16. Pisau Diatas Surat

106 18 0
                                    

.
.
Happy Reading!
.
.




Malam itu akhirnya mereka lewati dengan perasaan campur aduk. Ada paniknya, ada tegang, dan ada pula perasaan sedikit pasrah. Sekarang sinar mentari pagi telah masuk melalui celah-celah ventilasi udara serta berusaha menembus gorden tebal yang menutupi jendela kamar mereka.

Jeno menggeliat ditempat tidurnya, lalu segera meraih ponsel yang ada disebelahnya. Dia melihat bahwa jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ternyata mereka bisa melewati malam yang aneh itu, pikirnya.

Dia menggoyangkan badan Jaemin agak keras untuk membangunkan anak itu. Kemudian melakukan hal yang sama juga pada dua lainnya. Mereka segera bangun karena Jeno menggoyangkan badan mereka menggunakan tenaga dalamnya, alias terlalu keras sampai membuat mereka terlonjak kaget.

"Bangun! Orang ganteng ga boleh malas! Nanti ga ada yang suka!" teriak Jeno pada mereka yang masih terduduk diatas ranjang untuk mengumpulkan nyawa.

"Kata-kata dari mana tuh? Perasaan gue bangun jam sembilan aja pada banyak cewe-cewe yang ngejar gue di sekolah," sahut Sunwoo yang mengucek matanya pelan.

"Ya mereka ngejar lu bukan karena suka sama lu! Tapi itu karena mereka marah sama lu!" celetuk Eric sambil mendorong pundak Sunwoo.

Anak itu sama saja ternyata. Mendorong dengan tenaga dalam, sampai-sampai badan Sunwoo sedikit oleng dan membentur dinding disebelahnya. Untung tidak sakit.

Jaemin menguap dan merenggangkan otot-otot tubuhnya, kemudian berdiri dari ranjangnya, "ayo bangun! Kita harus cek dapur. Tapi, sebelum itu kita harus geser lemari ini dulu," katanya sambil mengambil posisi untuk menggeser lemari yang menghalangi pintu. Mereka semua mengangguk, lalu membantu Jaemin untuk menggeser lemari itu.

Setelahnya mereka berhambur keluar ruangan dan hendak menuju dapur. Namun, terhenti karena Jeno tak sengaja menginjak pecahan vas bunga kesayangan bunda Sunwoo yang kemarin terjatuh.

"Argh..!!" pekik Jeno yang lamgsung terduduk dilantai dengan telapak kaki kanannya yang berdarah.

Eric menoleh ke arah kakaknya dan panik mendapati darah yang keluar dari telapak kaki Jeno. "JENO!!" teriak Eric panik menghampiri Jeno yang terduduk dekat dengan pecahan vas itu. Sunwoo dan Jaemin juga sama paniknya.

"Rash, ada P3K?" tanya Eric dengan tangannya berusaha menyingkirkan beberapa pecahan vas yang ada disekitar Jeno.

"Wait!" kata Sunwoo dan dia berlari masuk ke dalam kamar. Dengan cepat anak itu keluar dengan sebuah kotak putih ditangannya.

Eric terburu-buru membukanya dan menangani luka Jeno dengan telaten agar tidak banyak darah yang keluar lagi. Dia juga membalut telapak kaki kakaknya itu dengan perban.

"Thanks, Ric," ucap Jeno sambil menatap miris pada telapak kaki kanannya yang dibalut perban.

"Lu lupa? Sesama saudara ga ada kata makasih dan maaf," balas Eric sambil memasukkan kembali peralatan yang dia gunakan ke dalam kotak itu. Lalu Eric menaruhnya pada meja yang berada dekat dengan mereka.

"Gimana, Jen? Mendingan? Bisa jalan?" tanya Jaemin meringis sambil membantu Jeno bangkit dari duduknya.

Jeno mencoba untuk melangkahkan kakinya perlahan dan tersenyum kecil karena tidak merasakan sakit yang teramat.

"Pasti bisa jalan, Na. Kan Jeno ga lumpuh." Sunwoo berucap asal kemudian mengambil sapu untuk membersihkan pecahan vas itu. Setelahnya segera dia buang pembawa petaka itu ke tempat sampah.

"Lagian harusnya lu ingat kalau kemarin pelakunya ga sengaja jatuhin barang pecah belah!" Jaemin berucap dengan nada yang tidak santai.

Jeno terkekeh melihat reaksi para sahabatnya itu, "gue gapapa kali. Soalnya gue udah diobatin sama adik kecil gue, jadi langsung sembuh," balas Jeno tersenyum dan melanjutkan langkahnya ke dapur.

Saranjana: The Lost CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang