"Hon, kau yakin akan berkuliah hari ini?" Jennie menatap tak yakin ke arah Lisa yang kini sedang membereskan barang-barangnya.
Lisa mengangguk, "Aku tidak ingin membuatmu marah jika aku bermalas-malasan"
"Tak akan, hon. Beristirahatlah dulu di rumah. Aku yang akan mengijinkanmu pada Jisoo eonnie" Jennie menyentuh lengan Lisa.
"Aku baik-baik saja, baby. Aku harus berkuliah agar secepat mungkin mendapatkan gelar sarjanaku dan aku bisa menikahimu" Lisa tersenyum lebar, membuat hati Jennie seketika terenyuh.
"Kita bahkan bisa menikah sekarang jika kau mau" Jennie menatap Lisa dengan haru.
Tangan Jennie terulur untuk menyentuh pipi Lisa dan mengusapnya dengan lembut.
"Ani~ aku belum memiliki apapun. Aku tidak ingin membuatmu menderita, baby. Cinta saja tidak cukup untuk membangun rumah tangga. Aku harus mapan untuk memberikan kehidupan yang layak untukmu dan keluarga kecil kita"
"Aku akan menunggumu untuk itu, sayang" Jennie tersenyum dan mengecup ujung hidup Lisa.
"Itu Wendy dan Seulgi! Aku akan keluar terlebih dahulu dan menyusul mereka" pekik Lisa tiba-tiba, saat ia melihat Wendy dan Seulgi melewati mobil Jennie.
"Aku pergi, baby" Lisa mengecup pipi Jennie dengan cepat, kemudian keluar dari dalam mobil.
Bisa terlihat dengan jelas, Lisa berlari kecil ke arah Wendy dan Seulgi dengan senyuman yang merekah di bibirnya seolah tidak terjadi apapun. Lisa tidak memberitahu Wendy dan Seulgi tentang kematian ayahnya. Hanya Jennie yang tahu. Sebab, sejak awal, Lisa memang tidak pernah terbuka tentang keluarganya kepada Seulgi dan Wendy.
Jennie hanya bisa menatap Lisa dari dalam mobilnya. Gadis jangkung itu sangat terlihat berbeda. Di depan Jennie, ia akan menunjukkan sisi kerapuhannya. Lisa yang lemah dan hancur.
-Flashback On-
Lisa dan Jennie tengah di perjalanan menuju apartemen usai pemakaman ayah Lisa. Lisa tidak berniat pulang ke rumah keluarganya meski Chiquita sudah memintanya, bahkan sampai menangis meminta Lisa untuk tinggal. Namun, Lisa tetap bersikeras untuk kembali ke apartemen.
Sejak tadi, Lisa hanya diam tanpa suara. Ia menatap ke arah luar jendela dengan pandangan kosong. Jennie sempat melirik sebentar ke arah Lisa dan menghela nafasnya panjang. Lisa memang tidak menangis, tapi Jennie tahu, gadis jangkung itu tengah hancur sekarang.
"Hon..." Jennie menyentuh tangan Lisa, membuat gadis itu seketika menoleh.
"Jangan melamun. Tidurlah jika mengantuk" Jennie mengusap tangan Lisa, namun matanya tetap fokus pada jalanan.
Lisa menggeleng, "Aku tidak ingin meninggalkanmu sendirian"
"Tidak apa-apa, sayang. Tidurlah! Aku tau kau lelah" Jennie menoleh sekilas dan tersenyum.
"Tidak, baby. Aku tidak mengantuk. Aku ingin menemanimu menyetir saja"
"Baiklah"
Tiba-tiba, terbersit sebuah ide di dalam kepala Jennie. Ia membelokkan stir kemudinya menuju ke arah lain yang berlawanan dari arah apartemen, membuat Lisa mengernyit heran.
"J, ini bukan ke arah apartemenmu" kata Lisa saat menyadari arah mobil Jennie.
"Aku tau. Kita akan pergi ke suatu tempat terlebih dahulu sebelum kembali ke apartemen" ucap Jennie.
"Kita akan kemana?" Lisa tampak penasaran.
"Kau akan mengetahuinya nanti" Jennie tersenyum penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Healer [END]
Fiksi Penggemar"Kehadiranmu, salah satu bukti bahwa obat tidak selalu berbentuk pil" G!P 🔞