20. Mengumpulkan Rahasia

124 11 1
                                    

Aku meremas jari-jariku sendiri membuatnya menjadi tampak keputihan. Sejak kami kembali ke Heks Verden aku hanya diam dan duduk di sofa tidak berbuat apapun. Aku bukannya takut dengan apa yang akan terjadi besok, tapi takut aku tidak bisa mempercayai siapa pun lagi. Bayangan Taemin yang terduduk memanggil namaku terus terbayang.

"Ana" sentuhan hangat menyentuh bahuku. Aku menoleh dan mendapati Bibi Younji yang duduk disebelahku "kau harus istirahat, aku sudah siapkan kamar untukmu" ucapnya lembut.

"Ahjuma, aku harus kembali ke rumah, ada adikku di rumah aku takut terjadi sesuatu padanya" aku menyentuh tangannya memohon. Younji Ahjuma hanya diam mendunduk kemudian Lu Han, Kangta dan Victoria ikut duduk di ruang tengah. Mereka menatapku dengan pandangan yang berbeda.

"Saat ini kau tidak bisa kembali Ana" Lu Han memandangku dengan sungkan "maaf" ucapnya.

"Ada beberapa penyihir penjaga berada di rumahmu dan memastikan semuanya aman" kini Victoria yang menjelaskan. Kalau begitu aku sedikit lega, aku tidak bisa membiarkan Juno bertemu dengan Taemin untuk sementara ini.

"Hanya saja.." Victoria kembali bersuara tapi terlihat ragu mengatakannya dan melemparkan pandangannya pada Lu Han dan Kangta.

"Kenapa eonnie?" Desakku.

"Beberapa Imortal akan tetap datang ke rumahmu" aku membelalakan mataku dan berdiri dengan cepat ketika Victoria melanjutkan.

"Apa?" Seruku "kalian membiarkan mereka masuk ke dalam rumahku? Aku tidak akan membiarkannya" aku bergegas pergi tapi Lu Han langsung menarik tanganku.

"Ana, kau tidak bisa pergi sekarang" cegahnya aku tetap memberontak dan mencoba melepaskan tangan Lu Han yang kini menahan bahuku "ini semua harus dilakukan" lanjutnya. Apa yang harus mereka lakukan? Satu satunya yang aku tahu anak Imortal itu hanya untuk mencelakakan orang dan kami harus mencegahnya.

"Lepaskan aku!" Seruku lagi tapi Lu Han tidak kunjung melepaskan tanganya. Sekarang Kangta bangkit dan berdiri dihadapanku, aku melihat matanya dan aku merasa mataku sangat perih seperti orang yang menahan kantuk, tidak lama kemudian mataku tertutup rapat dan akhirnya aku tidak memiliki kekuatan selain bernapas.

-

Aku bermimpi duduk dipangkuan Ayahku. Ia sedang bercerita tentang negara-negara yang pernah dikunjunginya, lalu ia bercerita bahwa ia mempercayai sihir. Tiba-tiba Ibuku datang dari dalam rumah dan menarikku kasar, Ibu berteriak pada Ayah dan memakinya. Aku menutup telingaku rapat lalu meringkup bersama boneka beruang yang sering menemaniku tidur. Tidak lama kemudian sesuatu menghantam mereka, sebuah cahaya besar yang membuat mereka terpental kemudian beberapa orang datang dengan jubah yang panjang dan mencabik tubuh Ayah dan Ibuku.

Aku terbangun.

Pertama kali yang ku lihat saat aku membuka mata adalah sebuah gaun hitam yang menjulang sampai kelantai, digantung disebuah pintu lemari yang besar. Aku menoleh kearah lain, hanya ada lampu-lampu berwarna orange dan wangi buku yang lapuk, ruangan ini masih sedikit gelap karena tidak terdapat jendela. This is not my room.

Bunyi cangkir dan sendok mengaggetkanku. Aku menoleh kebelakang dan mendapati Lu Han berdiri membelakangiku, tangannya sedang memutar sendok, mengaduk air didalam cangkir. Aku tidak memanggilnya dan hanya memandangnya dalam diam. Ia meletakan sendoknya dan terlihat sekali bahunya yang naik turun seperti menarik napas panjang, lalu menoleh.

"Sudah bangun?" Senyuman hangat itu ikut menyapaku. Aku tidak menjawab, aku hanya berpikir bagaimana aku mempercayai orang-orang disekitarku, dan dalam hati aku mulai mencatat orang-orang yang harus aku percayai. Aku akan mulai dari hari ini, dengan pria yang sudah duduk dihadapanku ini.

Anabelle & The Golden Compass Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang