9. Peringatan Kedua

330 25 1
                                    

Aku mengalihkan pandanganku ke pinggir jalan menikmati pancaran sinar matahari yang terpatul di kaca-kaca mobil yang berbaris di jalan. Sebentar lagi musim dingin dan aku akan jarang bertemu dengan sinar matahari yang hangat, lalu akan bertemu dengan angin dingin, hujan yang basah atau salju yang akan membekukan tulang.

Lama aku melamun sampai tidak sadar kalau pandanganku sudah berganti dengan deretan rumah besar dengan pagarnya yang menjulang tinggi. Aku melamun bukan memikirkan tentang pergantian musim, hanya saja aku merasa perjalanan ke rumah begitu sepi. Supir yang kali ini mengantarku ke sekolah tidak aku kenal. Entah berapa banyak supir dirumah, dan entah bagaimana juga jadwal mengantarku ke sekolah selalu tepat waktu walau dengan supir yang berbeda, atau jangan-jangan mereka selalu membawa jadwal agenda seperti Hana dan meletakkannya di buku kecil atau di ponsel mereka.

Baiklah untuk kali ini aku ingin kembali membandingkan kehidupanku yang dulu. Setiap pulang sekolah tidak pernah sesepi ini. Meski aku dan Ayah sama-sama orang yang kaku dan tidak bisa bercanda kami tetap memiliki sedikit humor dengan chemistry humor yang kuat. Apa yang Ayah tertawakan juga pasti aku tertawakan tanpa memberi tahu satu sama lain. Selalu ada obrolan setiap pulang sekolah, atau ketika Ayah sibuk di Bengkel-nya aku akan pulang Bersama Myung Soo dengan berjalan kaki, kadang kami melewati jalan dengan rute yang berbeda, membuat kami memiliki waktu mengobrol yang lama. Ya, begitulah dulu.

Sekarang kami -aku dan supirku- hampir tiba dan kami melewati rumah Taemin. Tunggu, aku melihat seseorang keluar dari rumahnya.

"pelankan mobilnya" titahku mendadak. Supir itu yang tak ku tahu namanya memperlambat dan terlihat heran dengan keinganan mendadakku.

Aku melihat Taemin keluar dari rumahnya, ini pertama kalinya aku melihatnya lagi selama kurang lebih empat hari. "aku turun disini saja," ucapku cepat dan mobil berhenti persis didepan rumah Ibu. Aku turun dengan tergesa takut pria itu sudah kembali masuk ke rumah atau pergi keluar rumah. Dengan sedikit berlari aku menghampiri rumahnya dengan pagar yang sedang terbuka lebar.

Aku melihat punggung Taemin sedang sibuk merapikan sesuatu didalam mobilnya. "Taemin?" panggilku akhirnya. Dia menoleh dan senyuman mulai terpancar di wajahnya, begitu juga aku. Ada rasa senang memang, karena aku mulai akrab dengan tetangga baruku itu dan berharap berteman baik agar aku betah tinggal disini, jadi senang rasanya tidak menerima kabar kalau dia pindah atau sebagainya.

"Hey, sudah memesan tiket?" sapanya dengan gurauan. Aku menghilangkan senyumku dan menatapnya kesal tapi kemudian malah menahan tawaku sendiri. Terakhir kali aku bertemu dengannya ketika aku bilang kalau aku ingin kembali ke San Fransisco.

"Aku tidak pergi" balasku sambil mendekat. Hawanya masih sama, suasana dengan wangi tanaman basah di halaman rumah Taemin yang selalu aku suka. Sekarang ia memasukkan tangannya ke saku celananya sambil melihatku mendekat. Wajahnya sedikit pucat seperti wajah kelelahan, tapi tak membuatku layu untuk menatapnya.

"kenapa? menemukan sesuatu di Korea?" ia sedang menebak? Atau sedang mengejek? Wajahnya terlihat ingin melucu tapi takut salah memilihku sebagai teman melucunya. Aku memang kaku dalam bercanda tapi aku tidak se-mem-bosan-kan itu.

"kalau motor merah tahun 98 bukan 'sesuatu' yang dimaksud" ledekku, aku merapatkan mulutku menahan tawa dan dia melebarkan senyumnya sambil mengangguk. Sekarang aku mulai tidak melihat Taemin yang dulu, dia sedikit berubah sebenarnya. Pakaiannya lebih santai dan tak begitu rapi, rambutnya juga tak begitu tertata. Meski aku lebih menyukai tampilannya yang sekarang tapi tetap saja terasa aneh melihat Taemin yang sedikit kusut. Setidaknya, senang punya teman mengobrol lagi.

"Ah ya, motor itu" ingatnya masih sambil tersenyum. "Aku tidak lupa dengan janjiku, tapi tunggu aku harus mengambil beberapa barang dimobilku" ia kembali memasukan setengah badannya ke dalam mobil dan mengambil barang-barang yang ditutupi kain hitam.

Anabelle & The Golden Compass Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang