🍑32

55.9K 7.7K 692
                                    

"Ibu, kenapa kita kemali?" tanya Alerion menatap bingung rumah di depannya. Kepalanya mendongak guna menatap Deziana yang masih senantiasa mengedarkan pandangan ke sekitar.

"Selama Ibu kerja, Ale bakal tinggal di sini. Bersama bibi Nana." ujar Deziana menunduk sembari memberikan senyum pada anaknya.

Setelah dari Malaera, Deziana langsung menuju desa di mana Nana berada. Kabarnya, mantan pelayan pribadinya itu diberhentikan setelah terlibat membantu pelarian Deziana beberapa tahun lalu.

Membayangkannya, Deziana jadi merasa bersalah.

"Bibi Nana? Siapa dia?"

"Saudara Ibu." jawab Deziana yang sekarang ini mulai menuntun Alerion mengikuti langkahnya memasuki rumah sederhana namun nyaman dipandang.

Diketuknya pintu kayu itu beberapa kali, menunggu beberapa saat akhirnya pintu terbuka dan sosok yang Deziana cari akhirnya bertatap muka setelah sekian lama.

"Nyonya Alodia!" seru Nana dengan raut muka terkejut. Deziana tersenyum simpul sebelum kemudian suara Alerio mengambil atensi keduanya.

"Ibu, apa bibi ini punya makanan? Ale lapal."

Deziana membola mendengarnya, matanya melotot galak lalu menjewer telinga Alerion meski tidak kuat.

"Mana sopan santunmu Ale." geramnya melepaskan tangannya dari telinga sang anak.

"Hehehe, Ale belcanda, Bu. Tapi kalau ada, juga tidak apa-apa." cengirnya di sela mengusap telinganya.

Nana yang mengamati interaksi keduanya sedikit terkejut usai melihat anak laki-laki yang wajahnya mengingatkannya pada kaisar muda Ziria. Spekulasi-spekulasi mulai bermunculan di otaknya.

"Nana, apa kabar?" Deziana bertanya setelah memberikan pelukan singkat pada wanita muda tersebut.

Nana terdiam sejenak, sebelum mengulas senyum kecil. "Saya baik, Nyonya. Emm, apa dia tuan muda?" tanyanya menunjuk Alerion yang nampak asik membuat coretan di atas tanah.

Pertanyaannya mendapat anggukan singkat dari Deziana. Nana kemudian mempersilakan mereka masuk termasuk Alerion yang kini sudah melepas syal penutup wajahnya.

Berbincang sebentar, akhinya Nana tau tujuan Deziana mencarinya kemari. Meski dia masih tak menyangka akan fakta yang Deziana berikan mengenai status Alerion.

"Tapi, pemilihan permaisuri kurang dari dua minggu lagi, Nyonya. Seharusnya dengan kehadiran pange—"

"Dia bukan pangeran, Nana. Dia Alerion, putraku. Aku tidak ingin kehadiran Alerion sampai tercium oleh kaisar, jika itu sampai terjadi...." Deziana menggantungkan kalimatnya saat mimpi 3 tahun lalu melintas.

Dan memang menyembunyikan Alerion adalah pilihan terbaik meski Deziana sangsi.

Nana pun mengerti, namun mau sampai kapan? Cepat atau lambat, Alerion bakal diketahui.

"Saya akan membantu Nyonya sebisa mungkin."

Deziana tersenyum haru, tangannya lalu merogoh kantung berisi koin yang menurut Nana cukup panjang.

"Ambillah ini. Dibanding kerja serabutan, mending kau jadi babysiter-ku."

"Baby, apa?" Nana bertanya bingung yang dibalas Deziana dengan kibasan tangan.

"Itu loh yang jagain anak. Anggap saja aku memberimu pekerjaan menjaga Alerion." Deziana menghela napas, sejujurnya dia tidak ingin melakukan ini. Namun keadaan mendorongnya hingga nekat membawa Alerion ke Ziria meski masih jauh dari jangkauan kerajaan.

"Aku takut, Nana." gusarnya mengusap wajah sementara Nana mengusap bahunya pelan.

"Nyonya, saya akan mengurus tuan mu—"

Ibu Tiri?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang