🍑09

63.2K 6.8K 242
                                    

Entah berapa lama Deziana berada di dalam kereta. Yang pastinya suara bertarung masih santer terdengar.

"Lindungi pangeran!" suara prajurit terdengar bersahutan, Deziana tebak Gava pasti terluka.

"Tuh kan, dibilangin jangan durhaka. Kena kualat akhirnya." di situasi sekarang, Deziana masih sempatkan untuk mengoceh sampai akhirnya terhenti berkat gedoran kuat yang berasal dari luar kereta.

"Masih ada orang di dalam." salah satu penyerang berujar. Deziana keringat dingin, sumpah demi apapun, Deziana menyesali keputusannya untuk ikut pulang bersama Gava.

"Ampun Tuan. Tolong kasihanilah aku yang lemah lembut nan tidak berdaya ini." ujar Deziana bersamaan pintu kereta dibuka kasar. Tangannya ditarik paksa, hingga mau tak mau Deziana keluar.

"Hei preman, jangan macam-macam denganku, ya!" Deziana menatap tajam pria-pria yang sebagian wajahnya ditutupi oleh kain hitam.

Bukannya merasa terintimidasi, para penyerang itu menyeretnya membuat Deziana meringis. Tak jauh dari tempatnya, ia mendapati sosok Gava yang masih bertarung meski keadaannya cukup terluka.

"Ayo Deziana, tunjukkan bakatmu. Bukankah kau mengambil keahlian berpedang Alodia." bisik Deziana seraya melirik pedang yang dipegang oleh mereka. Tak ada pilihan lain.

Deziana mengambil pedang itu lalu mulai menyerang dengan cepat.

Akhirnya pertarungan itu dimenangkan oleh pihak Gava.

Dengan napas ngos-ngosan, Deziana duduk di tanah. Matanya mengedar, ternyata Gava cukup brutal. Padahal Deziana hanya bisa melukai tanpa harus membunuhnya. Sementara Gava sendiri dengan sadis membuat semua penyerangnya mati dengan anggota tubuh yang terpisah.

Jujur saja Deziana mual melihatnya.

"Pangeran, Nyonya. Kereta kita rusak. Perlu waktu untuk memperbaikinya." sang kurir yang tak luput dari noda darah di wajahnya berujar.

Dezian maupun Gava kompak melirik kereta, dan benar. Kereta mereka rusak dibagian roda.

Atensi Deziana beralih kepada Gava, terlihat darah merembes dari balik lengan bajunya. Memutuskan berdiri, Deziana menghampiri pria itu.

"Lukamu harus segera diobati." katanya menarik pelan lengan Gava tetapi sang empunya segera menepis tangannya.

"Tidak usah pedulikan aku." ketusnya memegang lengannya guna menghentikan pendarahan.

"Ck, kau ini sangat keras kepala. Ingat, aku ini ibumu." tukasnya memilih mengedarkan pandangan ke sekitar. Mereka kini berada di sekitar hutan dan Gava sedang membutuhkan pertolongan.

Meski anak itu menjengkelkan, tetapi Deziana juga tidak tega apabila membiarkannya menanggung sakit.

Meraih obor yang masih menyala, Deziana berjalan ke sekitar. Mana tau dia menemukan tumbuhan yang sering ia gunakan dulu untuk luka macam Gava.

"Pangeran, apa tidak sebaiknya luka Pangeran diikat menggunakan kain? Bila dibiarkan Pangeran akan kehilangan banyak darah." salah satu prajurit mengusulkan akan tetapi Gava membalasnya dengan gelengan singkat.

Sosok Deziana muncul dibalik kegelapan. Tangannya memegang sesuatu namun Gava memilih abai. Barulah ketika mendengar suara tumbukan, Gava menoleh ke arah Deziana. Keningnya menyerngit halus, lalu tak lama Deziana berjalan mendekatinya.

"Tanaman ini bisa membuat pendarahannya berhenti. Dulu ibuku sering menggunakannya ketika aku terluka." ucap Deziana sambil memberi kode agar Gava menyingkap lengan bajunya. Dan beruntung juga anak itu mau menurutinya.

Melepas pita rambutnya, Deziana mulai membalurkan tanaman yang sebelumnya sudah ia haluskan sebelumnya. Baunya sangat menyengat dan ketika menyentuh kulit yang terluka terasa perih.

Ibu Tiri?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang