BAB 19: Cerita-Cerita yang Tak Pernah Kudengar

1.3K 216 16
                                    


Sadam membawa nampan berisi segelas es teh, es kopi, dan dua makanan pesanan mereka. Lalu, laki-laki itu meletakkan makanan dan minuman itu ke atas meja.

"Es teh saja cukup?" tanya Sadam, begitu dia meletakkan gelas es teh ke hadapan Ersa.

"Cukup."

Cangkir kosong sisa teh yang dipesan Ersa tadi telah diangkat, kini meja itu digantikan dengan segelas teh dingin dan es kopi. Sadam memesan segelas es kopi americano, segelas kopi tanpa gula yang dicampur dengan air dan es. Penampakan kedua gelas itu nyaris tidak ada bedanya, tetapi semua orang tahu, keduanya memiliki rasa dan tingkat kepahitan yang berbeda.

Seperti Ersa dan Elsa.

Kedua perempuan itu memiliki nama yang nyaris sama, usia yang tidak jauh berbeda, bahkan keduanya memiliki wajah yang mirip meskipun keduanya bukan saudara kandung. Sekilas, orang akan melihat mereka sebagai orang yang sama. Tapi, orang-orang itu akan menyadari bahwa Ersa dan Elsa orang yang berbeda bila mereka mendekat.

"Setelah bertemu denganmu kemarin, Salsa lebih banyak bercerita," ucap Sadam, tanpa basa-basi. Ersa melihat ke arah laki-laki itu, begitu juga sebaliknya.

Ersa berpikir, perbincangannya dengan Salsa tidak sebanyak itu, sampai-sampai membuat Salsa banyak bercerita. Keduanya hanya membicarakan makanan kesukaan mereka, boneka awan, dan bagaimana Sadam.

Nyatanya, Salsa menceritakan bagaimana ayahnya dengan baik.

Gadis kecil itu berkata bahwa dia kasihan melihat ayahnya yang selalu sendiri dan terkadang terlihat seperti orang dewasa, namun terkadang dia terlihat tidak jauh berbeda dengannya.

Ersa terkejut ketika mendengar Salsa berkata seperti itu, bagaimana seorang anak kecil seperti dia melihat hal semacam itu. Apakah Salsa sebenarnya penuh perhatian, hanya saja tidak tahu cara mengungkapkannya?

"Oh ya?" tanya Ersa. Dia tidak tahu harus merespon apa. "Apa yang dia bicarakan?"

"Banyak hal," kata Sadam. Ersa bisa melihat senyum di ujung bibir laki-laki itu. Apakah memang hal itu membuat Sadam lega?

"Salsa nggak banyak bicara seperti anak-anak pada umumnya, terutama setelah kejadian itu," ucap Sadam, lagi. Dia mendesah. Lelaki itu sedang mempertimbangkan apakah dia harus bercerita pada Ersa mengenai kejadian itu.

Apakah dengan bercerita pada Ersa, perempuan itu akan membantunya?

"Salsa menusuk telinga temannya dengan ujung pensil," kata Sadam, akhirnya. "Sejak kejadian itu, Salsa lebih pendiam dan dia nggak bicara apa alasannya."

Ersa menelan ludah. Salsa, gadis sekecil itu, berani melukai temannya?

Sadam menarik sudut bibirnya, dia menunduk. Ersa melihat kelemahan di sana. Lelaki itu lemah karena berurusan dengan Salsa.

"Aku nggak menyangka, membesarkan seorang anak sesulit ini," lirihnya. Ersa tidak tahu, apakah Sadam sedang mencari perhatian padanya atau kah dia memang sedang menunjukkan kelemahannya pada Ersa.

Jika Sadam memang orang yang sama seperti Sadam yang dikenalnya dulu, maka dia tidak sedang mencari perhatian padanya.

"Apa yang bisa aku bantu?" tanya Ersa, akhirnya. Ternyata, limbik yang dimiliki otaknya lebih menguasainya daripada prefrontal korteks yang ada di otaknya.

"Mengobrol," ucap Sadam. "Ajak Salsa bicara. Jadilah temannya."

***

"Maaf, aku nggak bisa."

Sadam menghentikan mobilnya di sebuah perumahan mewah. Di sebelah kanannya, terdapat rumah dua tingkat dengan penerangan lampu kekuningan. Perumahan itu terlihat sepi, seperti perumahan pada umumnya.

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang