24. Pengakuan

96 16 0
                                    

.
.
Happy Reading!
.
.
















Yohan, Eric, Jeno, dan Sunwoo tetap setia pada tempat masing-masing untuk menunggu Felix sadar dari pingsannya. Sunwoo melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

“Udah sepuluh menit, nih Kak. Kok dia belum bangun? Jangan-jangan mati lagi,” celetuk Sunwoo.

Jeno disebelahnya langsung memukul lengan Sunwoo, “ngawur lu kalau ngomong! Kalau dia mati, rencana kita bakal gagal lah!” ucapnya dan menatap sinis ke Sunwoo.

“Sebentar lagi juga bangun itu, kalau ga ya siram pakai air aja,” jawab Yohan tak begitu peduli.

“Arghh..” sebuah erangan tiba-tiba terdengar lagi dan berasal dari Felix. Anak itu kini perlahan membuka matanya.

“Sadar juga lu,” kata Eric yang membuat Felix menoleh ke arahnya.

“Lu?” tanya Felix terkejut. Dia makin kaget ketika sudah sadar sepenuhnya dan mendapati dirinya dalam keadaan terikat di sebuah kursi. Mencoba berontak namun tetap saja sia-sia, karena ikatan si kembar yang sangat erat.

“Kalian ngapain, hah? Kenapa gue diikat begini? Lepasin!” pekiknya yang masih meronta ingin dibebaskan.

“Enak aja, susah payah gue ikat lu disini. Masa baru segitu udah minta dilepas?” Jeno memutar bola matanya malas lalu menatap sinis ke arah Felix yang terduduk.

“Lix, gue tanya sama lu. Kenapa lu disini?” tanya Eric dengan nada dinginnya, menginterogasi Felix yang sedari tadi membuatnya kecewa, kesal, dan banyak lagi.

“Lu ga berhak nanya itu ke gue. Ada baiknya lu semua diam aja!” balasnya.

Sunwoo tersenyum miring saat mendengar penuturan Felix, “lu lupa? Kalau tiap warga negara berhak berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat? Lu ini udah termasuk pelanggaran pasal Undang-Undang,” jelas Sunwoo.

“Harusnya kita yang tanya, kenapa lu ada disini?” tanya Eric lagi.

“Pertanyaan gue belum lu jawab, jadi gue ga mau jawab juga. Lu yang ngapain disini?” tanyanya balik membuat ketiga teman kelasnya menjadi kesal.

Yohan akhirnya membuka suara setelah menghela nafasnya secara kasar, “bukannya lu udah tahu kenapa gue dan mereka disini? Jangan pura-pura ga tahu lu!” bentaknya.

Felix terkejut namun dengan segera mengendalikan dirinya kembali, “lu tahu apa sih, Kak?” tanyanya dengan nada meremehkan.

Sunwoo berdecak kesal, “tuh, Kak! Songong banget ni orang, minta ditonjok. Masa lu diam aja digituin? Lawan, Kak!” seru Sunwoo. Tangannya sudah terkepal dan hendak memukul Felix tapi dengan cepat ditahan oleh Eric, lalu dia menggelengkan kepalanya pelan.

“Gue tahu semuanya, lu jangan ngeremehin gue ya! Lu dibayar berapa sama si pengkhianat Hyunsuk itu buat jalanin rencana bareng dia?” tanya Yohan dengan memasang wajah datarnya.

“Gue juga tahu kalau lu, Hyunjin, dan Hyunsuk yang mukul gue sama teman-teman gue saat itu. Lalu kalian bawa kita ke rumah tahanan! Jangan lupakan ingatan gue tadi siang pas lu datang buat periksa keadaan kita,” lanjut Yohan.

Felix kembali terkejut dan merasa tak percaya dengan apa yang dikatakan Yohan. “Gue bahkan ga dapat bayaran apapun untuk melakukan ini! Please, tolong lepasin gue. Gue takut Kak Hyunsuk bakal ngamuk,” ucapnya lirih sambil menunduk.

“Nyawa gue dalam bahaya,” lanjutnya sambil bergumam kecil dan hampir tak terdengar.

“Setidaknya kalau lu ada dipihak kita, Hyunsuk ga bakal nyakitin lu. Apa susahnya tinggal cerita ke kita?”ujar Jeno menanggapi tanpa menoleh ke arah Felix. Dia malah sibuk mengelus rambut adik kembarnya yang kini duduk disebelahnya.

Saranjana: The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang