Second Coupon Redeemed

2.1K 261 25
                                    

*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

"Aku di

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku di ... sebentar, Kaf. Aku lupa nama tokonya, tapi ... kamu pasti tau tempatnya. Kita lewat sini minggu lalu, waktu aku bilang pengen beli piring baru buat kita."

Kafka hampir mengerang, tetapi menahannya pada detik terakhir. Dalam hati mengingatkan diri sendiri untuk tidak mengomeli Ata yang kebingungan di ujung telepon.

Hari ini, ia meninggalkan ruangannya tepat pukul lima sore. Setengah dari tumpukan tinggi kertas-kertas kerja di mejanya berhasil diselesaikan sebelum jam makan malam. Kafka meninggalkan setengahnya lagi. Besok saja, pikirnya. Ia tidak ingin melewatkan kencan harian dengan Ata.

Ata akan bertepuk tangan—sekaligus mengejeknya, apabila tahu ia mendahulukan sesuatu yang bukan pekerjaan. Mendahulukan pekerjaan adalah kebiasaannya. Semua pekerjaan untuk pekan depan harus selalu selesai sepekan sebelumnya. Biasanya, begitu cara ia bekerja. Namun, ini bukan bulan biasa. Ini bulannya. Ulang tahunnya. Ata menyiapkan hadiah-hadiah eksklusif dan Kafka tak ingin melewatkannya sekalipun.

Ata pun akan membatalkan rencana mereka dan meminta Kafka menyelesaikan tanggung jawabnya, jika perempuan itu tahu apa yang dikorbankannya malam ini. Ia sudah menyelesaikan tanggung jawabnya untuk hari ini. Meski demikian, ia yakin telepon di mejanya akan berdering berkali-kali besok pagi.

Sudah lama Kafka tidak mendahulukan hal selain pekerjaan. Ini kesempatannya. Ia akan menebalkan telinga, lalu menyogok dengan satu botol wine mahal pada Ardi, apabila laki-laki gila kerja itu mengomelinya.

"Sayang, mall tempat kamu nunggu itu besar dan ada banyak toko yang jual piring."

"Aku nggak jauh-jauh dari tempatku tadi." Panggilan telepon mereka masih terhubung, sehingga Kafka bisa mendengar Ata tergesa-gesa. "Kayaknya naik satu lantai, terus ... aku belok kiri. Ya, kiri. Ada toko perabotan lucu. Tempatnya warna-warni."

Kafka menggunakan eskalator untuk menuruni lantai yang menghubungkan mall dengan gedung kantornya. Perlahan-lahan, ia didera cemas. Ata sudah berkali-kali datang ke mall ini, dan berkali-kali pula tersasar. Tunangannya itu sering kebingungan membaca arah. Membedakan kanan dan kiri saja bingung. Menunjuk arah utara dan selatan saja butuh kompas. Apalagi harus memberi Kafka arahan untuk menyusulnya. Penjelasannya pun selalu membingungkan. Apabila menuruti cara Ata, bisa-bisa mereka baru bertemu setelah pukul sembilan malam, dan itu di pusat informasi.

Fiance #2 (on hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang