20

30 4 0
                                    

"Mom mau Jevan bantuin?" Tawar Jevan. Minju menoleh melihat anaknya berdiri disamping kirinya. Jevan merebut paksa piring kotor ditangan Minju.

"Nggak usah Abang, sana istirahat besok pagi kan harus siapin perlombaan Kala disekolah"

Jevan tersenyum menggeleng, "Aman Mom tenang aja" jawabnya lalu melanjutkan mencuci piring.

Minju tersenyum, ia tatap Jevan dari samping. Putra sulungnya benar benar sudah dewasa. Ia tau Jevan menyadari perasaannya yang sedang sedih malam ini.

"Mommy kenapa?"

"Hm?"

"Ada apa Mom? Kenapa kaya lagi sedih gitu?"

Minju menggeleng lemah, "enggak papa, Mommy kepikiran bunga anggrek yang pada layu"

Jevan tersenyum tipis, ternyata Minju masih belum mau jujur.

"Ada yang salah ya sama Daddy?"

Minju mengusap sebelah pipinya, ia menghindari kontak mata dengan Jevan.

"Enggak kok sayang, Mommy baik baik aja jangan dipikirin ya" Minju mengusap kepala Jevan yang jauh lebih tinggi darinya.

"Kamu kok tinggi banget sih? Daddy aja sampe kalah loh"

Jevan tertawa, "Daddy males minum susu sih, makanya tinggian aku sekarang" ujarnya.

Setelah selesai mencuci piring, Jevan menghampiri Minju sedang duduk dimeja makan mengupas jeruk.

Ia menatap Minju dari samping. Mommynya tersenyum tapi ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari senyuman Minju.

"Mom, Mommy kalo capek istirahat"

Minju menoleh sekilas lalu mengangguk.

"Jevan tau Daddy akhir akhir ini sibuk banget terus sering pulang pagi. Mommy juga pasti mikir mikir ya kalo mau ngeluh sama Daddy"

"Daddy juga capek kerja ya Mom? Tapi, kalo Mommy ngertiin Daddy terus Daddy nggak bisa ngertiin Mommy. Siapa yang bisa ngertiin Mommy kalo bukan Jevan sama Kala?"

Minju menghindari kontak mata dengan anaknya. Ia menoleh kesamping mengedip kedipkan matanya yang berair. Minju paksakan untuk tersenyum manis menatap Jevan.

"Abang,Mommy baik baik aja" ujar Minju. Ia usap pipi tirus Jevan dengan lembut, "makasih udah perhatiin Mommy ya"

Jevan mengangguk, ia beralih memeluk Minju dari samping, "Abang sayang banget sama Mommy. Mommy ga boleh sedih, kalo ada yang bikin sedih bilang sama Abang. Biar Abang pukul, berani banget bikin bidadari aku sedih"

Minju tertawa, ia mengusakkan pipi chubby ya ke rambut Jevan. Minju segera menusap pipinya yang basah tak mau Jevan tau dirinya menangis.


"Beneran, abang jago berantem kok"

Ia tak mau jujur dirinya tengah overthinking. Minju tak mau terlalu  larut dalam kesedihan karena pikiran buruknya. Jevan dan Kala masih butuh perhatiannya, tak ada waktu untuk bersedih.

"Mommy pasti cape banget, harus ngertiin Daddy, Jevan, Kala. Terus yang ngertiin Mommy siapa?" gumam Jevan.

Tiba tiba ia sedih setelah berkata seperti itu. Jevan tenggelamkan wajahnya dipundak sempit Mommynya. Jevan tau dan yakin  Minju sedang menahan tangisannya. Ia bisa merasakan nafas berat Minju.

KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang