36 | Tangis Zena

3.2K 73 7
                                    

SELAMAT MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SELAMAT MEMBACA

Sidang.

Satu kata yang menggambarkan situasi saat ini. Dimana Zena duduk dihadapan para orang tua di anggota keluarganya.

"Sudah berapa lama kamu berpacaran dengan dia?" sang Ayah membuka sesi introgasi tersebut.

"Hampir setahun"

"Kamu ketemu dimana pria macam begitu?" seru tante Jadu heboh.

"Di kafe"

"YATUHAN ZENA! Terus umurnya berapa dia terlihat jauh lebih tua darimu!" tanya wanita itu lagi.

Ini lah pertanyaan yang sangat sulit Zena jawab. Dia tidak malu akan umur Angkasa, tetapi stigma di masyarakat jika cinta haruslah dengan seseorang yang umurnya hampir sama dengan kita yang membuat Zena enggan untuk membahasnya.

"Zena jawab!"

"Empat puluh empat"

Seluruh anggota keluarga Zena seperti kehilangan napas mereka sesaat.

"EMPAT PULUH EMPAT TAHUN?" ulang sang tante, dengan intonasi berkali-kali lipat lebih tinggi.

Zena hanya mampu mengangguk. Bahkan untuk melihat wajah mereka pun ia takut.

"Kak, anakmu bermain api dengan pria berumur!" tante Jadu berseru di depan sang ibu. Namun ibunya hanya diam menunduk.

"Dia sudah kepala empat Zena! Apa yang membuat kamu menyukainya?" sang ayah menggelengkan kepala tak mengerti.

Ayah Zena tidak menyangka jika anak satu-satunya berpacaran diam-diam bersama pria yang hampir seumuran dengannya. Jarak pria itu dengan umurnya lebih dekat dari ke umur Zena.

"Disya bilang di seorang duda, apa itu benar?" selidik sang ayah.

Zena mengangguk.

"Sudah tua, duda lagi! Apa yang kamu lihat dari dia?! Jangan-jangan dia hanya memanfaatkan kamu saja!" marah sang Ayah.

"Dimana anakmu ini mendapatkan lelaki modelan begitu, astaga aku hampir mati mendengarnya" Tante Jadu mengeluh kepada kedua orang tua Zena. Ia menyentuh pelipisnya dan memijatnya pelan.

"Terlepas dari usia dan statusnya, Abang Angkasa adalah orang yang baik. Dia tidak memanfaatkan aku, kami saling mencintai"

Mendengar pengakuan Zena, sang ayah semakin marah. Ia menggebrak meja dan melempar gelas yang berada di dekatnya.

"Jangan membahas cinta! Kamu sudah kehilangan akalmu karena pria itu" sang ayah menunjuk wajah Zena. "Berpisah dengannya!" kata pria paruh baya itu.

Zena menggeleng cepat. "Tidak. Aku mencintainya ayah, ibu" ia menatap sang ibu yang sedari tadi hanya terdiam.

"Hari ini adalah terakhir kalinya kamu bertemu dengan pria itu. Mana ponselmu" sang ayah merebut ponsel Zena dari tangannya. "Jangan berharap kamu bisa menghubunginya. MASUK KE KAMAR!"

Om Angkasa [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang