02 : Humming bird

4.9K 691 12
                                    

Pukul dua dini hari, langit malam seolah menjadi tirai gelap yang membungkus pikiran (Name) yang kacau. Di tengah keheningan itu, matanya terbuka lebar, seolah menolak untuk terpejam meski tubuhnya sudah lelah. Kata-kata Minwoo terus terngiang-ngiang dalam pikirannya, seperti angin yang berputar tak berujung. Dengan desahan berat, (Name) menarik selimut hingga ke dagunya, berusaha memaksa dirinya terlelap dalam gelap.

Satu menit berlalu.

Lima menit kemudian, hanya detik jam dinding yang terdengar.

Sepuluh menit—masih sama, pikirannya belum juga tenang. Hingga akhirnya, rasa frustrasi memuncak.

“Argh! Kenapa tidak bisa?!” (Name) berteriak pelan, suaranya terpantul lembut di dinding kamarnya yang sunyi. Matanya pedih karena kantuk, tetapi pikirannya seolah menolak untuk menyerah pada malam. Dan semua ini, tentu saja, gara-gara Minwoo.

Dengan perasaan kesal, ia membalikkan tubuhnya, mencari kenyamanan baru yang tak kunjung datang. Tangannya menggapai ponsel yang tergeletak di atas nakas dekat tempat tidurnya. Ia membuka aplikasi game favoritnya, berharap sedikit hiburan bisa mengusir kegelisahan ini. Dan waktu pun berlalu. Satu ronde berlalu, lalu satu lagi. Hingga tanpa ia sadari, fajar mulai menyingsing. Matahari mengintip malu-malu dari balik jendela, menyebarkan sinarnya yang lembut ke seluruh kamar.

"Satu kali lagi," gumamnya pada diri sendiri, matanya sekilas melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit. Hatinya bergejolak antara keinginan untuk melanjutkan permainan atau bersiap-siap pergi ke sekolah.

Tapi, seperti yang bisa diduga, satu ronde lagi selalu berarti lebih dari itu. Dan waktu terus berjalan.

┈┈┈┈․° ☣ °․┈┈┈┈

Di sekolah, suasana berbeda menyambut kedatangan (Name). Saat ia memasuki ruang kelas, percakapan liar langsung meletup-letup di antara para siswa.

"Hei, lihat! Cewek dari kelas sebelah itu cantik banget!"

"Iya, manis banget, bikin adem!"

"Rasanya kayak ketemu oase di tengah padang pasir!"

Suara-suara para cowok yang tak bisa menahan kekaguman mereka membuat (Name) merinding. Bukan karena pujian, tetapi karena cara mereka berbicara seolah-olah dirinya adalah sebuah objek. Ia menarik napas dalam-dalam, menyesal karena tidak menunggu hingga jam pulang sekolah untuk menemui Hannam dan yang lain. Pikirannya berkecamuk, berharap waktu bisa diputar kembali.

Minwoo, yang sejak awal memperhatikan gerak-gerik (Name), langsung menyadari ketidaknyamanan yang muncul di wajah gadis itu. Dengan tatapan dingin, ia menatap tajam ke arah cowok-cowok yang menggila di sekitar mereka. Suara mereka terhenti mendadak, seperti lilin yang ditiup angin kencang. Wajah-wajah yang tadinya bersemangat itu kini berubah pucat pasi, takut akan tatapan Minwoo yang tak bisa dibantah.

(Name) berdeham, mencoba memecah ketegangan yang menggantung di udara. Ia menoleh ke arah Minwoo, lalu memperkenalkan dirinya dengan nada datar, namun tetap sopan. "Choi (Name), terserah mau dipanggil apa." Suaranya terdengar tegas, meski tidak terlalu keras.

Perkenalan pun berlangsung singkat, namun formal. Satu per satu mereka mulai memperkenalkan diri.

"Shelly Scott," ujar gadis bule itu dengan senyum anggun, seolah angin musim semi yang tenang.

"Kang Hannam," Hannam memperkenalkan diri dengan nada tak acuh, seolah ia tidak perlu repot menjelaskan siapa dirinya karena semua orang pasti sudah tahu.

"Kau sudah mengenalku. Yoon Minwoo," Minwoo berkata singkat, tapi dengan suara yang penuh kehangatan, menandakan ikatan yang sudah terjalin antara mereka.

"Jo Jahyun," pria itu mengangguk santai.

"Kim Miyoung," ujar seorang gadis yang duduk agak jauh, senyumnya manis tapi penuh rahasia.

Semua nama itu (Name) ingat dengan baik, mengukir mereka di sudut memorinya. Namun, perkenalan belum sepenuhnya usai.

“Masih ada dua orang lagi, tapi kau akan bertemu mereka nanti,” Minwoo berkata sambil mengangkat dua jarinya dengan santai. "Untuk sekarang, ada hal yang lebih penting."

Tatapannya beralih serius, kembali mengajukan pertanyaan yang sejak tadi menggantung di udara. "Jadi, apa jawabanmu?"

Sekejap, ruangan itu terasa sunyi. Hanya suara napas yang terdengar. (Name) menghela napas panjang, merasakan berat di hatinya. Dengan suara pelan, hampir seperti bisikan, ia berkata, "Aku... akan bergabung dengan kalian."

Suara itu begitu lirih sehingga membutuhkan waktu beberapa detik bagi yang lain untuk menyadarinya. Namun, setelah mereka mengerti, suasana seketika berubah. Hannam yang semula acuh tak acuh melompat dari kursinya, ekspresinya berubah penuh kegembiraan.

"YOSH!! SELAMAT DATANG DI KRU HUMMING BIRD, CHOI (NAME)!" teriaknya dengan semangat membara, membuat semua orang tersenyum dan bersorak.

Sekejap, beban di pundak (Name) terasa sedikit berkurang. Ia telah membuat keputusan, dan untuk saat ini, ia akan berjalan di jalan yang baru terbentang di hadapannya.

𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐈𝐍𝐃 || 𝐖𝐈𝐍𝐃𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang