[1] 46

3.7K 341 14
                                    

Ayumi menatap keluarga Saeron yang hadir di hadapannya, pandangannya langsung tertuju pada kakak laki-laki Saeron. Ia ingat semuanya, kakak Saeron adalah pelayan yang terus menatapnya dan seseorang yang ia temui saat di rumah sakit.

Ayumi menghela napas dan melepaskan genggaman tangan Saeron, ia meletakan map yang di berikan oleh Mamah Saeron kepadanya.

Setelah mengetahui apa yang terjadi pada Saeron, membuat Ayumi semakin berat untuk menerima hati gadis itu. Ayumi hanya terdiam membuat dua kelurga itu ikut terdiam, mereka sama-sama membutuhkan dan juga tidak rela jika salah satu keluarga mereka pergi.

"Gue ... Ga bisa, Ron."

"DE!" Ayumi melirik Papahnya yang tanpa sadar membentaknya.

"Pah! Mereka juga butuh pendonor, Papah ga punya hati?" Nada bicara Ayumi meninggi, dengan segera Saeron mengusap lengan Ayumi.

"Ay ... Gue ikhlas, ini juga sebagai permintaan maaf gue sama, Ayira." Ayumi kini menatap Saeron.

"Ga dengan nyawa, Ron!" Ucap Ayumi penuh penekanan.

"Lo berhak buat ngelanjutin hidup lo." Ayumi menyipitkan matanya mendengar perkataan Saeron. Ia menghempaskan tangan Saeron,lalu berdiri dari tempatnya.

"Mau lo ataupun gue, semuanya berhak buat ngelanjutin hidup kita! Gue tau Lo ngerasa bersalah sama, Ayira. Tapi ga gini caranya! Lo pikir, gue mau hidup dengan organ tubuh patungan?" Seilla memejamkan matanya mendengar ucapan Ayumi.

"Ini di luar penyesalan gue sama, Ayira. Gue udah ga sanggup, kalo terus berobat dan berobat. Ga ada hasilnya, Ay." Ayumi terdiam.

"Setidaknya kepergian gue ga sia-sia, gue gamau pergi sia-sia dan jadi ampas. Lo lebih butuh ini, gue mohon.... "

"GUE DAN LO SAMA-SAMA BUTUH, SAERON! STOP BILANG GUE LEBIH BERHAK DAN GUE LEBIH BUTUH!" Sakura dengan cepat memeluk Ayumi yang mulai mendorong-dorong Saeron dengan telunjuknya.

Doyoung pun melakukan apa yang Sakura lakukan, ia memeluk Saeron yang menangis tanpa suara sembari menatap Ayumi.

"Aku gamau lagi ngerepotin banyak orang, Ka. Satu nyawa aja udah banyak banget, jangan di tambah. Aku gamau melangsungkan hidup dengan penyesalan, lebih baik jantung Ayira ini buat, Saeron." Sakura menenggelamkan wajah Ayumi di pundaknya, ia memeluk Ayumi sembari mengusap punggungnya.

Mamah Saeron yang sedari tadi hanya diam kini beranjak dari tempatnya, ia menghampiri Ayumi membuat Sakura menjauh secara perlahan.

Mamah Saeron menatap gadis di depannya sembari tersenyum, ia mengusap air mata Ayumi lalu mensejajarkan tinggi mereka.

"Kamu ga ngerepotin orang, Nak. Ini semua udah keputusan orang yang sayang sama kamu, terima ya? Saya sudah ikhlas dengan keputusan, Saeron." Ayumi hanya terdiam mendengar perkataan Mamah Saeron.

"Bukan kita bermasuk untuk menyerah demi kesembuhan, Saeron. Tapi, kita gamau terus memaksa tubuh dia buat tetap kuat padahal ia pengen istirahat. Saya minta tolong banget, setidaknya Saeron tidak pergi dengan penyesalan." Ayumi masih terdiam dan menatap mata Mamah Saeron.

Ayumi beralih menatap Saeron, gadis itu mengusap air matanya lalu perlahan mengangguk. Suara napas lega terdengar melihat anggukan kepala Ayumi, Mamah Saeron tersenyum lalu memeluk tubuh Ayumi.

"Makasih.... " Ayumi membalas pelukan itu, ia menggeleng kepalanya mendengar ucapan Mamah Saeron.

"Aku yang harusnya bilang makasih." Pelukan terlepas, kini Ayumi berjalan mendekati Saeron.

Saeron langsung memeluk Ayumi.

"Kalo ketemu Ayira, tolong sampein rasa kangen gue." Saeron mengangguk.

"Gue bakalan ceritain semua tentang lo ke dia." Mereka saling pandang untuk beberapa saat.

"Bahagia terus ya? Gue tunggu kabar bahagia lo sama Renjun." Ayumi terkekeh mendengarnya.

"Kabar bahagia apa, coba."

"Nikah lah."

"Masih lama." Kemudian suara tawa yang sangat canggung memenuhi ruangan Luhan.

Tanpa mereka sadari, ada Renjun yang dari awal mendengarkan penjelasan Luhan kepada mereka. Luhan masuk ruangan pribadi setelah memberikan map pada keluarga Saeron, dan di sana ada Renjun yang sengaja Saeron ajak.

Sebenarnya Rendi sudah melarang Saeron untuk mengajak Renjun, tetapi Saeron ingin Renjun mengetahui apa yang Ayumi sembunyikan dari lelaki itu. Saeron ingin Renjun tau dan dengar sendiri, ia sangat yakin jika Ayumi tidak akan memberitahunya.

Renjin terdiam mendengar itu, ia melihat kearah Luhan yang sedari tadi mengusap lengannya.

Selain dokter dari keluarga Nakomoto, Luhan juga yang menangani Renjun. Sudah banyak psikolog yang menanganinya, tetapi hanya Luhan yang dapat menenangkan Rendi. Padahal Luhan tidak mempunyai ilmu tentang mental.

"Jadi lo udah tau lebih dulu?"

"Sorry, bukan niat untuk nutupin."

"Kenapa ga cerita?"

"Gue mau lo denger langsung dari pacar lo itu."

"Kenapa malah begini? Kenapa gue taunya dengan cara gini?"

"Ide, Saeron. Gue ga bisa larang dia, lo juga tau kalo dia udah ada keinginan kayak gimana." Luhan hanya memperhatikan Renjun yang berbicara pada cermin.

"Rendi." Rendi menoleh ke Luhan.

"Kamu siap kalo misalnya hilang dari Renjun?" Renjun membelalakkan matanya.

"Bisa?" Luhan mengangguk.

"Emosi kamu udah cukup membaik, beberapa teman om juga bilang kamu udah bisa ngontrol emosi mu. Bahkan, kamu bisa ngontrol kapan Rendi akan muncul." Rendi terdiam lalu menatap cermin.

"Kalo gue minta buat izin pamit sama temen-temen apa lo ngizinin?"

"Tentu aja, lo udah lama juga kenal sama mereka."

"Termasuk sama, Saeron."

"Iya, maaf udah buat lo hadir."

"Seharusnya gue yang minta maaf. maaf udah hadir tanpa permisi, tapi malah minta pamit ke orang terdekat lo."

"Orang terdekat gue itu juga orang terdekat lo."

"Lo ... Gamau kenalin gue ke, Ayumi?"

"Pasti gue bakalan kasih tau dia."

"Kayaknya dia udah tau lebih awal, dari cara dia natap gue itu udah beda banget."

"Gue juga yakin kalo dia emang udah tau, selama lo yang bangun dia pasti ga pernah cerita lebih."

"Iya, secepatnya kasih tau ya. Biar dia ga tau dari orang lain."

"Pasti."

"Jaga dia baik-baik, banyak banget yang sayang sama pacar lo."

"Terutama, lo."

"Tau?"

"Tau, selama ini ga ada yang merhatiin lo selain Jaemin dan Saeron."

"Ahahaha, iya. Gue gatau mau bilang seneng atau engga, kalo ada seseorang yang sadar akan kehadiran gue."

"Sorry ya.... "

"Gue yang sorry."

"Yaudah, kalo udah perpisahannya kamu ke sini ya. Nanti kita terapi buat ngilangin, Rendi." Renjun menatap dirinya sendiri di cermin, rasanya sedih harus berpisah dengan alter egonya.

Padahal awal ia mengetahui mempunyai alter ego, ia sangat membencinya tetapi sekarang ia malah tidak tega untuk berpisah.



























TBC

Hae gaess💚
Gimana kabar kalian? Baik semuakan?
Jangan lupa vote sama komennya ya gaes

ᴇꜱ ʙᴀᴛᴜ | ʜʀᴊTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang