3. Awal yang Baik

468 24 1
                                    

Aku membuka mataku dengan cepat dan segera pula aku mengakat setengah badanku yang mulanya terlungkup. Aku mengedarkan pandangan dan berakhir pada jam weker yang sedang menunjukan pukul tujuh malam. Ternyata aku sudah tidur cukup lama, dapat  aku pastikan mataku akan terus terjaga sampai lewat waktu tengah malam. Aku kembali membanting tubuhku dan membaringkannya membuatku dapat melihat langit kamar yang putih dan bersih, disetiap pinggir langit-langit kamar dimana ujungnya menyentuh dinding terdapat ukiran indah disana menandakan kalau rumah ini memang dibangun dengan rancangan yang bagus dan mahal.

Tapi tetap saja tidak membuatku merasa nyaman tinggal dirumah ini. Tiba-tiba aku teringat sesuatu dan kuarahkan mataku pada ujung tempat tidur dimana brosur-brosur sekolah berserakan. Tadinya aku ingin memberitahu Ibu kalau aku tidak ingin sekolah disemua tempat itu tapi aku malah tertidur, dan satu lagi siapa yang menyalakan AC kamar? Membuat tidurku jadi sangat lelap.

Aku mendudukkan tubuhku dan segera beranjak menuju pintu kamar. Pintunya kubuka perlahan, lampu-lampu kecil berwarna kuning terang menyambutku dari luar, aku menoleh ke kanan dan ke kiri tapi tak satu pun orang ku temui jadi aku memutuskan menutup pintu dan berjalan keluar kamar, tak lupa aku membawa brosur-brosur yang penuh dengan gambar gedung-gedung sekolah itu. Padahal tadi siang aku dapat melihat semua pelayan beralalu lalang seolah ada jalan tol yang tak terlihat dirumah ini. Tapi sekarang, tak satu pun makhluk dapat ku temui.

Aku mulai menuruni tangga masih sambil mencari-cari orang yang mungkin bisa ku temui. Sebenarnya rumah ini tidak terlalu besar, hanya saja karena sekarang tidak banyak pelayan yang lewat jadi terlihat sangat luas.

“Mom?!” panggilku memastikan.

“Paman Teo Joong?” suaraku seperti bergema, sungguh aku lebih suka rumahku yang dulu. Sekarang aku menuju ruangan yang lebih terang, ternyata ada TV yang menyala disana. Dilayarnya menampilkan permainan laga dengan dua orang coboy yang sedang bertarung, tapi siapa yang sedang bermain? Aku mencoba tidak mengeluarkan suara dan berjalan mendekat, ternyata ada Juno disana. Kepalanya tertutup tubuh sofa yang besar.

“khem” aku mencoba menyadarkannya bahwa aku baru saja datang, tapi ternyata dia tidak merespon sama sekali. Dia masih asik bermain Play station tanpa berkedip.

“kau tahu dimana Mom?” aku mengangkat alis sambil menunggunya membalas pertanyaanku. Tak lama kemudian aku dapat melihat gambar dilayar TV itu berhenti dengan tulisan Pause di tengahnya. Aku kembali menatap Juno yang ternyata sudah melirikku sinis, tidak sopan! Anak sekecil ini berani menatapku dengan tatapan seperti itu. Aku melipat tangan berusaha sabar menunggu jawabannya, tapi dia malah kembali memandang lurus kedepan dan kembali sibuk bermain.

“aku bicara padamu” jelasku, aku menatapnya tak percaya karena ia sama sekali tak mengeluarkan suaranya. “lalu dimana pelayannya?” lanjutku bertanya berharap dia mau lebih berbaik hati padaku. Tapi anak itu malah membuat kepalaku pening, dia seperti tak menganggapku, astaga dia mirip sekali dengan Teo Joong. Aku segera pergi keluar ruangan itu dengan wajah kesal, tak jauh dari sana aku melihat sofa kuning yang berhadapan dengan piano besar dan aku hempaskan tubuhku di sofa itu, kejadian tadi membuatku tak henti mengelus dada.

Aku segera mengalihkan pikiranku dan menatap brosur-brosur itu lagi, kemudian ku angkat satu kakiku. Badanku menegak karena merasa ada benda di saku celanaku, jadi aku segera mengambilnya dan  ternyata itu ponsel layar hitam putihku. Aku mencoba menekan salah satu tombol, dua tombol, tiga tombol dan ponsel itu tidak kunjung menyala. Batrainya habis, sudah ku duga ponsel keluaran amerika tahun 90an itu harusnya sudah jadi barang rongsokan sejak lama, tapi aku masih mempertahankannya karena kalau aku menginginkan yang baru aku harus kembali kerja part time di café milik Nyonya Ernee selama tiga bulan dan aku baru bisa mendapat ponsel baru. Itu pun aku masih harus menawar untuk untuk dapat layar ponsel yang lebih bagus.

Anabelle & The Golden Compass Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang