🍑13

62.4K 6.8K 467
                                    

Melihat ke sekelilingnya dengan seksama, Deziana menghembuskan napas pendek. Tinggal 3 hari lagi penobatan dan istana sudah sibuk menyiapkan beberapa hal.

Menselonjorkan kakinya pada bangku panjang, Deziana menaruh tangannya pada kepala bagian belakang guna menjadi bantalannya.

3 hari lagi maka Deziana harus menyiapkan diri. Setelah penobatan itu maka Deziana akan pergi meninggalkan Ziria. Deziana berencana menemukan cara agar bisa kembali ke dunianya. Dan semuanya itu bisa terealisasikan bila Deziana meninggalkan istana.

Deziana tau tindakannya ini bakal menghapus marga Ziria di belakang namanya. Tapi dia tidak memusingkan, toh Deziana tidak membutuhkan marga itu. Yang dia butuhkan adalah cara kembali ke dunianya.

"Untung aja kagak bunting si Alodia." monolognya setelah kemarin memeriksa diri pada tabib.

Memejamkan mata menikmati semilir angin, Deziana bersenandung. Nada merdu keluar dari bibirnya sekaligus mengingat saat di mana dirinya menyanyi abal-abal di kediaman duke Ezelio. Deziana pasti akan merindukan masa-masanya menjabat menjadi nyonya Alodia.

Berpikir tentang Alodia, kemana Kira-kira pemilik asli raga ini sebenarnya.

Hah~ sudahlah, Deziana tak perlu memusingkan.

Can call you baby?

Call you be my frriend?

Call you be my love, hm hm hm feriend~

Di sela kegiatannya itu Deziana tak menyadari bahwa sedari tadi tingkahnya menjadi tontonan seorang pria yang berdiri tepat di sampingnya.

Barulah ketika membuka matanya, Deziana terkejut. "Yak Jailangkung! Muncul kagak bilang-bilang!" serunya sambil bangun dengan terburu-buru.

Gava mengangkat satu alisnya kemudian netra peraknya memicing.

"Kenapa kau di sini?"

Cari tai emas. Batin Deziana menggerutu.

Pertanyaan nyeleneh itu seperti tengah menyindirnya. Deziana bangun demi menyamakan posisi Gava meski pada kenyataannya tinggi keduanya memiliki perbedaan jauh signifikan.

"Nak, Ibu sering datang ke sini menghabiskan waktu." akunya di sela merapikan rambutnya.

"Kau sama sekali tidak berguna. Setidaknya bantulah para pelayan dibanding menghabiskan waktu yang tak ada faedahnya." sarkasnya menatap Deziana yang sedang menguap.

"Gava putraku yang tampan, Ibumu ini udah tua. Di usia sekarang, Ibu ingin menghabiskan waktu seperti ini." katanya kembali duduk mengabaikan Gava yang menatapnya malas.

"Jangan jadi beban."

Ugh! Nyelekit sekali ucapannya itu. Beruntung Deziana memiliki stok kesabaran banyak.

"Jangan marah-marah gitu, nak. Nanti kau cepat tuwir. Kasian, masih muda tapi tulang udah encok," selorohnya menahan senyum saat melihat wajah kebingungan milik Gava.

"Sini sini duduk sama Ibu."

Belum Gava mengeluarkan penolakan, Deziana dengan cepat menariknya. Untung saja pantatnya tepat mengenai tempat duduk dari kayu itu.

"Segitunya kau ingin berdekatan denganku." ujarnya menatap jengkel Deziana yang bersikap seolah tidak mendengar apa-apa.

"Beberapa hari lagi kau akan menjadi kaisar dari Ziria. Sebelum penobatan, adakah niatmu menyunting calon permaisuri?" tanyanya pada kalimat terakhir.

"Kenapa? Kau cemburu?"

Deziana nyaris mengangkat kursi yang mereka duduki. Rasanya dia ingin membantingnya tetapi sadar diri bahwa itu tidak akan etis terlebih Deziana juga tak sekuat itu.

Ibu Tiri?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang