BAB 11:

1.4K 220 10
                                    


Sejauh Ersa mengenal Elsa, sepupunya itu memang sering berulah.

Elsa memiliki dua kakak kandung laki-laki dan satu adik laki-laki. Dalam keluarganya, Elsa satu-satunya perempuan. Ibunya sudah meninggal ketika adik laki-lakinya berusia lima tahun. Sebagai anak perempuan satu-satunya dalam keluarga, Elsa mendapatkan kasih sayang penuh.

Namun, ternyata itu tidak cukup bagi Elsa. Terutama ketika ayahnya memutuskan untuk menikah lagi. Dia semakin berulah.

Menjelang kelulusan, Elsa ketahuan sedang tidur dengan laki-laki di rumahnya. Kakaknya paling tua yang mengetahui itu.

Ersa mengetahui hal itu ketika Elsa datang ke rumahnya, menangis karena dimarahi. Saat itu, Ersa sudah lulus SMA dan akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebagai saudara, Ersa hanya menangkan Elsa. Dia tidak tahu harus berkata apalagi. Sebab, memang sejak awal dunia Ersa dan Elsa berbeda meskipun nama mereka nyaris sama.

Kini, ketika mendengar kalimat Sadam mengenai Elsa. Tanpa laki-laki itu jelaskan, dia sudah mengerti.

Ersa ingin sekali menghubungi Elsa dan memarahi sepupunya itu dengan kata-kata kasar. Akan tetapi, sampai saat ini sepertinya Sadam tidak cerita apa-apa mengenai mereka yang satu kantor. Ersa pun sudah memutuskan untuk membuang kehidupan pribadinya dengan Sadam.

Namun, jika seperti ini terus menerus, apakah dia bisa?

Ersa mendesah.

Saat ini dia sedang di apartemen. Perempuan itu merebahkan diri di atas ranjang dengan tanktop dan celana pendek. Pada sisi kanan kamarnya terdapat jendela cukup besar yang membawa cahaya matahari masuk. Ersa sengaja membuka jendela itu lebar-lebar agar tubuhnya terkena sinar matahari.

Hari minggu yang selalu dirindukan.

Perempuan itu mengecek ponselnya. Ada pesan dari Rendra. Sejak pertemuan tak sengaja mereka, Rendra jadi rajin mengirim pesan padanya. Ersa membalas pesan itu apa adanya. Seringnya, pesan-pesan yang menurutnya tidak perlu jawaban, tidak dibalas oleh Ersa.

Kamu lagi apa libur begini?

Ersa membalas pesan tersebut.

Masih rebahan.

Dia menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya. Ersa berpikir sejenak, apa Rendra tidak keluar dengan kekasihnya? Saat ini sudah pukul sebelas siang. Ersa sudah membuka matanya sejak dua jam lalu, tetapi dia belum ada niatan untuk ke kamar mandi dan membersihkan diri.

Setelah membalas pesan Rendra, pesan lain masuk ke ponselnya. Pesan itu datang dari Yohan, temannya.

Yohan merupakan psikolog anak, orang yang dikenalkan Ersa pada Sadam.

Teman lo datang, kemarin sore.

Ersa mengubah posisinya menjadi duduk. Dia sibuk membalas pesan Yohan.

Bagaimana?

Yohan membalas.

Aku nggak bisa cerita banyak. Lagi pula, anaknya masih diam saja.

Dia belum berani cerita. Itu saja hal yang bisa kukatakan.

Ersa mendesah. Tentu saja Yohan tidak akan cerita mengenai pasiennya.

***

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ersa akan melakukan perjalanan bisnis.

Kali ini, dia akan pergi bersama Sadam dan Yukio. Dia bersyukur karena tidak hanya berdua dengan Sadam. Ersa pasti merasa canggung apabila harus berdua saja dengan atasannya itu.

Mereka akan melakukan perjalanan ke Bali selama tiga hari. Ada banyak hal yang harus diurus, terutama oleh Sadam. Ersa sendiri bergerak di bidang marketing online sedangkan Yukio sebaliknya. Kedua perempuan itu memiliki tugas masing-masing.

Demi kelancaran acara kantor, mereka harus menjalin relasi dengan perusahaan lain ataupun sponsor.

Siang itu, mereka satu meja ketika makan siang. Tak hanya ada Yukio, Sadam dan Ersa saja, pun ada Mega, Rai, dan Mailo. Seakan-akan, mereka sedang mengadakan rapat.

Setelah makan siang yang riuh itu, Yukio dan Ersa kembali ke kantor paling terakhir dari teman lainnya. Lalu, di belakang mereka Sadam menyusul. Ketika di depan lift, Yukio menepuk dahinya.

"Aku lupa," katanya. "Tadi gojek makanan."

"Hah?" sahut Ersa.

"Bentar, ya," ucap Yukio. Dia berpamitan pada Ersa dan Sadam. Begitu lift terbuka, Sadam dan Ersa masuk. Di dalam lift ada seorang laki-laki yang tidak mereka kenal. Begitu mereka masuk, pintu lift tertutup.

Keadaan menjadi sedikit canggung. Ersa berpura-pura mengecek ponselnya. Lalu, Sadam menoleh ke arahnya.

"Terima kasih atas rekomendasinya," kata Sadam. "Aku sudah membawa Salsa ke sana."

"Hah? Oh, iya," sahut Ersa sedikit terkejut. Dia segera mengantongi ponselnya. "Bagaimana dengan Salsa?"

"Hmm?"

"Ketika kau di Bali. Bagaimana dengan Salsa?" tanya Ersa lagi. Gadis kecil itu akan sendirian tanpa ayahnya. Ersa ingin tahu bagaimana Sadam menangani hal itu.

"Masih kupikirkan," sahut Sadam. Dia memasukkan satu tangannya ke saku celana. "Kamu ada rekomendasi?" tanya Sadam lagi.

Ersa tidak langsung menjawab. Dia sedang berpikir apa yang bisa dikatakannya pada Sadam. Lalu, Ersa menggeleng.

"Maaf, Pak. Saya juga tidak tahu."

Sadam mengangguk. Dia mengerti. "Nanti aku cari di internet saja."

Kali ini, Ersa yang mengangguk.

Begitu sampai di ruang kantor, Ersa membuka komputer jinjingnya. Dia mencari informasi mengenai pengasuh anak paruh waktu. Dia sibuk melakukan itu selama kurang lebih sepuluh menit, lalu dia tertegun. Ersa merasa kasihan dengan Salsa. Anak sekecil itu harus dititipkan pada orang yang tak dikenalnya dengan baik. Lalu, bagaimana kalau pengasuh paruh waktu itu tidak baik pada Salsa?

Ersa mendesah. Tampaknya, dia terlalu berpikir macam-macam untuk sesuatu hal yang tidak semestinya dipikirkannya. Maka, Ersa kembali fokus mengenai pekerjaannya.

Perjalanan bisnis yang akan dia lakukan akan berlangsung satu minggu lagi, persiapan yang harus dilakukannya cukup banyak. Bukan mengenai pakaian selama di sana atau kebutuhan lainnya. Namun, mengenai apa saja yang harus disiapkannya untuk bertemu klien dan materi apa saja yang akan mereka suguhkan.

Dua tepukan pelan mendarat di bahu Ersa. Dia menoleh. Lalu, Ersa mendapati Yukio berada di sisinya. Perempuan itu menaruh satu roti tangkup di atas meja Ersa.

"Camilan," katanya.

"Ah, makasih, Kio," sahut Ersa. Lalu, Yukio berjalan ke bilik-bilik lain untuk mengantarkan roti tangkup itu.

Dilihatnya, Yukio juga mengantarkan roti itu ke ruangan Sadam. Ersa mulai menggigit roti tangkupnya. Dia lupa bahwa belum ada satu jam lalu dia sudah makan siang, kini dia mulai makan roti tangkup itu dengan lahap. Bekerja di perkantoran memang seperti ini, seringkali teman-temannya membawa makanan atau membeli makanan untuk orang satu kantor. Terkadang, mereka membeli makanan karena berulang tahun atau baru mendapat rezeki lain. Terkadang, tidak ada alasan khusus.

Ersa berpikir bahwa membantu Sadam adalah bentuk kemanusiaan. Namun, dia merasa kepeduliannya terhadap Sadam karena Salsa. Perempuan itu kembali membuka browser, lalu mengetik beberapa kata kunci, mengklik beberapa tautan, lalu mengecek testimoni. Begitu selesai, dia menuliskannya pada lembar kerja word dan menyimpannya.

Detik berikutnya, Ersa mengirimkan berkas tersebut pada Sadam.

Dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa perbuatannya ini bentuk kepeduliannya pada Salsa, bukan Sadam.

***

Life After YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang