8

4.2K 367 15
                                    

_TP_

Masih di dalam Cafe. Chika terus saja sesekali melihat jam. Ingin sekali mengatakan jika dia ingin pulang. Jika saja dia tak berjanji dengan Faran untuk keluar, dia tak akan mau keluar bersamanya.
Chika memakan kentang miliknya dengan malas, matanya fokus memainkan ponselnya. Faran yang di depannya terus saja dia abaikan. Pertanyaan yang beberapa kali Faran lontarkan hanya dijawab singkat oleh Chika.

Sebenarnya Faran pun lelah dengan kondisi canggung seperti ini. Namun, mau bagaimana, ini adalah salah satu kesempatan emas dia keluar bersama Chika. "Eh, Chik. Besok kamu bisa nggak ikut aku lagi?" tanya Faran.

"Kemana lagi?" tanya Chika malas.

"Makan malam bersama keluarga besarku. Pasti mereka seneng ada kamu diantara mereka," kata Faran senang.

"Nggak ah nggak. Gue ga deket sama mereka, bahkan ketemu aja ga pernah. Gimana mereka bisa seneng?" Tolak Chika.

"Kan kamu dateng sama aku. Besok aku sekalian kenalin sama mereka," kata Faran masih berusaha membujuk Chika.

"Ogah ah males gue. Lagi pula juga jujur aja gue mau pergi sama lo skarang karna janji gue kemarin karna lo udah mau bantu nganterin gue ke kantor karna ada meeting mendadak," jelas Chika.

Jadi beberapa hari yang lalu sebelum Chika kabur dari rumah. Di pagi hari saat di jalan mobil yang dia tumpangi mogok. Dia panik karena sekitar lima belas menitan lagi meeting penting di kantor miliknya akan segera di mulai. Dia berulang kali menelpon temannya tapi tak ada yang bisa tersambung. Mau menunggu taksi ataupun ojek pun pasti lama. Karena jalan yang dia lewati ini tergolong cukup sepi, dan jarang taksi atau pun ojek yang lewat sini.

Sampai akhirnya mobil Faran menepi. Setelah mengetahui apa yang terjadi dengan Chika, dia menawarkan diri untuk mengantarkan ke kantor. Namun, dengan satu syarat, Chika mau di ajak keluar olehnya untuk ngobrol-ngobrol. Sekalian pdkt sih sebenernya. Karna kepepet, Chika mengiyakan itu. Dengan senang hati Aran langsung mengantarkan Chika ke kantor dengan tepat waktu.

"Jadi kamu gamau keluar lagi sama aku setelah ini?" tanya Faran.

"Tergantung sih. Tapi untuk saat ini, jujur gua ga mau. Males," jawab Chika terang-terangan.

Gila sih, langsung nusuk banget kata-katanya. Sakit hati Faran, tapi ga papa gue tetep suka. batin Faran.

"Mending sekarang kita pulang. Udah jam setengah tujuh. Dari tadi kita ga ngapa-ngapainkan, mending pulang deh," kata Chika.

"Astaga Chik, kita belum lama di sini," jawab Faran.

"Kalau ga ngapa-ngapain juga mending pulang," jawab Chika lagi tak mau kalah.

Gimana mau ngapa-ngapain, Kamu aja diajak ngomong balesnya males gitu. batin Faran lagi, "Yaudah iya, ayo kita pulang," jawab Faran pasrah.

"Nah gitu dong. Dari tadi kek," kata Chika semangat. Faran menggeleng pasrah. "Bentar aku bayar dulu." Faran beranjak sambil membawa total nota harga untuk dibayar.

"Akhirnya, saatnya pulang ke rumah. Males banget gua sama lu Ran, Ran," gumam Chika setelah Faran menjauh.

_TP_

Tiga hari telah berlalu. Chika kini sedang menunggu paketnya datang. Entah siapa sebenarnya yang dia tunggu, paket atau si pengantar paket? Dia hari ini rela tak pergi ke kantor rela juga di omeli sang orang tua demi menunggu paket yang dia pesan beberapa hari lalu itu sampai.

Chika sering bolak-balik memeriksa luar rumah sekarang. Dia sudah bagaikan setrika yang tak henti-hentinya keluar masuk. Mamah nya yang melihat pun heran. Sampai terbesit di pikirannya; "Ngidam apa aku waktu dulu sampai punya anak rada gajelas kayak Chika."

"Chika! Kamu bisa ga sih jangan kayak setrika gitu. Bolak-balik aja dari tadi. Mama liat nya aja sampai bosen," sela Mamah Chika karena udah capek melihatnya. Padahal ia hanya melihat tidak melakukan.

"Apa sih mah? Aku lagi nunggu paket aku dateng loh," jawab Chika dengan logat bataknya.

"Nunggu ya nunggu anteng, janganlah kau macam setrika itu," balas Mamah Chika.

"Serah aku lah mah. Mending mamah fokus nge-pel lantai aja," balas Chika.

"Sama aja! Gimana Mama bisa selesai nge-pel nya kalau lantai kamu injek-injek lagi," omel Mamah Chika.

"Mamah juga kayaknya harus ikut kursus nge-pel deh. Mana ada nge-pel itu maju mah? Mau sampai Chika nikah sampai punya anak pun ga bakal selesai," jawab Chika tak mau kalah, "Lagian ya, udah ada ART ngapain lagi mamah bersih-bersih," lanjut Chika.

"Serah mamah lah. Lagian walau pun kita punya ART di rumah, kita ga boleh males-malesan. Emangnya kamu? Jadi anak males banget, punya suami jorok baru tau rasa nanti," kata Mamah Chika.

"Apa sih mah? Ko jadi bahas suami Chika. Eh tapikan suami aku dulu kalian yang milihin! Jadi ga papa dong kalau Chika nyalain mamah sama papah?!" tanya Chika.

"Salahin Papah lah. Mamah kan gabisa bantah mau papah," jawab Mamah Chika.

"Halah sama aja."

"Eh, terus kamu kapan mau gugat suami kamu?" Tanya Mamah Chika.

"Secepetnya mah bakal Chika urus," jawab Chika.

"Yaudah uruslah secepatnya. Lagi pula papah juga udah ijinin kan," kata Mamah Chika.

"Iya mah. Yaudah Chika mau ke dapur dulu, haus."

"CHIKA! JANGAN LEWAT SITU! BARU AJA MAMA PEL BELUM KERING!" omel mamah Chika lagi tapi ga sampe marah besar.

"Maap mah, Chika gatau," kata Chika.

Ting Tong~

"PAKET!" Pekik Chika. Dia segera berlari menghiraukan mamanya yang masih mengomel karena dirinya menginjak-injak lantai yang masih basah.

"Dasar anak kurang asem!"

Tak! Mamah Chika ingin memukul pantat Chika menggunakan kain pel, tapi tak sampai, alhasil kain pel itu terjatuh ke lantai.























Kang paket up nihhh. Udah ga ada kata kata lagi. Babay ges:)

Seperti mon maap klo ada typo.

Tukang Paket [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang