BAB 3: Satu Porsi Laksa Singapura

2.2K 301 22
                                    


"Hai apa kabar, katanya?"

Ersa uring-uringan begitu kembali dari kantin. Dia berada di toilet perempuan, mencuci tangannya, kemudian membetulkan letak rambutnya. Dia kesal karena perlakuan Sadam pagi tadi dan siang ini dia kembali berubah. Lelaki itu bertanya kabarnya dengan satu sudut bibir terangkat.

"Baik," jawab Ersa beberapa menit yang lalu.

"Baguslah," balas Sadam. Begitu saja. Setelah itu, Sadam memulai makan siangnya. Lalu, ketika dia menyadari bahwa Yukio dan Rian menatap Ersa dan Sadam secara bergantian, Sadam tersenyum. "Dulu kami ... teman."

Seperti dugaan Ersa, kedua temannya itu akan heboh. Tanpa sadar, Ersa menahan napas. Dia takut Sadam dengan entengnya membeberkan latar belakang hubungan mereka. Ersa tidak mau menjadi bahan pembicaraan di kantor, apalagi harus menceritakan asal muasal hubungan mereka.

Syukurlah, Sadam menganggap Ersa teman lamanya.

Ersa menarik sudut bibirnya. Dia menatap wajahnya yang terpantul di kaca. Setelah urusannya di toilet selesai, Ersa keluar dari tempat itu. Dia berjalan langsung ke arah ruang kerjanya, kembali duduk di balik meja. Dia melihat ke sisi kanannya, tirai ruangan Sadam tertutup. Dia mendesah. Apa yang dia cari sebenarnya? Perhatian Sadam? Atau hubungan baik layaknya teman lama?

Perempuan itu menyeringai. Dia tahu, itu tidak mungkin. Hubungannya dengan Sadam saat ini sekadar atasan dan bawahan. Ersa berharap pekerjaannya setelah ini tidak akan ada masalah. Sebab, ada hal yang harus diperjuangkan. Menyerah dengan keluar dari pekerjaan ini tidak pernah terlintas dalam benak Ersa.

Sadam hanyalah seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya. Tidak lebih. Bahkan, bagi Ersa hubungan mereka terlalu singkat. Lalu, kenyataan bahwa Sadam adalah mantan suami sepupunya juga tidak bisa diabaikan.

Selama lelaki itu menjadi suami Elsa, Ersa sama sekali tidak pernah mengganggu. Rumah mereka berjarak cukup jauh, baik Ersa maupun Elsa pun tidak membuka pintu untuk saling terhubung. Bahkan, Ersa tidak menyimpan nomor Elsa di kontak whatsapp-nya. Dia tidak mau tahu lagi mengenai kehidupan sepupunya itu. Mereka bertemu ketika ada acara pernikahan adik Elsa, itupun Ersa hanya say hi, kemudian pulang. Tidak lebih.

Lalu, setelah semua berjalan baik-baik saja, Elsa muncul dan mengatakan akan bercerai dengan Sadam. Saat itu, Ersa tidak bertanya apa-apa. Dia tidak butuh penjelasan apa-apa kenapa mereka bercerai, dia hanya memeluk sepupunya itu, menenangkannya.

Bahkan, sampai saat ini, Ersa belum benar-benar tahu apa penyebab mereka berpisah.

Sekitar pukul lima sore, rekan kerjanya sibuk mengemasi barang, saling menyapa dan pulang. Ersa melakukan hal yang sama. Dia memasukkan berkas-berkas dari atas meja ke totebag hitam besar miliknya. Lalu, merapikan pakaian, mengenakan jaket dan berjalan keluar kantor. Sebelum keluar dari ruangan, Ersa melihat ke arah kantor Sadam. Sejak tadi, dia tidak melihat lelaki itu. Perempuan itu mendesah, kemudian kembali berjalan.

Di depan lift, rekan kerjanya Yukio berkata, "Kalian teman apa?"

"Hah?" tanya Ersa. Keduanya menunggu giliran masuk lift. Ersa tidak terlalu fokus dengan pertanyaan Yukio.

"Kamu dan Pak Sadam. Dulu teman apa? Kenal di mana?" Yukio memperjelas pertanyaannya. "Kenapa bisa kenal? Dia bukan mantan kamu, 'kan?"

"Satu-satu," sahut Ersa. Lalu, pintu lift terbuka. Di dalam lift ada dua orang. Ersa dan Yukio masuk, lalu berdiri di belakang. Begitu pintu lift hendak tertutup, pintu itu terbuka lagi. Sadam muncul dari balik pintu itu.

Melihat Sadam masuk lift, Ersa menelan ludah. Di sebelahnya, Yukio menarik-narik tepi jaket Ersa.

"Disapa, dong, temennya," bisik Yukio. Namun, Ersa bergeming. Dia tidak menanggapi.

Detik berikutnya, Sadam menoleh, tersenyum ke arah Yukio dan Ersa. Keduanya membalas senyum Sadam. Lelaki itu kembali melihat ke arah ponselnya.

Beberapa detik kemudian, lift berhenti, pintu terbuka. Yukio dan Ersa berjalan keluar lift. Belum sempat Ersa keluar dari ruangan sempit itu, lelaki di belakangnya memanggil.

"Ersa, bisa bicara sebentar?"

"Eh, iya, Pak?" sahut Ersa.

"Ikut saya."

Tanpa berpikir panjang lagi, Ersa mundur, tidak jadi keluar lift. Dia melihat ke arah Yukio. Rekan kerjanya itu melambaikan tangan dengan ceria, kedua matanya menyipit, dan bibirnya terbuka lebar.

***

"Kamu naik taksi online saja, ya."

Kedua mata Ersa membulat ketika Sadam berkata begitu padanya. Saat ini, mereka berada di basement, tempat Sadam memarkir mobil. Tapi, begitu kedua orang itu keluar dari lift, Sadam meminta Ersa naik taksi online.

"Mak ... sud, Bapak?" tanya Ersa. Dia tidak bisa memaki Sadam karena lelaki itu atasannya. Dia sama sekali tidak mengerti.

"Aku ingin bicara sama kamu tapi nggak sekarang," jelas Sadam. "Aku juga bisa saja mengantar kamu pulang tapi nggak enak kalau orang kantor lihat. Nanti dikasih tahu kita bertemu kapan dan di mana."

"Sebentar ..." sahut Ersa. "Lalu, kenapa bapak mengajak saya ke sini?"

"Ya, kamu sendiri yang nggak keluar lift. Di lift, saya nggak bisa menjelaskan lebih lanjut," jawab Sadam santai. Dia melirik jam di pergelangan tangannya. "Aku terburu-buru juga. Mau jemput Salsa."

Ersa memejamkan kedua matanya, lalu membukanya lagi. Jadi, Ersa salah paham dengan ajakan Sadam di lift tadi? Kenapa juga harus berkata begitu kalau tidak ingin bicara saat ini juga.

Bukankah Sadam bertanya, bisa kita bicara sebentar?

"Aku pergi dulu, ya," ucap Sadam. "Sampai ketemu besok."

Ersa mengerjap-kerjapkan kedua matanya. Bibirnya kelu. Dia tidak bisa mengeluarkan kalimat apa pun. Dia benar-benar menahan diri dengan perlakuan Sadam padanya.

Lelaki itu berbalik, berjalan dengan cepat meninggalkan Ersa. Lalu, Sadam berhenti dan menghadap ke arah Ersa.

"Jangan marah," katanya. "Kamu yang salah paham."

Ersa tidak mengatakan apa-apa.

"Aku pergi dulu," kata Sadam lagi. Dia berbalik. Kali ini, dia benar-benar meninggalkan Ersa di sana.

Ersa berbalik, berjalan ke arah lift. Hatinya benar-benar dongkol diperlakukan Sadam seperti ini. Dia tidak menyangka lelaki itu akan menyepelekannya. Sadam benar-benar menunjukkan jenjang kehidupan mereka yang berbeda. Lelaki itu jelas-jelas menunjukkan siapa dirinya dan siapa Ersa.

Di depan Ersa, pintu lift terbuka. Di dalam lift, tidak ada orang. Ersa masuk dan menekan tombol ke arah lobi. Sesampainya di lobi, Ersa berjalan keluar gedung. Seperti biasa, Ersa pulang pergi menggunakan kendaraan umum. Perjalanan dari kantor, sampai apartemennya sekitar satu jam lebih.

Biasanya, Ersa memilih untuk makan malam di rumah. Hal ini dia lakukan untuk menghemat pengeluaran. Tapi, malam itu dia sedang kesal dan tidak memiliki semangat untuk memasak. Maka, Ersa tidak langsung pulang. Dia memilih untuk ke rumah makan yang ada di sekitar gedung kantornya. Dia berjalan kaki.

Ersa tahu, bahwa hubungannya dengan Sadam sudah lama berlalu. Tapi, dia tidak menyangka bahwa garis hubungan itu benar-benar selesai. Bahkan, Sadam tidak peduli bahwa darah Ersa mungkin ada dalam darah anaknya itu.

Malam itu, Ersa menghabiskan satu porsi laksa Singapura dengan porsi jumbo seorang diri.

	Malam itu, Ersa menghabiskan satu porsi laksa Singapura dengan porsi jumbo seorang diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang