19. Rumah Tahanan

99 19 0
                                    

.
.
Happy Reading!
Disarankan baca pakai Font Serif ya
.
.










Mereka berjalan perlahan untuk masuk ke tempat aneh itu. Mencari tahu dimana jejak yang mereka temukan akan berakhir. Semuanya nampak berjalan gontai karena sudah kelelahan. Dari tadi mereka mengikuti jejak itu tapi belum menemukan tempat berakhirnya. Mereka juga lelah berjalan mengendap-ngendap seperti itu.

“Sampai kapan kita terus kaya gini?” Jaemin menyeka keringatnya yang bercucuran dari keningnya. Dia merasa gerah, lelah, dan ingin istirahat sekarang.

Jeno mengawasi keadaan sejak mereka menapakkan kaki melewati gapura besar tadi. Merasa bertanggungjawab atas keselamatan teman-temannya disana. Terutama adik kembarnya itu.

“Ikutin aja, Na,” balas Sunwoo pelan dan melanjutkan langkahnya.

Eric, Jeno, dan Jaemin akhirnya mengikuti Sunwoo dibelakang. Dia memimpin jalan dengan pisau lipat yang ada didalam genggamannya yang erat.

“Lihat! Jejaknya berakhir dirumah itu!” Eric menunjuk rumah yang tidak jauh didepannya dengan semangat. Mungkin ini yang terakhir, begitu pikirnya.

Jaemin menatap rumah tua yang dari kejauhan terlihat seperti sebuah gubuk tak terpakai. “Lu yakin, Ric?” tanya Jaemin berbisik.

“Setidaknya jejak itu hilang disana, Na. Mau langsung kita periksa?” tanya Eric menatap satu persatu sahabatnya bergantian.

“Tunggu!” Jeno menghentikan langkah mereka menuju rumah yang Eric tunjuk tadi.

“Kenapa, Jen?” Sunwoo menoleh ke arah Jeno dan mengernyit kebingungan. Perasaan dari tadi ada saja hal-hal yang menghentikan langkah mereka.

“Lu pada ga curiga apa?” tanyanya pelan tapi tidak mendapatkan jawaban dari yang lain.

Dia menepuk dahinya pelan, “ck.. Maksud gue, dari awal kita tahu kalau ini kota. Tapi, mana warganya? Kok sepi banget?” lanjutnya.

Eric dan Sunwoo saling tatap untuk beberapa lama. Mereka baru menyadari hal tersebut. Mereka tahu dan sudah membaca bahwa tempat terkutuk ini adalah sebuah kota. Harusnya ada tanda-tanda kehidupan disini. Namun, pada nyatanya tempat ini sangat sepi. Tahu seperti itu, kenapa pula mereka harus berjalan mengendap-ngendap untuk masuk ke sana layaknya seorang pencuri.

“Gue baru ingat tentang itu, dan gue juga ga tahu,” jawab Sunwoo singkat yang dibalas anggukan oleh Jeno.

“Apa kita periksa rumah itu ya? Siapa tahu kita dapat petunjuk dari sana, mungkin kita bisa nemuin salah satu warga disana!” Jaemin mengajak mereka untuk segera memeriksa rumah tua tempat jejak yang mereka temukan itu berakhir.

Eric, Sunwoo, dan Jeno mengikuti arah langkah Jaemin yang menuju untuk mendekati rumah itu. Mereka berjalan pelan lalu diam sebentar dibelakang rumah.

“Yakin mau periksa? Perasaan gue ga enak. Ga lucu kalau semisal kita masuk, malah ditikam sama pemilik rumah karena dikira pencuri,” kata Jeno khawatir.

“Gampang, Jen. Tikam balik. Kalian kan bawa pisau masing-masing,” balas Sunwoo singkat yang membuat Jeno mencebik kesal.

Eric menepuk pelan pundak Jeno yang berdiri disampingnya, “ga akan ada hal buruk yang terjadi, Jen. Tenang—“



WOY LU KENAPA?!!”



Belum selesai Eric berbicara menenangkan Jeno, tiba-tiba mereka mendengar sebuah teriakan. Suaranya terdengar sangat jelas berasal dari dalam rumah yang hendak mereka periksa.

Saranjana: The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang