30

3K 300 22
                                    

_TP_

Acara pernikahan Zeedan, adik Zeendy telah selesai. Kini Zeendy dan keluarga pulang ke rumah nenek untuk beristirahat. Sedangkan Zeedan tinggal di rumah Pak Sobirin, bersama istrinya Shani tentunya.

Zeendy dan keluarga tentunya lelah dengan acara yang berlangsung sedari pagi. Namun, kini mereka lega karena acara ini bisa berlangsung dengan lancar tanpa adanya halangan. Zeendy dan keluarga sedang berkumpul di ruang keluarga, untuk menunggu antrian kamar mandi. Karena rumah neneknya ini memang hanya ada satu kamar mandi di dalamnya.

"Aku, ke depan bentar ya," kata Chika.

"Mau apa? Udah malem lho ini," jawab Zeendy.

"Bentar doang. Ada pesenan aku, udah dateng."

"Pesenan apa?" Tanya Zeendy kepo.

"Nanti juga kamu tau." Chika bangkit lalu keluar dari rumah.

"Jangan kepo deh kamu Zeen," kata Papi Zeendy.

Sedangkan di luar rumah ternyatan Chika bertemu dengan seseorang yang mengantarkan pesanannya. "Dp-nya tadi udah ya mas, ini uang buat lunasinnya." Chika memnerikan beberapa lembar uang pada Mas-Mas.

"Makasih mbak, ini kuenya." Mas-mas itu kemudian memberikan pesanan Chika berupa kue.

Ternyata Chika memesan kue tart untuk merayakan ulang tahun Zeendy. Dia sempat memesan kue siang tadi di tempat yang tak terlalu jauh dengan kampung. Tentunya Chika tau tempat itu dari google maps. Untungnya pesanan Chika bisa datang tepat waktu, meskipun tengah malam dan untungnya juga pelayanan sanggup melayani untuk mengantar kue di jam malam. Mau bagaimana lagi? Toh juga acara adik Zeendy baru selesai sekarang.

"Eh, mas-mas," panggil Chika saat mas-mas itu akan pergi.

"Ya, mbak?"

"Ada korek nggak?"

Mas-mas itu meraba kantung celananya dan menemukan korek di sana. "Ini korek mbak," tunjuk Mas-mas itu.

"Tolong nyalain lilinnya dong. Bentar saya pasang dulu." Chika mencari lilin yang dia pesan juga dari tempat yang sama. "Mana sih mas, lilinnya?" Tanya Chika karena tak menemukan lilinnya. Mas-mas itu bantu menyari dan ternyata menemukan lilin yang dimaksud.

"Saya cari tadi ga ada loh mas. Kok sekarang ada sih?"

"Mbaknya kurang teliti nyarinya."

"Enak aja saya udah teliti. Mas berani ngatain saya ga teliti?" Tanya Chika yang akan memasuki mode singa.

"N-nggak, nggak mbak. Saya tadi ngomongnya typo," elak Mas-mas itu takut.

"Yaudah, buruan bantu masangin lilinnya. Keburu tambah malem ini nanti," perintah Chika. Mas-mas itu menurut. Dia membuka bungkus lilinnya lali memasangkan beberapa lilin itu di atas kue tart. "Nyalain sekalian mas," pinta Chika.

Mas-mas itu kembali menurut. Dia menyalakan lilin-lilin itu. Untung mas-masnya sabar dalam menghadapi pembeli seperti Chika. "Nahh, makasih mas." Chika masuk ke dalam rumah serasa tak lagi ada urusan dengan Mas-mas itu.

"Untung saya, orangnya sabar mbak-mbak." Monolog mas-mas itu.

Chika dengan hati-hati menutup pintu, karena tangan satunya memegang kue yang cukup berat. Chika menyanyikan lagu ulang tahun saat mendekati Zeendy yang masih duduk di tempat awal.
Zeendy nampak terkejut melihat Chika yang kembali membawa kue di tangannya. Dia juga bingung, kapan Chika membeli kue itu. Karena Chika tak ada membicarakan dengannya. Keluarga Zeendy ikut senang melihat kejutan yang diberikan oleh Chika. Mereka ikut bertepuk tangan seirama untuk menambah kesan lebuh ramai.

"Di tiup dong," kata Chika saat lagu yang di nyanyikan telah usai.

"Kamu kapan beli kuenya?" Bukannya meniup, Zeendy malah melontarkan pertanyaan pada Chika.

"Di tiup dulu ih," kata Chika.

"Oke-oke." Zeendy bersiap untuk meniup. Bibirnya sudah siap mengeluarkan uap. Tapi Chika malah menahannya.

"Eh-eh, berdoa dulu baru tiup lilin."

"Tadi katanya suruh niup."

"Lupa. Berdoa dulu kamunya," kata Chika.

"Tadikan udah bareng Zeedan," jawab Zeendy.

"Beda. Tadi ya tadi sekarang ya sekarang. Cepet berdoa dulu, terus tiup. Tangan aku udah pegel, berat nih." Keluarga Zeendy tertawa melihat interaksi anak muda di depan mereka ini.

"Iya-iya." Zeendy mengadahkan tangan berdoa, setelah meng-aminkan Zeendy meniup lilin itu dengan sekali tiupan. Semua bertepuk tangan menyambut kebahagiaan Zeendy yang bertambah umur hari ini.
Chika mencoletkan krim kue ke pipi Zeendy. "Selamat ulang tahun sayang," kata Chika dengan tulus.

"Makasih ya." Zeendy tanpa malu-malu memeluk tubuh Chika di depan keluarganya.

"Ada keluarga kamu. Aku, malu," bisik Chika. Karena bagaimana pun dia masih baru bertemu mereka dan belum kenal dengan keluarga Zeendy.

"Ga papa, keluarga aku, ga bakal gigit kamu," balas Zeendy.

Setelah perayaan singkat itu, mereka membersihkan diri dan masuk ke dalam kamar masing-masing. Zeendy menempati kamar yang biasa Zeedan tiduri. Karena kamar tamu yang lain sudah di tempati orang tuanya dan juga Chika. Tak mungkinkan dia dan Chika tidur di kamar satu kasur. Saat Zeendy merebahkan tubuhnya, dia mendengar ponselanya berdenting. Ternyata itu Chika yang memintanya untuk ke kamarnya sekarang. Tanpa pikir panjang Zeendy beranjak ke kamar Chika.

"Kenapa?" Tanya Zeendy.

"Sini deh."  Zeendy ikut duduk di atas ranjang sisi Chika. "Aku punya sesuatu buat kamu," kata Chika.

"Apa?"

Chika merogoh bawah bantalnya yang dimana ada sebuah kotak terbalut kertas kado berwarna biru. "Untuk tukang paket tersayangku." Zeendy membaca kertas notes yang berada di atas kertas. Zeendy tersenyum setelah membacanya lalu melirik ke arah Chika.

"Aku, buka ya?"

"Buka aja."

Zeendy membuka kotak tersebut. Ternyata isinya adalah jam tangan. Ini adalah jam tangan yang Zeendy inginkan sejak lama. Tetapi belum sempat membeli karena masih pikir-pikir dulu, biasa si Zeendy kan gitu.

"Ini kan—"

"Jam tangan yang kamu pengen," sela Chika.

"Kok kamu tau?"

"Taulah. Apa sih yang nggak aku, tau dari kamu? Warna celana dalam yang kamu pakek sekarang ajak aku, tau." Zeendy tercengang dengan kelimat terakhir Chika. Chika tertawa melihat ekspresi Zeendy yang menurutnya lucu.
"Aku, bercanda. Gimana suka nggak?" Tanya Chika.

"Suka bangett! Makasih baby. Aku seneng banget." Zeendy memeluk tubuh Chika dengan tulus.

"Semoga jadi kepribadian yang lebih baik lagi ya kamu dan juga kamu harus tambah sayang sama aku. Sehat selalu, panjang umur dan juga cepet nikahin aku." Itulah doa dan harapan yang Chika berikan.

"Iya baby. Aku, akan berusaha wujudin itu semua. Makasih banget ya. Sayang deh sama kamu." Zeendy mengecup pipi Chika. Kedua insan ini sekarang menikmati kehangatan dari pelukan masing-masing. Tanpa memperdulikan waktu malam yang sudah semakin larut.






















Kejutan sederhana dari Chika.

Dah gitu aja maap buat typo.

Oh iya mau tanya, di sini ada sekte kapal Zee-Freya?

Tukang Paket [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang