Jennie menatap ke arah jam dinding dengan gelisah. Sudah pukul 5 sore, namun Lisa belum juga kembali. Padahal, tadi ia hanya pamit untuk pergi sebentar dan seharusnya sudah kembali sejak beberapa jam lalu.
"Duduklah, Jen. Jangan mondar-mandir terus seperti itu" tegur Irene yang mulai jengah melihat Jennie sejak tadi hanya mondar-mandir tidak jelas.
"Perasaanku tidak tenang, Bae. Aku mengkhawatirkan Lisa" Jennie berdiri dan menggigiti kuku tangannya karena terlalu cemas.
"Tenanglah, Lisa akan pulang sebentar lagi. Kau tidak perlu khawatir. Dia sudah besar, Lisa bisa menjaga dirinya sendiri" Joy menuntun Jennie untuk duduk di sofa.
"Aku ingin menghubungi Lisa"
Irene segera meraih ponsel Jennie yang berada di atas meja dan menyerahkannya pada gadis bermata kucing itu. Jennie menerimanya dan segera menelfon ponsel milik Lisa. Telfonnya tersambung, namun Jennie tidak kunjung mendapat jawaban. Hanya ada suara sambungan telfon yang berakhir dengan bunyi 'tut'.
Jennie semakin merasa gelisah. Tidak biasanya Lisa mengabaikan panggilannya seperti ini. Ia juga sudah mengirimkan banyak pesan sejak tadi siang, namun tidak satu pun yang mendapatkan balasan. Kemana sebenarnya Lisa pergi? Jennie benar-benar khawatir, takut terjadi sesuatu yang buruk pada kekasihnya.
"Biarkan kami menghubungi teman-teman kami, siapa tau ada yang sedang bersama Lisa" usul Wendy.
"Ya, lakukanlah" Jennie mempersilahkan.
Wendy dan Seulgi langsung bergegas menghubungi teman mereka satu per satu untuk menanyakan keberadaan Lisa. Sementara, Jennie duduk di sofa dengan gelisah. Pikirannya terlanjur kalut.
Tak berselang lama, Seulgi dan Wendy kompak menaruh ponsel mereka kembali di atas meja. Keduanya menggeleng, pertanda tidak satu pun teman yang sedang bersama Lisa. Jennie sontak menghela nafas berat. Matanya sudah berkaca-kaca, ingin rasanya Jennie menangis sekarang sebab Lisa tak kunjung kembali, sedangkan waktu terus berputar dan malam hampir tiba.
"Jen, tenanglah. Mungkin Lisa sedang menyelesaikan sesuatu. Dia akan pulang sebentat lagi" Irene mengusap bahu Jennie untuk menenangkan.
"Tapi Lisa tidak pernah seperti ini, Bae. Dia akan tetap memberiku kabar jika ia ingin melakukan sesuatu dan pulang terlambat" Jennie sudah tidak bisa membendung air matanya lagi.
Tangisnya sudah pecah, membuat kedua sahabatnya juga Wendy dan Seulgi menatap iba ke arah Jennie.
"Mungkin Lisa tidak sempat menghubungimu. Jangan berpikir macam-macam" timpal Joy.
"Aku tak bepikir macam-macam, Joy. Aku tau Lisa tidak akan mungkin berbuat aneh-aneh di belakangku. Aku hanya takut dia terluka atau semacamnya. Aku khawatir"
"Ssstt...sudah, tenangkan dirimu, nee? Kita akan menunggu Lisa sama-sama" Irene memeluk Jennie dan mengusap punggungnya perlahan.
Kelimanya menunggu kepulangan Lisa dalam diam. Joy dan Irene sibuk menenangkan Jennie, karena gadia itu menjadi cukup sensitif akhir-akhir ini apalagi jika menyangkut Lisa. Berbeda dengan Wendy dan Seulgi yang kebingungan harus berbuat apa.
"Bagaimana kalau kita mencari Lisa?" bisik Seulgi.
"Kemana kita akan mencarinya?" Wendy tidak kalah berbisik karena tidak ingin para wanita mendengar obrolan mereka.
Seulgi menggedikkan bahunya.
"Aku saja tidak tau dia pergi kemana"
"Idiot!" Wendy menggeplak kepala Seulgi cukup keras, membuat Irene spontan menoleh dan menatapnya dengan tajam.
"Ehehehe...mianhe, aku hanya bercanda, miss" Wendy mengacungkan jarinya berbentuk peace sign.
Irene tidak mempedulikannya dan kembali fokus pada Jennie. Wendy bernafas lega. Beruntung mereka sedang sibuk menenangkan Jennie, jika tidak, mungkin Wendy sudah berakhir menjadi perkedel karena dengan berani memukul Seulgi di hadapan Irene.
KAMU SEDANG MEMBACA
Healer [END]
Hayran Kurgu"Kehadiranmu, salah satu bukti bahwa obat tidak selalu berbentuk pil" G!P 🔞