3

5K 389 7
                                    


=== TP ===

Matahari kembali menampakkan diri. Jam menunjukkan pukul enam pagi. Di pagi hari ini seperti biasa Zeendy, tengah mengantri di tempat penjual bubur ayam. Dia rela bangun pagi untuk mendapatkan bubur ayam tanpa harus mengantri panjang. Kini Zeendy duduk di atas motor dengan tangan yang menopang wajahnya menunggu pesanan jadi.

"Eh, nak Zeendy," sapa ibuk-ibuk.

"Eh, iya buk," jawab Zeendy.

"Makin ganteng aja kamu nak. Bisa kali jadi menantu saya," kata Ibuk 1.

"Ga bisa gitu lah. Nak Zeendy ini bakal jadi jodoh anak saya buk," kata Ibuk 2.

"Pede bnget sih buk, emangnya nak Zeendy mau jadi menantu ibuk?" tanya Ibuk 1.

"Ngaca buk. Ibuk tadi juga pede bilang bakal jadiin Zeendy ini menantu," kata Ibuk 2.

"Jelas pede, orang anak saya cantik, cocok sama Zeendy. Iyakan Zeen?" tanya Ibuk 1.

"Emm, maaf buk. Saya harus pergi, pesanan saya udah jadi," kata Zeendy canggung, "Berapa pak?" tanya Zeendy.

"Enam belas ribuk dek." Zee memberikan uang pas lalu buru-buru meninggalkan tempat. "Mari buk," pamit Zee.

_TP_

Ceklek~

"Darimana Zeen?" tanya Chika.
Baru saja Zeendy membuka pintu sudah di sambut oleh Chika yang kebetulan duduk di ruang tamu.

"Nyari sarapan. Nih, tolong siapin ya. Aku mau siap-siap buat kerja." Zee menyerahkan kresek putih berisi dua bubur ayam yang dia beli. Zeendy langsung masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk dan ke kamar mandi untuk mandi. Sedangkan Chika berkutat di dapur memindahkan bubur ayam ke dalam mangkuk.

"Ceilah, gua serasa jadi istri nya Zeendy deh, khekhekhe~" Chika terkekeh sendiri. Dua bubur ayam sudah siap di meja makan, tinggal menunggu Zeendy yang sedang mandi. "Zeendy, bubur nya udah siap. Buruan keburu dingin nanti," teriak Chika.

"Iya, sebentar lagi," jawab Zeendy dari dalam kamar mandi.

"Buruan," ucap Chika.

Tak lama Zeendy keluar dari kamar mandi. Dia kembali ke kamar untuk bersiap agar nanti bisa segera berangkat kerja setelah sarapan. "Loh, kamu ga makan duluan?" tanya Zeendy pada Chika yang sedang mamainkan ponselnya dengan bubur ayam di depannya yang masih utuh.

"Saya nungguin kamu," jawab Chika.

"Haduh, aturannya kamu tadi makan duluan ga papa. Ga usah nunggu saya, kan lama," jelas Zee.

"Ga papa, sekarang udah siapkan. Ayo makan," kata Chika dengan semangat. Chika dengan segera melahap bubur ayam yang masih terasa anget. "Beli dimana tadi?" tanya Chika.

"Di perempatan lorong depan," jawab Zeendy.

"Enak, saya suka," kata Chika.

"Saya juga. Bubur ayam ini juga salah satu langganan saya kalau sarapan. Saya rajin bangun pagi kalau buat beli bubur ayam ini. Soalnya banyak yang antri, yang pengen beli juga. Pagi-pagi buta aja kadang masih harus ngantri," jelas Zeendy.

"Kamu jadi kalau sarapan selalu beli?" tanya Chika.

"Ga juga sih. Ini aku beli sarapan soalnya bahan-bahan di rumah abis. Saya belum sempet belanja bulanan," jelas Zeendy.

"Oh, gitu."

"Oh iya, setelah ini kamu, jadi pulang ke rumah?" tanya Zeendy.

"Huh~ jadi. Nanti saya minta tolong anterin ke rumah bisa?"

"Bisa, nanti sekalian saya berangkat kerja," jawab Zeendy.

"Maap ya Zeen, jadi ngerepotin kamu," ungkap Chika.

"Iya, santai aja. Kalau gitu setelah sarapan kamu siap-siap. Terus saya antar kamu pulang ke rumah orang tuamu," kata Zee.

"Iya."

Setelah makan Chika, bersiap untuk pulang. Meneliti semua barangnya agar tak ada yang tertinggal disini. "Saya udah siap," kata Chika setelah memastikan barang-barangnya.

"Oke." Zeendy memakai jaket kerjanya yang bertuliskan 'Kuyang Express' itu lagi. Lalu mengalungkan tas selempangnya pada leher.

"Ayo berangkat," ajak Zeendy.
Mereka keluar dari rumah. Tak lupa Zeendy mengunci pintu rumah. Setelah sudah mereka segera pergi sedikit butu-buru karena Zeendy, setelah ini juga harus bekerja. Jadi tak bisa santai-santai lah.

Motor beat Zeendy terus berjalan melewati setiap lorong untuk mencapai jalan raya. Dia lebih memilih jalan lorong tikus dari pada jalan utama agar lebih cepat sampai ke jalan raya. Dan yah, akhirnya motor yang di kendarai Zeendy telah sampai di jalab raya.

"Rumah kamu dimana?" tanya Zeendy.

"Jalan Sudirman nomor J48 Zeen," jawab Chika.

"Waduhh jauh juga ya, di jalan Sudirman. Yaudah pegangan Chik, saya mau sedikit ngebut, ngejar waktu soalnya," peringat Zeendy.

"Iya Zeen, ati-ati tapi ya. Ngeri juga kalau kenceng-kenceng bawa motornya," kata Chika.

_TP_

Zeendy dan Chika telah sampai di depan rumah yang cukup besar dan mewah dan uwaw gituloh. "Rumah kamu bener ini Chik?" tanya Zeendy.

"Iya bener ini."

"Besar banget Chik," puji Zeendy.

"Ralat rumah orang tua saya sih yang bener. Kalau saya masih belum punya rumah sendiri," ralat Chika.

"Oh, okey."

"Ayo masuk dulu," ajak Chika.

"Aduhh, maaf nih saya buru-buru harus ke kantor. Soalnya udah mau jam kerja di mulai," kata Zeendy.

"Oh gitu, yaudah hati-hati. Semangat kerjanya, makasih udah mau bantuin saya," kata Chika.

"Iya, sama-sama. Saya pamit dulu." Zeendy menyalakan kembali motornya. Sebelum melaju Zeendy sedikit menundukkan kepalanya tanda pamit pada Chika. Setelah itu melaju meninggalkan Chika yang masih berdiri di depan gerbang.

Saat Zeendy telah tak terlihat di belokan depan, Chika seketika terbelalak. "Astaga! Aku lupa! Kenapa ga minta nomor ponselnya Zeendy sih?! Kalau gini cara ngehubungin dia lagi gimana? Mana rumahnya gue lupa jalan lagi," monolog Chika.

"Bodoh banget sih lu Chik. Semoga aja takdir nemuin kita lagi," doa Chika.

Chika memasuki halaman rumah dan berpapasan dengan satpam rumah. "Eh, non Chika pulang. Maaf non ga bukain gerbang, saya habis dari toilet," jelas Satpam rumah.

"Iya pak ga papa. Saya masuk dulu ya pak."

"Baik non."



























Up nih ges. Udah ye, gue mo bokep (bobok cakep) dulu. Ngantok loh.

Mon maap klo ada typo:)

Tukang Paket [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang