BAB 5:Segelas Es Teh Manis

2K 297 10
                                    


Ersa menyalakan ponselnya ketika dia sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Pagi itu dia sarapan sepotong roti tawar dengan yogurt dan buah stroberi. Begitu ponselnya menyala, Ersa mengambil totebag dan bergerak ke arah pintu apartemen. Perempuan itu membuka pintu itu dan keluar dengan cepat.

Seperti biasa, Ersa datang ke kantor menggunakan transportasi umum. Dia harus berdesak-desakan dengan pekerja lainnya, lengannya terhimpit, tak jarang hidungnya menghidu aroma sabun dan parfum yang menyengat. Setelah selesai dengan urusan itu, perempuan itu harus menggunakan ojek daring untuk sampai di gedung kantornya.

Sebelum naik ke kantor, Ersa mampir ke kedai kopi dan memesan latte panas, lalu membawanya ke lobi gedung, hingga akhirnya dia masuk lift.

Keluar lift, Ersa berjalan cepat menuju ruangannya. Sebelum masuk, dia melakukan check log terlebih dahulu. Dia tersenyum pada Yukio yang hari itu terlihat cerah seperti biasa. Perempuan itu mengenakan kemeja kuning dan rok putih, poninya bergerak-gerak ketika dia menggoyangkan tangan ke arah Ersa.

"Pagi ..." sapa Yukio.

"Pagi, Kio," balas Ersa. "Nggak kerja di luar hari ini?" Ersa meletakkan tasnya ke atas meja, lalu menyusul kopinya.

Yukio melirik jam tangannya. "Mau bertemu Pak Sadam dulu," jawabnya.

Ersa mengangguk, Yukio berlalu entah ke mana.

Tak lama kemudian, Yukio kembali, tiba-tiba saja perempuan itu sudah berdiri di samping Ersa. Dia menundukkan kepalanya, lalu bicara dengan suara kecil di telinga Ersa.

"Kemarin ngobrol apa sama Pak Sadam?"

Ersa menoleh, lalu dia menggeleng. "Nggak ngobrol apa-apa." Dia berkata jujur. Mereka tidak membicarakan apa-apa. Sadam hanya membawanya ke basement, lalu mereka berpisah. Mengingat hal itu membuat hati Ersa dongkol.

Yukio mengangguk. Dia mengerti bahwa Ersa tidak ingin membicarakan hal itu lebih jauh. Memang, terkadang rasa penasaran Yukio sangat tinggi. Dia juga sedikit cerewet. Sangat sesuai dengan pekerjaannya saat ini.

Ersa kembali menghadap komputernya. Dia menyalakan benda tersebut, mengambil berkas yang ada di laci. Lalu, perempuan itu mengambil pulpen yang ada di sisi kanannya. Entah kenapa, tiba-tiba tangannya jadi licin dan membuat pulpen itu terjatuh sedikit jauh darinya. Ersa mendesah, dia hendak memungut pulpen itu, tetapi seseorang sudah mendahuluinya.

Sadam berdiri di sisi Ersa. Dia meletakkan pulpen itu ke atas meja kerja perempuan itu. Lelaki itu terlihat rapi dengan kemeja berwarna abu-abu dan celana kain berwarna hitam yang disetrika dengan licin. Aroma parfum dan aroma sabun dari tubuh Sadam tercium oleh hidung Ersa.

"Sudah baca pesan saya semalam?" tanya Sadam.

"Sudah, Pak."

Sadam mengangguk, kemudian pergi dari sisi Ersa. Lelaki itu berjalan ke arah ruang kerjanya, kemudian menaikkan tirai di ruangan itu. Tanpa sadar, sejak tadi Ersa mengikuti pergerakkan Sadam. Lelaki itu melihat ke arahnya dan mengangkat kedua alisnya. Dengan terburu-buru Ersa mengalihkan pandangannya.

Pagi itu Ersa sudah membuat kesalahan. Lagi-lagi, dia mengutuk dirinya sendiri.

Tak lama kemudian Yukio berjalan ke arah ruangan Sadam, masuk ke sana.

***

Menjelang jam makan siang, Sadam terlihat keluar dari kantor. Lelaki itu berjalan melewati Ersa begitu saja. Lalu, Ersa mendapatkan pesan dari Sadam.

Saya tunggu di kafe depan.

Ersa membaca pesan itu dengan jantung berdebar. Dia seperti sedang berselingkuh dengan Sadam. Gila. Bisa-bisanya jantung Ersa tidak bisa dikondisikan seperti ini? Kenapa juga dia tegang menghadapi Sadam?

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang