8. Para Mahasiswa

277 27 2
                                    

Kalau dihitung aku sudah tepat satu minggu di Korea, dan setelah aku pikir-pikir belum ada hal menarik yang terjadi selama aku di Korea. Mungkin aku harus menerima ajakan Hanyoung, kemarin. Dia mengajakku menonton Music Bank, salah satu program musik di korea dan melihat salah satu grup Favoritnya, namanya memang familiar tapi sampai sekarang aku sulit menyebutnya.

Setelah mengeringkan rambut dan memakai seragam aku menuju meja belajar untuk mengambil tas yang menggantung tak jauh dari meja belajar, dan bertapa terkejutnya aku melihat kartu ATM dan sebuah ponsel berada disana. Aku tahu ini pasti dari Ibu tapi aku tidak melihat satu surat pun disana, apa Ibu sudah pulang? Sepertinya aku harus segera turun kebawah.

Tapi tunggu, ada panggilan masuk.

“Ha.. halo” ucapku ragu, ternyata ponsel baru ini sudah berfungsi dengan baik.

“Ana, ini Momy” terdengar suaranya yang ramah. Aku bohong jika aku bilang tidak merindukan suara itu.

“Aku tahu” jawabku, sekarang aku baru ingat ucapan Ayah yang akan bicara dengan Ibu tentang apa yang aku katakan kemarin. Mungkin sekarang Ibu ingin menyuruhku merapihkan semua barang-barangku lalu membeli tiket pesawat dan ponsel ini untuk kenang-kenangan.

Ibu tidak kunjung bersuara, aku merasa pembicaraan ini akan menjadi sangat kaku, jadi aku berjalan kearah jendela untuk menenangkan detak jantungku sebentar.

“sudah terima ATM dariku?” akhirnya ia memulai pembicaraan.

“eemm” gumamku mengiyakan.

“Sepertinya aku agak lama disini, ada hal penting yang harus kami urus jadi aku sudah mengisi uang jajanmu didalamnya” jelasnya, sebenarnya aku tidak tertarik dengan ponsel dan ATM ini, aku hanya ingin mendengar hal penting saja bukan basa-basi.

“oke, thanks. Apakah ada yang ingin diberitahukan lagi? aku harus segera berangkat ke sekolah dan tidak bisa mendegar hal yang tidak penting sekarang” kasar memang, tapi jantungku berdegup kencang berharap Ibu mengatakan apa yang ingin aku dengar atau setidaknya memberitahku apa yang Ayah katakan.

“Ana” panggilnya lembut. Andai ia memanggilku seperti itu saat aku kecil, atau saat dia meninggalkan aku dan Ayah setidaknya ada hal yang dapat aku kenang kembali.

“Mark sudah memberitahuku semuanya, tapi bolehkah aku meminta padamu?” Entah mengapa aku jadi sangat takut jika Ibu memintaku kembali ke San Francisco tapi aku lebih takut lagi jika Ibu menginginkanku tinggal.

“Tinggalah lebih lama, aku ingin menebus semua kesalahanku, menebus semua waktu antar kau dan aku yang telah hilang, I Beg you Ana, as a mother… jadilah anakku untuk saat ini, aku janji setelah pulang dari Jepang aku tidak akan pergi kemanapun dan kita akan menghabiskan waktu bersama, oke?”

Aku tidak bisa bersuara sekarang, tenggorokanku seperti mengering, tiba-tiba aku merasa sedikit haru dan mencoba mengulang kalimat yang Ibu ucapkan tadi dikepalaku. Meski tidak seperti yang ku bayangkan tapi itu cukup membuatku memiliki alasan untuk tinggal, dan yang paling penting adalah ketika aku menikmati waktu bersama Ibu.

“Oke” balasku singkat dengan suara yang agak parau.

“Terima kasih sayang, aku akan telpon lagi nanti, jangan me-nonaktifkan ponselmu, Ne?, I Love You” sambungannya terputus.

“I Miss You…, Mom”

-

Lima belas menit sebelum bunyi bel Sekolah dan koridor sudah terlihat sepi, agak aneh memang. Apa hari ini akan ada ujian mendadak jadi semua siswa memilih duduk di kelas dan belajar? Ahmolla biarkan saja.

Anabelle & The Golden Compass Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang