24

25 3 2
                                    

Kedua tangan pucat itu mengepal dengan kuat hingga memutih. Ia paksakan lututnya untuk tetap kuat walau nyatanya sudah gemetar hebat saking sakitnya.

Nafasnya tercekat seakaan berhenti dipangkal kerongkongan. Matanya panas dan perih melihat sosok tak asing didepannya.

Mata bulat itu berkedip merasakan tangannya digenggam. Ia melirik melihat si bungsu dengan wajah merah padam.

"Kala ayo pulang sayang"

Kepala anak itu menoleh, airmatanya langsung jatuh bersamaan netranya menangkap mata Minju yang sudah basah.

"Stay here Mom, i will-"

"Let's go home" ujarnya pasrah, kedua tangannya mencengkram Kala dengan sekuat tenaganya. Isakan lirih keluar dari bibir Minju yang tertutup rapat. Ia tundukkan kepalanya, tak kuasa menangis dihadapan sang anak.

"Kala, pulang" ajaknya dengan lembut.

Geraman marah terdengar dari bibir Kala. Ia merangkul bahu bergetar Minju dan membawa Mommynya pergi secepatnya dari bandara.

Matanya sesekali melirik ke belakang, melihat sesuatu yang menyakiti matanya.

Lagi lagi Kala kecewa. Kala sakit hati. Kala marah. Seolah olah dunia dan semesta memang sengaja menyakiti Kala. Takdir dan hidup seolah kompak memberinya cobaan.

Ia merasa dirinya terlahir hanya untuk merasakan kecewa.

Bahkan sekarang Kala tak mampu mengeluarkan satu katapun pada Minju. Ia melirik Mommynya yang sedang menyetir mobil menangis sesenggukan.

Nggak bisa, Kala ga tega liat Minju kaya gini. Tapi, dia juga bingung harus gimana. Kala ga bisa nyetir jadi ga bisa gantiin Minju buat sementara.

Ia tahu betul bukan hanya dirinya yang marah. Mommynya lebih. Ia bisa tahu melihat Minju menyetir mobil dengan kecepatan laju tak seperti biasanya. Isakan demi isakan dari bibir Minju membuat hati Kala berdenyut sakit.

"Mommy please don't cry" pertahanannya runtuh. Kala menunduk sembari mengepalkan kedua tangannya. Hatinya semakin berdenyut mendengar suara tangis Minju kembali pecah.

Bingung, ia tak tau harus apa. Kala tak pernah membayangkan dirinya akan merasakan posisi seperti ini.

Semuanya terlalu tiba tiba, ini terlalu sakit. Kala kewalahan dan tak bisa berpikir dengan jernih. Rasa sakit yang Kala terima akhir akhir ini menumpuk terlalu banyak. Ia tak ada waktu untuk mengobati hatinya yang sudah terluka.

"Mommy please..."

Kala langsung menarik tubuh Minju dan memeluknya dengan erat setelah mobil itu berhenti terparkir dihalaman rumahnya.

Suara tangis Minju memenuhi seluruh sudut didalam mobil. Wajahnya yang merah semakin memerah karena menahan tangis.

"Adek, sakit dek"

"I know" balas Kala dengan suara parau.

Ia biarkan lengannya diremat kuat oleh jari jari Minju. Rasa perih di kulitnya tak sebanding dengan sakit di hatinya.

"Mommy aku...mom jangan bikin Kala takut"  ia akhirnya kalah. Kala menenggelamkan wajahnya dibahu sempit Minju yang naik turun.

Mereka berdua saling berpelukan, menangis. Isakan sesak Minju bersahutan dengan tangisan Kala yang sesenggukan.

Berkali kali Minju menggunakan kata maaf pada anaknya.

"Kala..." Dengan jari jari yang bergetar, Minju menangkup pipi Kala yang basah.

KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang