[1] 33

3.7K 359 30
                                    

Gue melewati koridor kelas yang lumayan ramai, beberapa dari mereka menatap gue dengan berbagai macam pandangan. Gue mengerutkan kening melihat mereka menatap seperti itu, apakah gue melakukan kesalahan? Atau ada sesuatu yang aneh dari gue hari ini?

Tetapi, gue mengacuhkan hal itu dan kembali jalan menuju gedung IPA. Sampai di gedung IPA, gue melepas headset yang sedari tadi gue pakai. Gue belok dari koridor depan menuju masuk ke gedung IPA, sepanjang jalan masih banyak beberapa murid yang menatap gue.

"Ka Ayumi sendirian aja, terus yang tadi berduaan sama ka Renjun siapa dah?"

"Loh ini ka Ayumi, tadi yang ka Renjun gandeng siapa dong?"

"Ka Renjun sama ka Ayumi udah putus ga sih?"

"Mana mungkin anjir, kemaren aja masih pulang bareng."

"Tapi gue liat ka Renjun sama cewek lain anjir."

"Buset, pemaen juga ternyata ka Renjun."

"Eh anak baru ga sih yang bareng ka Renjun?"

"Anjir, yang bener lo!"

"Keliatannya sih gitu, wah jangan-jangan beneran ada apa-apa ga sih?"

"Oiya, di tambah waktu kapan sih itu. Ada yang liat si Renjun pelukan sama anak baru, parah sih kalo bener."

"Tau anjir, ka Ayumi kurang apa coba."

"Kurang kasih ekhem."

"Ahahaha, parah banget bahasa lo."

Gue mengerutkan kening mendengar perbincangan tersebut, gue berhenti melangkah dan menatap rombongan yang tadi membicarakan gue.

Mereka terlihat pura-pura membicarakan hal lain sembari berusaha tidak bertatapan dengan gue, gue menatap sekeliling yang masih menatap gue. Jujur, ini risih pake banget!

Gue melangkah dengan cepat menuju kelas, bahkan saat menaiki tangga banyak pasang mata yang menatap gue.

Gue memasuki kelas, terlihat Hina dengan wajah merah padam dan seragam lumayan berantakan. Gue mengerutkan kening lalu menatap Herin yang berada di sampingnya, Somi menepuk bahuku pelan membuat gue menatapnya tetapi ia hanya melirik Hina.

"Kenapa si Hina?" Tanya gue.

"Abis ribut sama cowok lo, Ay." Ucap Haechan yang duduk di meja guru, gue menatapnya dengan pandangan tak percaya.

"Kok bisa?" Tanya gue sembari menatap Haechan, bukannya di jawab Haechan malah melirik Hina.

"Liat aja deh di taman belakang, emang brengsek manusia itu." Ucap Hina lalu duduk di meja depan, napasnya masih terengah.

Gue yang sangat penasaran langsung lari menuju taman belakang, sebenarnya gue mendengar suara Jaemin dan Somi memanggil. Tetapi gue menghiraukannya, gue tetap lari menuju taman belakang mencari keberadaan Renjun.

Saat lari melewati gedung IPS, gue sempat berpapasan dengan Jeno dan Siyeon. Mereka terlihat panik melihat gue berlari menuju taman belakang.

Gue bisa dengar mereka memanggil gue berulang kali, tetapi gue tidak mendengarkannya dan terus berlari menuju taman belakang.

Gue memelankan langkah dan berhenti di ujung koridor, gue menatap lurus dua orang yang ada di hadapan gue saat ini.

Gue menatapnya dengan napas terengah, bisa gue lihat Saeron dengan cepat melepas genggaman tangan Renjun. Berbeda dengan Renjun yang seperti biasa saja melihat gue menatapnya, gue menatap netranya dengan seksama hingga gue menyadari satu hal.

Gue tidak melihat tatapan Renjun seperti biasanya, gue mengepalkan tangan saat Renjun menatap gue seperti menantang.

Gue yakin dan sangat yakin.

Yang ada di hadapan gue saat ini, bukanlah Renjun...

••°°••

Gue menatap langit siang yang tidak begitu terik, gue bersyukur jika hari ini cuacanya tidak begitu panas. Gue bolos sholat Zhuhur dan kalian tidak boleh mengikutinya. Karena gue tidak mau di ganggu oleh siapapun, jadi gue menuju Rooftop gedung IPS.

Kenapa gue memilih Rooftop gedung IPS? Karena jika gue berada di Rooftop gedung IPA dengan mudah teman-teman menemukan gue.

Gue menatap kearah lapangan dari sisi samping karena kalo dari gedung jurusan gue terlihat lapangan dari depan, sepertinya yang sholat sudah selesai karena lapangan sudah lumayan ramai.

Gue menatap jari jemari, mengingat bagaimana Renjun biasa saja saat gue pergoki. Itu benar-benar membuat emosi.

Gue marah, sangat marah. Tetapi gue juga tidak tau harus melakukan apa, bahkan untuk menampar Renjun saat itu juga gue tidak mampu.

Entah kenapa gue merasa yang bersama Saeron bukanlah Renjun, tetapi jelas gue melihat Renjunlah yang bersama Saeron.

"Ay." Gue tersentak kaget, gue lihat ada Siyeon membawa satu plastik besar bertuliskan minimarket depan sekolah.

Gue mengerutkan kening, bagaimana gadis ini tau jika gue ada di sini. Terlebih lagi bagaimana bisa gadis itu membeli cemilan di minimarket, sedangkan pagar sekolah pasti masih tertutup dan sangat sulit untuk izin keluar sekolah.

"Jeno yang keluar tadi, gue juga gatau gimana dia keluarnya. Gue tadi liat lo lari kesini jadi gue kasih tau Jeno, dia kayaknya lagi berantem sama Renjun." Gue hanya terdiam mendengarkan perkataan Siyeon.

Siyeon membuka roti kotak dan memberikannya pada gue, gue hanya menatap roti kotak yang Siyeon berikan.

"Di makan. Hina tadi bilang, lo ga makan bekel." Gue menghela napas lalu menerima roti tersebut, lalu gue memakannya dengan perlahan.

Gue juga melihat Siyeon menusukkan sedotan susu, dan meletakkannya dekat paha gue. Gue terdiam melihat perlakuannya pada gue, Siyeon tersenyum lalu menatap lapangan di hadapannya.

"Dari awal gue liat lo, gue pengen banget kenalan sama lo. Tapi rasanya mustahil karena lo se circle sama, Hina. Yang lumayan terkenal di sekolah, apa lagi tau kalo lo deket banget sama, Jeno."

"Rasanya mustahil buat kenalan, tapi tau Jeno malah deketin gue. Bikin gue ngerasa ada kesempatan buat kenal sama lo, tapi lo kayak merasa ga nyaman ya ada di deket gue." Gue menelan roti yang ada di mulut, gue mengarahkan tubuh pada Siyeon.

"Ga sama sekali, gue nyaman kok deket sama lo. Gue cuman takut kalo lo yang ga nyaman sama gue, secara gue terkadang masih butuh, Jeno." Siyeon tersenyum kepada gue.

"Gue ga pernah merasa tersaingi, Ay. Gue paham banget kalo lo masih butuh, Jeno. Secara temen cowok pertama kali lo di sini itu dia, gue juga pernah kok ngerasain gimana rasanya temen cowok yang deket tiba-tiba punya pacar." Gue tersenyum mendengar penjelasan Siyeon.

"Kapan pun lo butuh, Jeno dan gue bakalan selalu ada, Ay." Siyeon menggenggam tangan gue. Jujur, gue terharu mendengar ucapan Siyeon.

"Maaf ya, sempet bikin lo salah paham." Gue menggeleng mendengar ucapan Siyeon.

"Salah paham apa coba." Kita berdua sama-sama tertawa dan menikmati cemilan yang Jeno belikan.

"Ay." Gue dan Siyeon menoleh ke belakang secara bersama, gue dan Siyeon beranjak dari duduk melihat siapa yang datang.

Terlihat Renjun dengan seragam berantakan menatap gue sendu, gue melirik Siyeon yang dengan sigap berdiri di hadapan gue.

Di belakang ada Jeno yang seragam serta rambutnya sama berantakannya dengan Renjun, gue menatap keduanya dengan binggung. Siyeon menggeser tubuhnya setelah melihat sinyal dari Jeno, Renjun mendekat kearah gue dengan tatapan bersalahnya.

Tatapannya.... Berbeda dengan yang gue lihat di koridor taman belakang.












TBC

Vote dan komen gaesss💚

Gaess twnya NCT127 kehack ya gaes?

Anjirlah padahal mau comeback((

ᴇꜱ ʙᴀᴛᴜ | ʜʀᴊTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang