15. Teror Malam

107 14 0
                                    

.
.
Happy Reading!
.
.







Malam ini rasanya sedikit berbeda, mereka berempat duduk melingkar dilantai ruangan yang mereka jadikan kamar bersama untuk hari ini. Ditengah-tengah mereka diletakkan dua buah laptop, yaitu milik Jeno dan Jaemin. Kamar juga sudah dikunci sesuai dengan arahan Eric.

Jeno tetap fokus pada laptopnya yang digunakan untuk memantau hal-hal yang direkam melalui kamera kecil yang telah dipasang pada sudut ruangan yang Sunwoo tunjukkan padanya.

Sedangkan Jaemin mengirimkan beberapa e-mail pada teman-temannya guna untuk mencari informasi. Eric dan Sunwoo dihadapan mereka berusaha untuk menyusun rencana yang sempat mereka jelaskan tadi pada yang lainnya dan disetujui.

"Oiya, hampir lupa!" pekik Eric sedikit keras membuat teman-temannya yang tengah terdiam menjadi terkejut.

"Kenapa?!" tanya Jaemin dengan tidak santainya.

"Itu, Rash. Lu harus kirim e-mail ke papa sama bunda lu," kata Eric mengambil alih laptop yang ada didepan Jaemin.

"Kenapa harus e-mail? Kenapa ga whatsapp? Atau line mungkin? Bahkan telegram?" tanya Sunwoo bertubi-tubi. Tangannya meraih laptop yang diserahkan oleh Eric.

Saudara kembar Jeno itu menghela nafasnya panjang, "mereka bakal lebih kaget ketika tiba-tiba anak mereka ngirim e-mail dan mereka pasti langsung periksa isinya. Setidaknya cara itu bakal efisien," balas Eric sambil meraih ponselnya yang tengah dicharger diatas nakas.

"So? Apa yang gue harus buat dan kirim?" tanya Sunwoo sambil mengubah akun yang digunakan untuk login di laptop Jaemin.

"Lu yakin, Ric? Papa sama bundanya Sunwoo bakal secepat itu buat respon? Secara mereka sibuk, bahkan mereka lebih sayang sama lu, kalau gue lihat-lihat, Ric."

Jaemin sedikit terkekeh setelah mengucapkan hal itu. Dia melihat Sunwoo yang berdecih kesal. Padahal itu adalah sebuah kenyataan. Bahkan orang tua Sunwoo memperlakukan Eric lebih baik ketimbang dia yang merupakan anak kandung mereka.

"Kenapa ga lu aja Ric, yang kirim?" tanya Sunwoo menatap Eric yang masih berkutat dengan ponsel ditangannya.

"Mereka orang tua lu, Rash. Seengganya lu kasih mereka kabar untuk terakhir kalinya," ucap Eric memelan ketika mengucapkan dua kata terakhir.

"Maksud lu? Kita mau mati disini gitu?" tanya Jeno yang agak berteriak dan menatap tajam kepada orang yang ada dihadapannya itu.

Eric tertawa keras, "lu percaya kita mati secepat itu? Ingat, kita ada Arashya," balas Eric yang membuat ketiganya mendengus sebal dan kembali fokus pada kegiatan awal serta Jaemin yang membantu Jeno untuk menyambungkan kamera kecilnya ke laptop.

"Apa yang harus gue kirim?" tanya Sunwoo lagi.

"Kita ga tahu keadaan setelah ini bakal kaya apa dan gimana, jadi ada baiknya kita kirim e-mail ini dulu. Gue ga yakin kita cuma liburan dua hari setelah itu balik dengan kondisi yang baik-baik aja," ucap Eric sambil merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan sebuah lipatan kertas dari sana.

Sunwoo mengernyit bingung menatap Eric, "jadi gimana?"

"Lu harus ketik dan kirim ini, Rash. Tinggal lu salin doang itu," jelas Eric dan kini merebahkan dirinya di lantai.

"Dingin itu. Diatas aja tidur, Dik!" suruh Jeno yang masih fokus memandangi laptopnya.

"Satu tidur, semua tidurlah. Biar adil gitu," ucap Eric sedikit menguap.

Saranjana: The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang