“Hah…” desah napas lelah terdengar dari mulut (Name) yang duduk di sudut belakang bus. Matanya terasa berat, kantuk menghantui pikirannya, tetapi tubuhnya tetap menegak, mencoba bertahan dari godaan tidur. Semalaman ia disibukkan oleh persiapan untuk latihan, hingga waktu istirahatnya terampas. Semua itu menyisakan rasa penat yang kini menjalari tubuhnya, menjadikan tiap helaan napasnya terdengar bagai beban.
Bus yang mereka tumpangi kini bergerak mendaki jalan berliku menuju Kuil Pungbang, sebuah tempat di pegunungan yang terkenal dengan keheningannya. Di sanalah mereka—anggota kru Humming Bird—berencana melatih ketahanan fisik dan keterampilan bersepeda.
Di deretan kursi belakang bus, (Name) duduk diapit oleh para cowok-cowok anggota kru. Di sebelahnya Yubin, di sampingnya Minwoo, lalu ada Hannam, dan Junsu. Sementara di bagian depan, Shelly dan Jay duduk bersebelahan, diikuti oleh Miyoung dan Yoonha, saudari kembar Minwoo, yang tampak asyik berbincang sambil sesekali melirik ke arah pemandangan luar jendela.
Mata (Name) memerah akibat kelelahan, dan hal itu tidak luput dari perhatian Hannam yang duduk tak jauh darinya. “Matamu merah tuh, kau ngantuk?” suara berat Hannam memecah keheningan, suaranya rendah namun jelas terdengar di telinga (Name). Gadis itu hanya mengangguk pelan, malas memberikan jawaban yang lebih dari sekadar isyarat.
Hannam mengedarkan pandangan ke sekeliling sebelum tangannya bergerak membuka tas. Dari dalam tasnya, ia mengeluarkan sesuatu dan menyodorkannya kepada (Name).
“Mau ini?” tawarnya, memperlihatkan permen yang ia genggam.
(Name) menatap permen di tangan Hannam dengan kening berkerut, sejenak tersenyum namun kemudian menggeleng pelan. “Terima kasih, tapi aku tidak suka permen.”
Hannam memandang permennya dengan wajah kecewa. Ia tidak menyangka tawarannya ditolak begitu saja. Wajahnya berubah masam, seolah memikirkan sesuatu yang mendalam, membuat (Name) merasa sedikit bersalah karena telah menolak pemberian itu.
“Kupikir kau suka permen,” gumam Hannam, suaranya seperti bergumam dalam pikirannya sendiri.
“Ng?” (Name) menatapnya dengan bingung.
“Karena kau manis banget,” jawab Hannam dengan santai, senyum jahil tersungging di bibirnya.
“Kau gila,” tukas (Name) sambil memutar bola matanya, tak bisa menahan tawa yang terpaksa ia tahan. Ia merasa Hannam benar-benar tak tahu malu, namun juga tak bisa mengabaikan kepolosan tawaran itu. Sikapnya yang setres seperti ini benar-benar menggelikan.
Tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya. Dengan cepat, (Name) menarik lengan Minwoo di sebelahnya, berniat untuk menghindari lelucon Hannam yang bisa jadi semakin menyebalkan.
“Ayo tukar posisi,” pintanya setengah memaksa, menatap Minwoo dengan penuh harap.
Minwoo mengerutkan kening, namun akhirnya ia setuju. Ia berdiri sejenak dan bertukar tempat dengan (Name), sehingga kini gadis itu duduk di antara Yubin dan Minwoo, merasa lebih aman dari godaan Hannam.
"Makasih, kak Minwoo," ucap (Name) sambil tersenyum puas.
"Ya," balas Minwoo dengan tenang.
Hannam, yang menyadari perubahan posisi itu, berseru keras, “(Name), kok kau pindah tempat duduk sih?!”
“Berisik, botak!” jawab (Name) tanpa berpikir, membuat Yubin dan Minwoo menahan tawa.
“Jahat!” balas Hannam, merajuk seolah seorang anak kecil yang baru saja kehilangan mainannya.
━━━━━━༺༻━━━━━━
Saat perjalanan terus berlangsung, mendadak suasana berubah. Langit yang semula cerah berubah menjadi gelap, awan-awan kelabu berkumpul menutupi matahari. Angin mulai bertiup pelan, membuat Miyoung yang duduk di depan merasa ada yang ganjil. “Kok tiba-tiba jadi gelap?” gumamnya, matanya menatap jendela dengan rasa cemas.
Shelly, yang duduk di sebelahnya, memeriksa ponselnya dan berkata, “Sinyalnya juga nggak ada…”
Miyoung dan Yoonha saling bertukar pandang, kecemasan mulai menggerogoti hati mereka. Ada sesuatu yang tak beres, pikir mereka.
“Ini di mana sih?” tanya Yubin dari barisan belakang, suaranya terdengar cemas. “Kita nggak kesasar, kan?” lanjutnya dengan nada panik.
“Yang pasti kita ada di hutan,” jawab (Name) tenang, meski sedikit rasa khawatir mulai menyusup ke dalam benaknya.
“Aku juga tahu itu, tapi… kenapa suasananya begini?” sahut Yubin dengan nada kesal.
Tiba-tiba, bus terguncang hebat. Mereka semua terlonjak dari kursi masing-masing. GUJLAK! Bus itu sepertinya menabrak sesuatu.
“BANGS*AT, APA SIH?!” teriak Yubin, diikuti oleh Minwoo yang langsung berteriak, “AH! NGAGETIN AJA!!”
(Name) menutup telinganya, merasa sakit akibat teriakan keras duo maut itu.
Semua perhatian mereka beralih ke arah sopir bus yang mendadak berdiri dari kursinya. Wajahnya pucat, langkahnya gontai saat ia mulai berjalan ke arah penumpang, seperti sosok yang kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Ekspresinya kosong, tak ada tanda kehidupan dalam matanya.
“S-Sopirnya kok gitu?” Shelly berbisik dengan rasa takut yang semakin mencekam.
“Woi… Kita harus kabur, nggak?” tanya Minwoo, wajahnya kini penuh keringat. Tangannya, tanpa sadar, menggenggam erat tangan (Name) seolah meminta perlindungan.
'Tangannya gemetar...' pikir (Name), jantungnya berdebar tak menentu.
Tanpa peringatan, sopir itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu. Detik itu juga, suasana semakin mencekam. Mereka semua menahan napas, tubuh tegang melihat apa yang akan dilakukan oleh si sopir.
“APA-APAAN?!” Hannam tiba-tiba berdiri, siap melompat maju untuk menghentikan si sopir yang tampak akan menyerang mereka.
Namun, langkah Hannam terhenti saat sang sopir berbicara, “Tiba-tiba… mesinnya rusak. Kemungkinan harus diperbaiki. Maaf, kayaknya kalian harus turun di sini deh…”
Mereka semua terdiam sejenak, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Ketegangan yang begitu tebal seketika terurai.
“Kita sudah sampai. Kalian hanya perlu naik sedikit lagi,” lanjut sopir itu, suaranya kini terdengar lebih normal.
Semua kekhawatiran mereka mendadak sirna. Dengan perasaan lega namun tetap bingung, mereka semua menjawab serempak, “A-Ah, baik.”
Akhirnya, mereka turun dari bus dengan perasaan campur aduk. Membawa sepeda dan tas mereka masing-masing, mereka memulai pendakian terakhir menuju tempat latihan yang telah menanti di depan sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐎𝐋𝐋𝐎𝐖 𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐈𝐍𝐃 || 𝐖𝐈𝐍𝐃𝐁𝐑𝐄𝐀𝐊𝐄𝐑
Aksi➤; 𝐃𝐫𝐚𝐦𝐚 𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐫𝐞𝐦𝐚𝐣𝐚-𝐫𝐞𝐦𝐚𝐣𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐦𝐩𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐛𝐞𝐛𝐚𝐬𝐚𝐧! ⌗ 𝐂𝐡𝐨𝐢 (𝐍𝐚𝐦𝐞), 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐥𝐚𝐣𝐚𝐫 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐞𝐩𝐞𝐝𝐚 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢𝐚𝐧...