Angin malam menerpa wajah damai Kala. Ia sedang duduk disebuah kursi taman. Tangan kanannya menggenggam gelas plastik berisi kopi yang sudah mendingin.
Hari ini nampak ramai, mungkin karena weekend. Beberapa pengunjung taman duduk di rumput hijau yang terawat. Padahal sudah menunjukkan 11 malam.
"Hhah" helaan nafas berat keluar begitu saja dari bibir Kala. Ia menunduk menatap sepatu yang dibelikan Jevan beberapa bulan yang lalu.
Ia sadar, hari harinya akan semakin berat. Hidupnya tak lagi mudah. Ia dan Minju memutuskan pergi dari rumah tanpa persiapan apapun.
Dan, untuk pertama kalinya Kala memikirkan pasal uang. Selama ini dirinya tak pernah khawatir soal ekonomi. Orangtuanya selalu memberi Kala dengan jumlah lebih.
Untung saja kartu yang diberikan oleh kakaknya sebagai hadiah kemenangan lomba masih ia simpan. Walaupun jumlahnya cukup, tapi Kala tak yakin uang itu akan bertahan lama.
"Sekolah gua gimana ya?" gumam Kala.
Pluk
"Na Kala"
Kala langsung mendongak, matanya membulat sempurna melihat sosok tak asing berdiri didepannya.
"Kala, lu-" bibir Jevan mengatup tak bisa melanjutkan ucapannya, "akhirnya..." lanjut Jevan lalu memeluk Kala.
"Kalian kemana hah?! Abang udah hampir gila nyari kamu sama Mommy"
Kala hanya menunduk tak mau menatap Jevan. Kenapa juga dia ga kepikiran sama kakaknya dari tadi.
"Bang, Daddy..."
"I know" sela Jevan, "Abang tau semuanya"
Jevan diam menatap adiknya yang sedang menahan tangis. Ia tau dirinya dan Kala tak cukup dekat. Mungkin itu yang membuat Kala sedikit sulit mengekspresikan perasaannya jika sedang bersama.
"Aku ga mau Mommy sama Daddy pisah, aku...takut"
Tangan Jevan terulur merangkul bahu adiknya yang bergetar.
"Semuanya bakal baik baik aja"
"Mommy in pain, aku ga tega liat Mommy nangis terus. Aku ga yakin Mommy bisa maafin Daddy"
"Jangan khawatir, mungkin Mommy pergi buat ngasih pelajaran ke Daddy. Kita liat segimana besar usaha Daddy nemuin kalian" Jevan, Kala mengangguk.
"Lu ketemu Daddy?"
Jevan mengangguk, "ya, Daddy juga sama kaya Mommy"
"Kacau,dek. Keluarga kita berantakan"
Hening, keduanya diam tenggelam dengan pikirannya sendiri.
"Oh shit" umpat Jevan, ia menunduk menutup wajahnya.
Jevan benci perasaan ini, ia bak dipukul bertubi tubi sekarang. Terlalu banyak rasa sakit yang menumpuk.
Kala menoleh, ia lihat bahu kakaknya gemetar. Dirinya sendiri tidak tahu bagaimana menenangkan kakaknya. Kala sendiri juga sama, ia merasa kebingungan.
Kala mendongak, tak membiarkan airmatanya turun. Ia benar benar masih Denial dengan kondisi keluarganya. Kala tak pernah membayangkan melihat kakaknya hancur seperti ini.
Untuk sekarang, prioritas Kala adalah Minju. Dia akan menemani Minju apapun kondisinya. Tak peduli bagaimana sulitnya nanti. Selagi bersama Mommynya, Kala percaya ia akan baik baik saja.
"Ayo ketemu Mommy"
***
Kala membuka pintu gerbang membiarkan mobil kakaknya masuk ke garasi. Jevan turun, ia melihat rumah yang baru saja disewa oleh Mommynya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kala
شِعرSebuah kesalahpahaman dan arti keluarga dari sudut pandang Na Kala. "What's wrong with you, Kala?" "Kamu kenapa ga jujur soal Jevan sama aku? Keterlaluan!" "Daddy aku gamau dipenjara"