17. Liburan Yang Sesungguhnya

107 16 1
                                    

.
.
Happy Reading!
.
.









Sesuai dengan yang dikatakan tadi, saat ini mereka telah menuntaskan acara membersihkan diri. Keempat pemuda itu sedang mengemas barang-barangnya kembali. Mereka berencana untuk membawa ransel untuk berkeliling nanti, sebagai antisipasi jika terjadi sesuatu yang bersifat mendadak dan mendesak.

Kini mereka sudah keluar dari villa. Si pemilik villa juga telah mengunci pintu utama, tak lupa juga dengan meninggalkan sebuah lipatan surat diatas nakas dalam ruangan yang sebelumnga mereka tempati.

“Jadi? Sekarang rencana kita apa?” tanya Jaemin sambil membenarkan posisi ransel dipunggungnya. Jeno dan Sunwoo menggedikkan bahunya tanda tak tahu, serta beralih menatap Eric.

“Ikuti aja permainannya, sekarang kita keliling dulu,” jawab Eric seadanya lalu memimpin teman-temannya itu.

Mereka akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju pantai yang letaknya tak jauh disana. Jaemin benar-benar dibuat takjub ketika melihat keindahan pantai tersebut, sangat persis seperti yang sebelumnya dia lihat di internet. Sunwoo berlari-lari kecil menikmati udara pagi diatas pasir putih. Sedangkan Eric dan Jeno sangat gembira melihat birunya air laut dan bau air asin yang menyeruak.

“Lebih baik bau air asin daripada bau darah,” gumam Jeno pelan yang hampir tidak terdengar.

“Kapan lagi ya kita bisa jalan-jalan ke pantai kaya gini, tanpa beban.” Jaemin berangan-angan sambil berjongkok memainkan pasir putih yang menghiasi tepi pantai itu. Pantai Dreams namanya.

“Apa?! Tanpa beban lu bilang?” tanya Sunwoo nyolot.

“Dih, santai kali. Nyolot banget ini si Arkana,” balas Jaemin memasang wajah julidnya.

“Lu pasti ga tahu ya, Na?” tanya Eric yang tertawa kecil melihat sebuah pertengkaran dadakan itu.

“Tahu apa?” tanya Jaemin menoleh.

“Tahu tempe, Na,” jawab Jeno yang sekarang mengambil posisi duduk diatas pasir.

“Lu pilih diam atau gue tenggelamkan?!” Jaemin menatap sinis pada Jeno yang duduk tak jauh dari dirinya itu. Namun, yang ditatap malah memperlihatkan senyum konyolnya.

“Ck, ada-ada aja. Lu ga tahu? Si Arashya ini paling ga suka dipanggil Arkana, entah kenapa dah.” Eric melanjutkan tawanya sembari melirik Sunwoo yang menunjukkan wajah kesalnya itu.

“Nama itu berkah dan berkat dari orang tua lu, jangan gitu.” Jeno sekarang tengah mengeluarkan ponselnya untuk mengabadikan momen-momen bersama mereka saat liburan semester kali ini.

“Ya gue paham, tapi kan bisa panggil minimal Sunwoo, lah. Atau Arashya, kan bisa?” Sunwoo memutar matanya malas dan beralih menatap Eric yang mendekat ke arah air laut.

Jaemin yang masih setia bermain pasir, mengedarkan pandangannya ke sekitar. Kata dia, kalau liburan itu instingnya sebagai anak Biologi sejati akan semakin aktif dan kuat. Contohnya seperti sekarang ini. Dia bangkit dari kegiatan berjongkoknya itu dan berjalan mendekati hamparan hijau yang memanjakan mata.

Jeno yang melihat Jaemin mulai mengikutinya dari belakang. Begitu juga dengan Eric serta Sunwoo yang menyadari kalau dua orang itu pergi menghampiri sesuatu, jadi akhirnya mereka memutuskan untuk menyusul.

“Lu nyari apaan, Na?” tanya Sunwoo bingung tetapi masih tetap mengekori Jaemin dibelakang.

“Gue kepo aja gitu sama warna hijau-hijau gini, lagian gue juga memang suka warna hijau, kan,” balas Jaemin yang kini sedang menatap pepohonan dan dedaunan itu dari jarak dekat.

Saranjana: The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang