BAB 1: Back to You

3.2K 359 33
                                    


Ersa kesulitan mendeskripsikan lelaki itu saat ini. Dari penampilan, dia tidak berubah sama sekali. kemeja polos yang dipadukan dengan celana jeans dan jas berwarna hitam. Lalu, lelaki itu mengatur rambutnya dengan disisir ke arah kanan. Yang berbeda hanya pada kaca mata yang dikenakannya sekarang. Lalu ... tubuhnya lebih tegap dan berisi daripada terakhir kali Ersa mengingatnya.

Namun, bukan itu yang dipikirkan Ersa sekarang. Dari sekian kemungkinan, kenapa kemungkinan ini yang muncul dalam hidupnya. Semua variabel yang ada, kenapa lelaki itu terus bermunculan dalam hidupnya, sejauh apa pun Ersa berpindah seakan-akan, lelaki itu mengikuti ke mana-mana.

Benarkah ini sekadar kebetulan?

"Perkenalkan, saya Sadam Arsyad, kepala marketing baru di sini," kata lelaki itu. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh karyawan di divisi marketing. Melihat satu per satu calon bawahannya. Pada satu titik itu, dia melihat Ersa, dengan ekspresi ... kesal? Namun, Sadam tersenyum ke arahnya.

"Saya akan bekerja mulai hari ini menggantikan Bu Anggun. Mohon kerja samanya. Terima kasih."

Seluruh karyawan menyambut dengan baik. Mereka tersenyum, bertepuk tangan, lalu menerima jabatan tangan Sadam satu per satu. Ersa mempersiapkan diri. Respon apa yang akan ditunjukkannya pada Sadam? Bahagia? Marah? Ramah? Atau cuek saja?

Ersa belum menemukan jawaban yang tepat. Mungkin, dia bisa excited ketika berhadapan dengan Sadam seperti seorang teman lama? Bagaimanapun, Sadam merupakan mantan suami sepupunya. Itu berarti Sadam adalah mantan sepupunya? Astaga, Ersa begitu sulit mendeskripsikan hubungannya dengan Sadam saat ini.

Baiklah, sebentar lagi Sadam akan berada di depannya. Ersa menarik napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya. Dia akan memberikan senyum terbaiknya karena Sadam atasannya sekaligus orang yang pernah ada dalam hidupnya. Ya, Ersa akan menyambutnya dengan baik agar pekerjaannya ke depan baik juga.

Tepat giliran Ersa menyambut jabatan tangan Sadam, lelaki itu mengendurkan senyum dan melepaskan tangan Ersa dengan cepat, lalu pergi begitu saja.

Perlakuan yang didapatkan Ersa itu membuat kedua alisnya saling bertaut. Sepertinya, Sadam berpura-pura tidak mengenali Ersa. Bahkan, Ersa belum sempat tersenyum ke arah lelaki itu. Ersa mendesah. Wajar saja dia begitu, dia atasannya sekarang.

"Oh, begitu," gumam Ersa. "Jadi, dia menjaga wibawanya."

"Ada apa? Kamu kenal?" seseorang berdiri di samping Ersa, Rian, rekan kerja satu divisi dengannya.

Ersa mengibaskan tangan kanannya, kemudian terkekeh. "Mana mungkin?"

Rian menatap Ersa dengan tatapan curiga. Lalu, Ersa menaikkan kedua bahunya, dan berjalan meninggalkan Rian. Perempuan itu berjalan ke arah meja kerjanya dan duduk di sana.

Sesampainya di meja, Ersa diam. Dia memikirkan mengenai bos barunya itu. Setelah bertahun-tahun berpisah, kemudian bertemu kembali, berpisah lagi, dan kini mereka justru satu kantor. Memangnya, Tuhan sedang bercanda padanya?

Ersa mendesah. Lalu, dia menoleh ke sisi lain. Ruang kepala marketing tepat berada di sisi mejanya. Sebuah ruangan dengan kaca tembus pandang. Walaupun antara meja dan ruangan tersebut berjarak dua meter, tetap saja orang yang berada di ruangan itu bisa melihat ke arahnya dengan jelas kalau dinding kaca itu tidak ditutup.

Dengan kata lain, Sadam yang akan duduk di meja kerjanya, bisa melihat Ersa kapanpun dia mau.

Perempuan itu menggeleng dengan keras. Bisa-bisanya dia berpikir bahwa Sadam akan mencuri pandang ke arahnya? Bahkan, tadi saja Sadam bersikap tak acuh kepadanya dan berpura-pura tidak mengenalnya?

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang