagi untuk memulai pekerjaan. Maka, dia menutup halaman pekerjaan dan beralih ke YouTube. Dia mengecek kanal YouTube dari Korea mengenai kehidupan sehari-hari seorang ibu rumah tangga. Ketika sedang asik menyaksikan, dia mendengar seseorang masuk ke kantornya. Ersa menoleh dan mendapati Sadam di sana.

Lelaki itu tidak terlihat baru datang ke kantor, sebab dia hanya mengenakan kaus berwarna merah muda dan celana kain berwarna hitam. Di tangan kanannya terdapat secangkir kopi. Ersa bisa mengetahuinya karena aroma kopi memenuhi ruangan.

"Mau kopi?" tawar Sadam. Dia mengatakan itu sekadar basa-basi. Tentu, Ersa tahu itu.

"Tidak, Pak," sahut Ersa. "Terima kasih." Dia menarik sudut-sudut bibirnya. Lalu, Sadam mengangguk dan berjalan melewati Ersa, lalu masuk ke ruangannya.

Begitu Sadam masuk ke kantornya, Ersa mendapatkan pesan dari Yukio.

Saya tadi lihat Pak Sadam. Dia ganteng sekali, ya.

Ersa menautkan kedua alisnya. Bahkan, Yukio pun bisa tertarik dengan Sadam. Ersa ingat, dulu ketika dia bersama Sadam, setiap kali jalan berdua, tidak sekali dua kali perempuan melihat ke arah mereka. Ersa menyadari hal itu, tetapi tidak dengan Sadam. Lelaki itu sama sekali tidak menyadari bahwa perempuan-perempuan itu melihat ke arahnya. Bahkan, saat itu tidak serapi sekarang. Saat itu, Sadam masih begitu muda. Namun, sepupunya, Elsa, pun memberikan respon yang sama seperti Yukio saat pertama kali bertemu Sadam.

Saat itu, tanpa sengaja mereka bertemu dengan Elsa di salah satu restoran. Elsa datang bersama kekasihnya, keduanya sekadar berjabat tangan, kemudian berlalu.

Namun, tak lama setelah kepergian Elsa, Ersa mendapatkan pesan dari sepupunya itu.

Dia sangat tampan sekali. Kalau kalian putus, kabarin, ya! Haha

Ersa hanya menarik sudut bibirnya. Dia merasa kesal dengan pesan sepupunya itu meskipun itu hanya sebuah candaan.

"Kenapa?" tanya Sadam. Dia menyadari raut wajah Ersa yang berubah. Lelaki itu mengulurkan tangannya, menyentuh tangan kekasihnya. "Ada apa?"

"Kamu benar-benar nggak sadar banyak yang tertarik padamu?" tanya Ersa.

Sadam menggeleng.

"Menurutmu, bagaimana sepupuku tadi?" tanya Ersa lagi. "Dia cantik sekali, ya? Kamu nggak tertarik?"

Sadam menautkan kedua alisnya. "Yang mana?"

Ersa menutup kedua matanya, lalu membukanya lagi. "Dia baru pergi beberapa menit lalu, astaga!"

"Maaf, aku nggak memperhatikan," sahut Sadam. "Lagi pula, kenapa kamu repot-repot mengurusi hal semacam itu, sih?"

"Dia cantik," sahut Ersa.

"Walaupun dia cantik, kenapa?" tanya Sadam balik. "Sa, saat ini buatku kamu yang paling cantik dan itu sudah cukup. Mengerti?"

Kedua pipi Ersa memerah, dia menundukkan wajahnya. Kemarahannya surut.

Ersa masih ingat jelas saat itu bagaimana perasaannya. Dia merasa begitu berharga dan spesial untuk Sadam. Bahkan, sampai sekarang dia masih bisa merasakan perasaannya saat itu.

Namun, semua itu sudah berlalu.

***

Hai-hai, maaf ya lama sekali tidak muncul :) kelahiran buku kedua saya benar-benar menyita perhatian ^^

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang