[1] 59

4K 299 32
                                    

Takbiran berkumandang memeriahkan malam pertama akan tibanya bulan suci Ramadhan, Ayumi memandang dirinya yang tengah memakai mukena dengan bawahan serta sajadah yang ia peluk. Iya tersenyum menatap dirinya dan mendengar beberapa anak kecil yang bercanda di depan rumahnya, sudah lama Ayumi menantikan bulan suci ini.

"Ka, bulan ini aku pasti puasanya full." Ucap Ayumi sembari membalikkan tubuhnya dan tersenyum pada foto Ayira, senyuman manisnya kini berubah menjadi sendu.

"Dulu kakak mau banget saur sama aku, tapi aku harus banyak istirahat." Ayumi menoleh kearah pintu kamar yang perlahan terbuka, terlihat Seilla tersenyum kepadanya.

"Ayo, itu keluarga Renjun udah nunggu." Ayumi mengangguk, ia mengambil ponsel dan merauk sejumlah uang yang entah berapa nominalnya. Ia mengantungkan ponselnya diam-diam di belakang sang ibunda, saat sampai di depan matanya bertemu dengan netra Shuhua.

Ayumi segera menghampiri Shuhua, entah sejak kapan mereka akrab tetapi semenjak berpacaran dengan Renjun kedua sepupunya ini nempel sama dia kalo ketemu. Kayak sekarang Shuhua memeluk lengan Ayumi sembari menyandarkan kepalanya di bahu Ayumi.

"Bawa duit kan?" Bisik Shuhua, Ayumi mengacungkan jempolnya diam-diam membuat keduanya tertawa.

"Setres cekikikan." Ayumi dan Shuhua menoleh kebelakang, terlihat Renjun dengan peci yang ia kenakan seperti tukang sate dan sarung yang hanya ia selempangkan.

"Sumpah, lo mirip Pak Ucup." Celetuk Shuhua, Renjun yang sedang memakan es batu dari es cekek yang sedari tadi ia bawa mendengus kesal.

"Mana ada, cakepan gue." Ayumi hanya menggeleng kepalanya mendengar ucapan Renjun.

"Nanti kalian sholat di halaman belakang aja." Bisik Renjun lalu mendahului sepupu dan pacarnya, kedua gadis itu mengancungkan jempol kepada Renjun yang lari ngejar Haechan.

Jarak rumah Haechan tidak begitu jauh dengan Renjun, tetapi lelaki itu jarang ada di rumah dan kerjaannya pulang malam terus. Ayumi saja baru tau jika Haechan dan Jaemin saru perumahan dengannya, bukan hanya Haechan dan Jaemin ada Mark dan Jisung juga yang satu perumahan tapi mereka beda komplek.

Membutuhkan waktu lima belas menit untuk berkunjung ke komplek Jisung dan Mark, kalo Jaemin cuman beda gang doang sama mereka. Pantas saja Ayumi sering liat Jaemin lewat depan gangnya kalo sore atau menjelang malam, ternyata gang mereka bersebelahan.

Sampai di masjid, seperti yang sudah terencana Shuhua dan Ayumi memilih sholah di halaman belakang. Di halaman belakang lebih banyak anak remaja dari pada ibu-ibu dan nenek-nenek, pantas saja Renjun menyarankan mereka untuk memilih halaman belakang.

Hingga pertengahan rakaat shalat teraweh, Shuhua dan Ayumi sudah melepas rok mukena mereka dan lari menuju halaman masjid ketika Renjun sudah memberikan Ayumi pesan. Halaman masjid sangat ramai, banyak anak-anak kecil hingga remaja yang bermain di sana. 

Ayumi dan Shuhua menghampiri Renjun, Haechan dan Jaemin yang sedang bermain petasan. Petasan itu seperti lampu disko yang berkedip-kedip dan mengeluarkan beberapa warna, ketiga lelaki itu mendalami peran seperti sedang di club malam. Padahal mereka lagi di halaman masjid.

Mark tertawa ketika petasan itu meledak tiba-tiba tanpa adanya aba-aba atau pertanda, melihat wajah Renjun, Haechan, Jaemin bahkan Jisung yang terkejut semakin membuat gelak tawa Mark tidak bisa tertahan.

"Anjing! kan gue bilang beli yang ga meledak." Ucap Haechan emosi sembari memandang Jisung yang tengah memakan pecel, walaupun beberapa pecelnya jatuh mengenaskan di halaman masjid.

"Dih, mana gue tau! Orang itu yang milih, Bang Jaemin." Renjun dan Haechan kini menatap Jaemin.

"Kata abangnya ini lebih lama, gue gatau kalo bakalan duar jeder." Ucap Jaemin membela dirinya.

ᴇꜱ ʙᴀᴛᴜ | ʜʀᴊTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang