[2] 65

242 33 26
                                    

Udara sejuk dengan kabut yang masih menutupi pemandangan sekitar. Daun-daun serta rumput yang masih basah oleh embun, serta matahari yang masih bersembunyi membuat suasana terasa begitu tenang.

Renjun tersenyum sembari melihat punggung belakang Ayumi. Ia melihat kearah langit yang masih terdapat bintang dan bulan, walaupun tidak sejelas saat malam hari. Perasaan pagi ini sungguh luar biasa dibandingkan pagi-pagi sebelumnya, bahkan perasaan menemani rutinitas Ayumi saat hamil terasa begitu semangat.

Bukan berarti hari sebelumnya tidak bersemangat, tetapi hari ini semangatnya bertambah berkali-kali lipat.

"Sayang." Renjun merendahkan pandangannya. Ia beralih dari menatap langit menjadi menatap semestanya, ia tersenyum lalu berlari perlahan menghampiri Ayumi yang ternyata sudah cukup jauh darinya.

"Kenapa, sayang?" Renjun merangkul Ayumi dengan satu tangan sembari mengusap pundak semestanya itu.

Ayumi menundukkan pandangan, ia meraih tangan Renjun dan mengarahkannya ke perut. Senyuman kecil terbit begitu saja dari bibir Renjun, dengan cepat ia merendahkan tubuhnya untuk mensejajarkan pandangannya dengan perut besar Ayumi.

"Halo, anak manis, Ayah." Renjun meletakan sendal Ayumi dan dirinya terlebih dahulu sebelum mengusap perut Ayumi dengan kedua tangan.

Pergerakan kecil dari perut Ayumi menyapa usapan lembut Renjun. Tentu saja hal itu membuat Renjun dan Ayumi terkekeh bersama, Renjun mengecup tonjolan pada perut Ayumi berkali-kali hingga tonjolan itu bergerak kembali kearah lain.

"Ih ... Apa ini, gamau di cium sama Ayah nih?" Renjun mengerucutkan bibirnya melihat respon si bayi dari perut Ayumi.

Ayumi hanya terkekeh sembari mengusap kepala Renjun dan memainkan rambut suaminya yang mulai gondrong.

"Nakal dia, Ay. Masa gamau di cium sama aku." Renjun beranjak dari posisinya sembari menatap Ayumi, ia mengadu pada istrinya mendapati penolakan dari sang bayi.

"Tau dia, kalo ayahnya belum sikat gigi." Ayumi semakin tertawa melihat respon Renjun yang menatapnya dengan sinis.

"Ngaca!" Saut Renjun sembari menuntun Ayumi untuk melanjuti perjalanannya.

"Jembatannya baru ga sih?" Tanya Ayumi, mendengar itu Renjun langsung melihat jembatan setengah lingkaran yang Ayumi maksud.

"Kayaknya, soalnya waktu itu cuman jembatan lurus biasa." Jawab Renjun.

"Waktu itunya itu kapan?" Renjun terkekeh mendengar ucapan Ayumi.

"Entah, udah lama banget ya berarti. Dari anak-anak belum pada sekolah ga sih? Yang gede baru Jisa, aduh kangen liburan sama julid." Renjun kembali mengingat liburan-liburan sebelumnya bersama teman-temannya itu.

"Awal kita liburan, Njun. Cinlok ga sih jatohnya?" Renjun melirik Ayumi yang tidak setuju dengan ucapan istrinya barusan.

"Cinlok katanya. Aku udah suka lama sama kamu, cuman kamu baru ngelirik aku aja." Ayumi terkekeh sembari menyandarkan kepalanya pada bahu Renjun.

"Ya ... Maaf, lagian kamu cuek-cuek aja sama aku. Terus kelakuannya juga sering berubah-ubah, kan serem aku deketinnya." Renjun terkekeh mendengar penjelasan Ayumi, ia mengusap perut Ayumi perlahan dari pinggang. -Renjun rangkul pinggang Ayumi, jadi dia sekalian ngusap perutnya Ayumi.-

"Diluar kendali, itu kan, Rendi." Ayumi tersenyum mendengarnya.

"Rendi reinkarnasi atau engga ya, Njun?" Renjun menggelengkan kepalanya, ia berhenti melangkah begitu sampai di pertengahan jembatan. Ia mengarahkan Ayumi untuk melihat kearah sungai yang begitu tenang, suara alirannya begitu indah mengisi kesunyian di pagi hari ini.

ᴇꜱ ʙᴀᴛᴜ | ʜʀᴊTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang