28

2.9K 285 15
                                    

_TP_

Zeendy pov.

Seperti yang aku katakan pada Chika. Aku akan mengajaknya untuk pergi ke kondangan. Aku dan Chika masing-masing menyelesaikan urusan kantor. Karena kami akan pergi dalam waktu beberapa hari. Aku juga akan mengenalkan Chika pada kedua orang tua ku nantinya jika bertemu di sana. Karena pastinya orang tuaku turut hadir dalam pernikahan yang aku hadiri nantinya.

Aku dan Chika kini sedang berkeliling sekedar menghabiskan waktu berdua. Juga sekalian mencari kado untuk pernikahan yang akan mereka datangi nanti. Kami berdua berjalan melewati toko-toko yang berada di dalam mall. Sebenarnya kita juga bingung, barang apa yang cocok untuk kado pernihkahan?

"Baby, enaknya beli kado apa ya buat nikahan?" Tanya ku meminta saran.

"Kasih sesuatu yang bisa berguna buat mereka nantinya,"jawab Chika.

"Apa? Sabun cuci? Pasti bakal berguna buat mereka, bisa buat nyuci bajukan," pikirku.

"Iya bener, nanti sekalian kamu dimasukin mesin cuci ikut digiling," balas Chika. Sepertinya dia geram dengan jawaban ku.

Tapi apa yang salah? Katanya yang berguna? Sabun cuci itu sangat berguna untuk keperluan rumah tangga bukan? Jadi, dimana letak kesalahan ku?

"Apa kamu tega membelikan kado mereka sabun cuci?"

"Aku beliin yang banyak lah, biar ga cepet abis."

"Ck! Yang lain, jangan malu-maluin saat kita di sana nanti," kata Chika.

Malu-maluin? Padahal tidak akan mereka membuka dari kami di hadapan banyak orang. Pasti mereka akan membukanya nanti saat berada di dalam kamar mereka.

"Gimana kalau sepetu jordan?" Tanya ku. Barang itulah yang terlintas di otak ku saat ini. "Sepatu jordan kan bagus, pasti dia suka."

"Dia yang suka atau kamu yang suka?" Tanya Chika.

"Y-ya dialah. Tapi, kalau ada yang bagus, aku juga mau beli heheh~" tapi sepertinya ide barang ku kali ini tak terlalu buruk. Aku akan membelikannya sepatu jordan ori no kw kw.

"Kamu malah kayak mau ngasih hadiah pas ulang tahun aja," sahut Chika.

"Terus apaa lagii baby??" Aku sudah lelah dengan ide ku yang selalu di tolak oleh Chika. Sekarang aku akan menurut dia saja. Terserah benda apa yang mau dia beli dan dijadikan kado, aku nurut!

"Ayo ikut aku." Tangan Chika yang sedari tadi terus melingkar dilengan ku, kini menarikku untuk megikutinya.

Kami memasuki toko baju. Chika berniatan membeli baju? Pegawai toko menyambut kami dengan ramah. Aku terus mengikuti arah dimana Chika tuju. Kami berhenti di jejeran piama tidur. Apa Chika berniat membelikan piama?

"Bawain." Chika menyerahkan tas miliknya pada ku. Siap menjadi babu ginimah. Tangan Chika sibuk memilah-milah baju yang sebenarnya modelnya hampir sama hanya beda warna saja.

"Menurut kamu ini gimana?" Chika menunjukkan piama berwarna merah muda. Iuh, pink? Apa sepasang pengantin itu nantinya akan cocok menggunakan piama pink, jika piama ini di jadikan kado nantinya?

"Cari yang lain baby. Warnannya terlalu mencolok, pink gitu," jawab ku. Chika mengembalikan baju itu, kembali memilih-milih warna lain. "Gimana kalau ini?" Kali ini Chika menunjukkan piama berwarna ungu janda.

Apa karena Chika adalah janda seleranya menjadi agak miring? Aku harus segera membetulkannya jika itu benar terjadi.

"Jangan yang ini, coba cari yang lain. Masa ungu?" Chika mengangguk seperti paham apa yang aku pikirkan. Sementara dia sibuk memilih warna yang lain. Aku, jadi ikut tertarik untuk membeli baju atau jaket di sini. Karena keliatannya baju terbaru di sini cukup bagus.

"Baby, aku, ke sana dulu ya? Aku mau lihat baju-baju yang lain," pamit ku.

"Ck! Bentaran, masa kamu mau ninggalin aku, sendirian?"

"Cuma di sana doang, ga jauh."

"Nggak, tunggu bentar lagi cuma milih warna doang."

Aku hanya pasrah menuruti kemauannya. Setelah lama memilih, pilihan jatuh pada piama berwarna biru dengan motif ee.. aku tak tau apa nama motifnya. Itu terlihat cukup bagus. Berapa harga piama ini kira-kira? Aku melotot melihat harga piama ini. Mahal sekali! Bahkan harganya bisa setara dengan harga iphone terbaru! Apa ini sejenis piama yang sering di pakai istri raffi ahmad?

"Mahal banget Chik?" kata ku.

"Kamu manggil aku, apa?" Tanya Chika.

Oh shit! Aku salah ngomong. Chika skarang paling tak suka jika di panggil dengan namanya sendiri. "Baby, maksudnya baby. Maaf typo by, maaf ya," kata ku.

"Ck. Kalau kamu ga setuju, kita bisa cari yang lain," katanya. Aku jadi merasa bersalah jika tak membelikan apa yang Chika tunjukkan. Ck, yang mau punya acara siapa kok malah kita yang ikutan repot.

Akhirnya aku memilih setuju dengan dua pasang piama yang Chika tunjukkan. Kami juga membeli hoodie dengan model yang sama. Setelah selesai kami menuju tempat yang khusuh untuk mencari perlengkapan kado. Aku memberikan sepasang piama tadi agar dibungkus dengan rapi. Setelah membayar dan selesai aku dan Chika melanjutkan untuk pergi berduaan bersama.

"Tunggu di sini, aku masuk ke dalam toilet sebentar." Chika masuk ke dalam toilet wanita sedangkan aku duduk menunggu di depan. Aku menyibukkan diri dengan bermain ponsel. Aku merasakan seperti ada yang duduk di sebelahku. Dia perempuan. Aku meliriknya dengan heran, dia terlihat sesekali mencuri pandang ke arah ku.

"Ehem!" Dia berdehem seperti tersedak. Apa dia tersedak kulit durian? Aku melihat ke arahnya. Dia terlihat tersenyum ke arah ku. Cih, apa dia kira senyuman itu manis sampai bisa membuatku terpanah?? Senyuman Chika yang paling manis tak ada tandingannya.

"Mas, sendirian aja." Aku menghiraukan dia, lebih memilih asik dengan ponselku. Apa Chika masih lama?

"Mas, udah punya pacar?"

"Kok diem aja sih mas?" Cewek itu mencolek lenganku. Itu membuatku risih.

"Saya cantik loh, mas ga mau liat ke saya?"

"Percuma cantik kalau gathel!" Sindir Chika yang kini sudah kembali.

"Baby." Aku berdiri, beralih di belakang Chika. "Dia gangguin aku," adu ku pelan.

"Heh! Cewek gathel! Jangan deketin pacar gue. Lo cari cowo lain sana! Om-om lebih cocok buat elu!"

"Jangan sembarangan ya mbak kalau ngomong!" Sahut perempuan.

"Minimal klo bedakan samain dulu sama leher. Muka sama leher kok ga sama gitu, malu-malu in aja." Chike menarik tangan ku, pergi dari sana meninggalkan cewe itu yang terlihat kesal.

"Maafin aku, baby. Dia yang ganggu aku duluan. Aku ga ngrespon dia sama sekali kok." Aku mencoba menejelaskan yang sesungguhnya.

"Lain kali, langsung pergi aja. Jangan deket-deket sama perempuan lagi."

"Aku ga deket-deket, dia yang ngedeketin duluan."

"Bantah?!"

"Nggak. Pulang aja yuk pulang. Kita siap-siap, besok berangkatkan kita," ajak ku. Aku memang selalu kalah jika di hadapkan dengan Chika.

Zeendy pov end.


















Mumpung jamkos jadi gue lanjutin nulis dah.

Gitu aja, babay. Maap buat typo.

Tukang Paket [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang