Chapter Thirteen

1K 157 15
                                    

Naruto berjalan cepat menghampiri lemari pakainnya. Ia ambil beberapa potong baju untuk persediaan di apartemen Sakura. Semenjak kejadian horror yang terjadi di apartemennya waktu itu, ia memutuskan untuk menumpang di tempat Sakura. Dan dengan alasan kasus pembunuhan itu, Sakura akhirnya dengan ikhlas mengizinkan pemuda pirang itu menumpang tinggal di apartemennya.

Setelah dirasa cukup, ia segera menggendong tas ranselnya dan berniat lari keluar kamar jika saja pintu kamarnya tidak tertutup dengan begitu kencang tepat di depan mata.

Brak!

Angin kencang yang di hasilkan pintu menerpa wajahnya yang memucat.l, ia terpaku dengan jantung berdebar keras. Otaknya berusaha memproses apa yang terjadi barusan itu nyata bukan imajinasinya.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Jalan keluar satu-satunya hanya melewati pintu di depannya itu. Tidak mungkin kan ia keluar lewat jendela, kamar apartemennya berada di lantai 5. Dan ia cukup waras untuk tidak melompat terjun dari sana.

Dengan segenap jiwa dan raga ia memberanikan diri membuka pintu kamar dan berlari keluar dengan cepat. Saat hendak mencapai pintu apartemen, rak sepatu yang berada di dekat pintu tiba-tiba bergeser sendiri. Tentu saja, Naruto melihatnya dengan jelas bahkan matanya sampai melotot. Ia berjengit mundur sampai membentur dinding. Dadanya turun-naik dengan begitu cepat. Nafasnya pun memburu dengan keringat dingin yang mulai membanjiri wajah pucat nya.

Krieeeeeeeetttt...

Dengan gerakan patah-patah kepalanya menoleh ke arah pintu kamar yang mulai tertutup dengan pelan.

Krieeeeeeeeettt...

Pintu itu kembali terbuka dengan pelan. Dan yang membuat Naruto terkejut adalah keadaan kamarnya yang gelap gulita. Seingatnya lampu kamarnya masih menyala saat ia tinggalkan tadi.

Rasa takutnya semakin menggila ketika telinganya mendengar dengan jelas suara langkah kaki dari dalam kamarnya yang gelap itu.

Tap

Tap

Tap

Sesuatu yang besar terlihat bergerak-gerak di dalam kegelapan. Naruto semakin merapat ke dinding di belakangnya. Kakinya mulai bergetar hebat. Ia merogoh saku jaketnya untuk mengambil ponsel, namun sial, ponselnya sedang dicharger di tempat Sakura.

"Kami-sama..."

Mulutnya mulai komat-kamit berdoa. Wajahnya semakin pucat, matanya tetap mengawasi bayangan besar yang bergerak di dalam gelapnya kamar. Bayangan itu seperti berjalan ke arahnya, makin lama makin dekat. Naruto menahan nafasnya ketika dengan jelas ia melihat bayangan itu menyeringai di dalam kegelapan. Mata merah itu menyala di kegelapan, mengingatkannya pada penampakan di gudang sekolah waktu itu.

"Hai...."

Suara perempuan begitu jelas terdengar dari dalam kamar. Dengan sekuat tenaga Naruto berlari ke arah pintu, mengabaikan sepatu dan sandalnya yang tiba-tiba bergerak sendiri. Meraih engsel pintu dan membukanya kasar, pemuda pirang itu lari tunggang langgang sambil berteriak nyaring.

"Aaaaaaaaaaaaaa!"

Orang-orang yang kebetulan berpapasan dengannya hanya bisa menyingkir dari jalan dengan raut bingung.

"Naruto-san kenapa?"

Orang yang satunya hanya mengedikan bahunya sebagai jawaban. Kedua orang itu lantas kembali melanjutkan jalannya.

"Eh? Bukankah ini kamar apartemen Naruto-san? Kenapa pintunya terbuka? Apa mungkin terjadi sesuatu, soalnya melihat Naruto-san berlari tadi..." Orang iru melirik kawannya. Mengangguk bersama keduanya memilih memeriksa apartemen Naruto. Saat baru saja membuka pintu itu lebar-lebar, keduanya terpaku.

Another Eyes ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang