18. Perbedaan

112 13 0
                                    

Saat itu aku hanya melihat cahaya bulan yang menyusup ke dalam gang kecil itu. Aku masih terdiam, merasa terkejut dan takut sekaligus. Tanganku diam kaku menggangtung membiarkan seorang pria yang memeluku dengan semaunya. Aku sempat berpikir kenapa pria ini menolongku saat aku merasa bahwa sebentar lagi kita benar-benar akan menjadi musuh, tapi sebelum aku berpikiran lebih jauh lagi aku terhuyung hampir jatuh karena dorongan tangannya. Hal baik yang aku pikirkan tentangnya kembali hilang bersaman dengan wajah menyebalkannya yang kembali datang. Matanya yang tajam sempat menatapku seolah menyadarkanku kalau ia bukan seorang pahlawan yang sengaja datang karena teriakan minta tolong. Tapi hanya orang biasa yang kebetulan menolong dan mengambil kesempatan.

Sekarang dia mengecek ponsel ditangannya dengan wajah marah. Itu ponselku. Bagaimana ia mengambilnya dari kantung jaketku? Atau mungkin saat mengeratkan pelukannya tadi? Aku harap wajahku tidak memerah mengingat hal itu. Karena memang tidak seharusnya.

"Lu Han?" Nadanya terlihat meremehkan "orang yang berjanji melindungimu malah membuatmu hampir celaka" lanjutnya kemudian melemparkan ponselnya kearahku. Aku menangkap dengan sigap, bahaya kalau ponsel ini jatuh, aku tidak sanggup mengganti atau membelinya lagi, tidak dengan bantuan ibuku. Sekarang aku menyerangnya balik dengan tatapan tajam. Sejak awal aku tahu dia orang yang sangat menyebalkan.

Dia berjalan melewatiku ketika aku sedang mengecek panggilan masuk yang memang ternyata dari Lu Han. Aku sempat berpikir pria yang menolongku adalah Lu Han, tapi malah kenapa pria ini? Yang selalu menatapku dengan sinis, yang selalu memandang orang lain lebih rendah dari pada dirinya.

Aku berpikir mungkin Lu Han merasakan panggilanku karena aku terus mengingantanya saat aku ketakutan tadi. Wajar ia meneleponku, dan keberadaan Kai membuatku heran kenapa justru ia yang menemukanku. Daerah ini sudah jauh dari pusat kota, aku tidak akan berpikir dunia sempit, karena memang tidak. Kai pasti mengikutiku.

"Kenapa kau ada disini?" Kakinya berhenti melangkah dan aku dapat mendengar hembusan berat napasnya.

"Sesuatu yang aku sesali" dia membalikkan badan "tidak seharusnya aku mengikutimu" ujarnya yang kemudian kembali membalikkan badan dan menuju ke mobilnya.

"Hey, tunggu, mengikutiku? Kau mengikutiku?" Aku berlari kecil untuk menyamakan langkahku dengan langkah panjangnya. Dugaanku benar dia mengikutiku tapi untuk apa? Jika untuk membunuhku seperti printah rajanya kenapa ia harus repot-repot menolongku.

"Sudahku duga kau belum mengetahuinya" entah ini gumaman atau dia mencoba memberitahuku sesuatu, dengan caranya.

"Katakan, apa yang belum aku tahu" aku masih terus menyamakan langkah kakiku dan dia masih berjalan mengacuhkanku. Dengan sedikit langkah panjang aku berusaha meraih tangannya.

"Hey!!" Aku menarik lengan jaketnya dengan tenaga yang aku punya. Aku tahu sebentar lagi aku akan kehabisan tenaga. Semoga suara napasku yang menyedihkan membuatnya sedikit tergerak. Meski aku tahu sebagian dirinya bukan manusia.

Dia menatap tanganku yang menarik mantelnya "masih punya tenaga rupanya?" Lagi-lagi pandangan meremehkan diperlihatkannya. Tapi aku tidak merasa sakit hati, aku memang sudah kehabisan tenaga. Kai hanya menyadarkanku.

"Aku sekarat kau tidak membantuku aku tidak perduli, kau membahayakan sekaligus menyelamatkan hidupku aku juga tidak perduli, tapi beritahu apa yang harus aku tahu" ucapku memohon.

"Baiklah" dia merubah posisinya "Yang aku tahu mungkin doa mu selama ini terkabul, karena terkabulnya doa itu mau tidak mau aku terlibat untuk mengawasimu" Kai melepaskan tanganku dari mantelnya.

"Ini pertama kalinya dari seratus tahun terakhir kedua raja bertemu" Kai kembali menatapku tajam "tanpa perang" tambahnya. Entah dibagian mana dari kata-kata itu yang membuatku merinding.

Anabelle & The Golden Compass Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang