~33. Tuduhan Aksa

35 1 0
                                    

Assalamualaikum, jangan lupa untuk divote terlebih dahulu sebelum membaca yaaaaaaa 😊

Selamat membaca^^

***

Aqila berusaha menahan rasa sakit di hatinya saat bangun tidur pagi-pagi melihat pemandangan Aksa yang tengah duduk bersama dengan Sena di ruang tamu. Sebelah tangan Aksa mengusap lembut perut rata Sena dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

Aqila sangat tidak tahan melihat pemandangan itu. Aqila cemburu melihat suaminya bersama wanita lain, tapi mulai sekarang ia harus membiasakan diri karena sekarang Aksa bukan miliknya seorang. Akhir-akhir ini pun, Aqila merasa bahwa Aksa lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Sena berbanding dengannya.

Sena bukan hanya telah mengambil hati Maria. Tetapi, wanita itu juga mungkin akan mengambil hati Aksa. Aqila menghapus air matanya sembari tertawa sinis. Hatinya terasa seperti di tusuk-tusuk setiap harinya melihat semua itu.

Aqila sangat tidak tahan dengan perasaan ini, jika tidak memikirkan anak-anaknya, Aqila pasti sudah memilih meninggalkan Aksa secepatnya.

Aqila tak jadi ke bawah setelah melihat mereka berdua. Wanita itu memilih untuk ke kamar anak-anaknya, membangunkan mereka untuk bersiap-siap ke sekolah. Aqila membangunkan putra kembarnya terlebih dahulu, lalu Natusha.

Namun, sesampainya di kamar Natusha, bukannya membangunkan gadis itu. Justru Aqila membekap mulutnya dan menangis tanpa suara. Aqila pikir, Natusha tidak akan mendengar tangisannya, tetapi gadis itu terbangun dari tidurnya, lalu memeluk Aqila sangat erat membuat wanita itu terkejut.

“Apakah papah akan meninggalkan kita lalu melupakan mamah, Tusha dan kedua adik Tusha?” tanya Natusha begitu lirih membuat Aqila kembali menangis.

“Apakah papah akan melupakan kita saat bayi itu lahir?” tanya Natusha lagi mengungkapkan ketakutannya.

Aqila menggeleng, lalu memeluk putrinya begitu erat.

***

Aksa merasa kesal pada Aqila karena sejak pagi ponsel wanita itu tak bisa dihubungi. Bahkan wanita itu pergi begitu saja tanpa berpamitan padanya. Sebagai seorang suami, Aksa merasa tak dihargai oleh Aqila. Ia tahu Aqila masih marah padanya, tetapi status mereka masih suami istri.

Di tengah-tengah rasa kesalnya itu, perusahaannya juga mengalami kerugian yang begitu besar. Banyak pembatalan kerja sama dari klien karena klien mengatakan bahwa perusahaan Aksa semakin kurang akan inovasi dalam berbisnisnya.

Aksa menggebrak meja di hadapannya setelah mendapat laporan dari salah satu karyawannya bahwa klien terakhir juga menolak kerja sama dengan perusahaannya. Aksa sampai memarahi dan memaki karyawannya itu untuk meluapkan emosinya.

“Tenanglah Aksa,” kata Arvin berusaha menenangkan temannya itu karena ia melihat karyawan wanita pengganti Sena itu sudah gemetar ketakutan ketika Aksa memarahinya.

“Keluar!” usir Aksa tak berperasaan membuat wanita itu bergegas keluar karena takut.

Setelah wanita itu keluar, Aksa menjatuhkan dirinya di kursi kebesarannya sembari memijat pelipisnya. Kepalanya pusing memikirkan masalah yang bertubi-tubi datang.

“Jika kau ada masalah dengan Aqila jangan dibawa ke kantor,” sindir Arvin setelah duduk di sebrang Aksa.

“Sejak pagi dia tak bisa dihubungi,” ucap Aksa lesuh.

Arvin hanya memutar bola matanya malas.

“Lebay sekali padahal di rumah pun bertemu,” cibir Arvin.

Takdir yang tak berpihak 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang