Gadis itu ketakutan, matanya mulai memerah. Aku memegang ujung pulpen dengan sangat erat.
"Jangan biarkan" ia mulai bersuara. "Jangan biarkan mereka menguasaimu, mereka merasukimu Ana, khh" Hana terbatuk dan mencoba menarik napas.
Air mataku mengalir, aku merasakan kesedihan yang tidak bisa aku gambarakan. Aku siap dengan segala konsekuensi. Keluargaku sudah melupakanku, aku sudah tidak memiliki siapa-siapa. Apakah ada perbedaannya jika aku mati hari ini atau besok?
Aku melepaskan tanganku dari leher Hana. Dan mencoba menusuk diriku sendiri. Hana mencegahnya dan menahan tanganku. Aku mencobanya lagi dan lagi, aku hanya ingin jantungku berhenti berdetak. Aku hanya ingin menusukkannya ke dadaku. Hana terus berteriak mencoba menyadarkanku yang sudah tak ingin hidup ini. Akankah ini berakhir seperti ini?
Tiba-tiba aku merasakan dorongan yang kuat, seperti angin yang berhembus kencang. Aku terjungkal kebelakang rasanya tubuhku lemas. Tubuhku mengayun dan terjatuh ke lantai. Aku hanya bisa mendengar suara napasku, dan pandanganku buram. Sesosok wanita terlihat, mengusap pipiku lembut. Suaranya tak kalah lembut membuatku berpikir, apakah aku melihat peri yang Luhan ceritakan padaku? Atau aku hanya melihat malaikat yang akan mencabut nyawaku?
Mataku mulai melihat dengan jelas. Sesuatu mengangkat tubuhku, membaringkanku ditempat tidur. Seseorang meraih golden compass disakuku dan meletakkannya di meja tak jauh dariku. Sesosok wanita itu mengusap lembut tanganku, suaranya lirih nan lembut mencoba menyadarkanku.
Aku telah sadar, aku terbangun dengan mata terbuka lebar. Wanita dengan kulit putih dan rambut hitam gelombang terurai sangat indah, memandangku sambil tersenyum. Disampingnya ada gadis yang aku kenal, yang sebelumnya aku berencana untuk membunuhnya. Aku menatap mereka bingung.
Keduanya seperti menatapku iba. Sang wanita menepuk bahu Hana, "tolong ambilkan Ibu air putih hangat" Hana beranjak pergi dan meninggalkanku dengan wanita asing ini. Aku tidak berhenti menatapnya dan ia tersenyum.
"Siapa, kau siapa?" harusnya aku merasa terancam, tapi tidak. Aku hanya perlu tahu ia siapa dan aku sudah cukup nyaman berbaring disini. Hana kembali sambil membawa segelas air. Rambutnya berantakan, mukanya masih pucat, tangannya sedikit gemetar. Terlihat saat ia memberikan gelas itu.
"Gomawo" Ucap wanita itu ramah. Pandangannya kemudia beralih kepadaku. "Minumlah sedikit, pikiranmu akan tenang"
Apa aku bisa percaya padanya? aku bahkan tidak lagi bisa percaya pada Taemin. Meski aku ragu semua emosiku berasal dari kekuatannya yang memepengaruhiku atau dari golden compass yang aku bawa sepanjang waktu. Aku tidak bisa percaya siapapun tapi aku tetap mendengarkan apa yang orang lain katakan. Sepanjang hidupku, aku lebih baik menderita disekolah lamaku, membatu Ayahku dibengkelnya. Menjadi olok-olok gadis yang menyukai sabahatku. Aku tidak tahu keadaanku akan seperti ini sesampainya di Korea. Aku menyesal tidak pernah mensyukuri apa yang aku miliki.
Aku menegguk air pemberian wanita asing itu, air mataku tak sanggup ku bendung. Aku hanya berharap air itu berisikan racun untuk segera membunuhku.
"Aku tahu apa yang kau rasakan" wanita itu mulai bicara tepat setelah aku meneguk air itu. "tapi kami tidak bisa membiarkanmu mati begitu saja. Maafkan kami yang mengorbankan dirimu. Pengorbananmu membuat kaum kami memiliki harapan, aku tidak berharap kau mengerti tapi kau adalah sumber harapan kami" wanita itu memandangku lembut. Pandangan itu hanya milik kaum yang selalu dekaf denganku, aku sudah bisa membedakan mereka jadi aku tahu dengan siapa aku berhadapan.
Aku mengembalikan gelas yang telah kuseruput airnya. Tidak terjadi efek apapun. Aku hanya sedikit tenang.
"kau penyihir?" tebakku. Wanita itu mengangguk. Hana terlihat terus menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anabelle & The Golden Compass
FanficCerita ini adalah cerita tentang seorang gadis yang berjuang melawan orang-orang yang ingin membunuhnya cerita selanjutnya bisa baca di bagian sinopsis. Sebenarnya cerita ini adalah bagian pertama dari trilogy Anabelle yaitu the golden compass. Plis...