*
Di hari kedua, meski sudah tidak demam lagi, Kafka masih merasa lemah dan butuh bantuan Ata dalam hampir semua hal. Mulanya, Kafka menyesal karena membiarkan waktu luang semalam hanya dihabiskan untuk tidur, mengingat ia berencana menonton serial dokumenter terbaru yang belum lama dirilis oleh National Geographic. Sekarang, Kafka bersyukur Ata membiarkannya tidur sampai pagi. Apabila semalam memaksa diri, besar kemungkinan hari ini ia tidak punya tenaga untuk beranjak dari ranjang.
"Kamu nggak ke kantor lagi hari ini?"
Kafka menjatuhkan diri di ranjang, kembali membungkus tubuh dengan selimut, selagi Ata menutup tirai yang semula dibuka lebar-lebar. Ia baru kembali dari kamar mandi setelah bercukur dan mencuci muka. Tepatnya, Ata yang melakukan itu untuknya, sementara ia berdiri pasrah.
"Nanti." Ata duduk di tepi ranjang, merapikan rambut Kafka dengan jemarinya. "Tadi Mama telepon aku. Hari ini, jadwal Mama cuma sampai jam dua belas, sisanya kosong, jadi Mama bisa antar kamu ke rumah sakit."
"Perawatku di sini udah yang paling jago. Aku nggak perlu dirawat di rumah sakit mana pun."
Kafka meraih satu tangan Ata yang bebas dan menggenggamnya erat. Sempat terpikir olehnya untuk meminta Ata tidak pergi lagi ke kantor, tetapi permintaan itu terasa egois dan akan menyulitkan posisi Ata di kemudian hari. Saat terbangun setengah jam lalu, ia melihat Ata duduk pada sofa di sudut kamarnya sambil memangku laptop dan memakai kacamata baca. Pakaiannya sudah berganti, dari kaus dan celana pendek yang tadi pagi-pagi sekali ia lihat, menjadi celana kain warna gelap dan blus merah muda. Perempuan itu kelihatannya benar-benar harus ke kantor, tetapi ia masih tertahan di sini.
"Kalau kamu harus ke kantor sekarang, nggak apa-apa, pergi aja." Dari balik bahu sempit Ata, Kafka melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas pagi. "I feel much better. Thank you, Sayang."
Tak langsung menjawab, Ata membungkuk untuk mendaratkan bibir di dahinya. Kafka nyaris tergoda untuk merengkuh pinggang Ata dan menggulingkannya di ranjang luas ini untuk ia dekap sampai besok pagi.
"Aku nggak mungkin ke kantor dan ninggalin kamu sendirian di sini." Dari nada bimbang Ata, kedengarannya lebih tidak mungkin apabila perempuan itu tidak pergi ke kantor hari ini. Namun, Ata masih berusaha menyembunyikannya dengan mengalihkan, "Nanti malam, Mama minta semuanya datang buat makan malam bareng. Kak Jeric udah di Jakarta lagi. Kak Satrio bakal landed sekitar jam lima. Kamu mau datang atau minta dikirimi makanannya aja?"
Semuanya berarti ketiga kakaknya dan pasangan mereka. Rumah orang tuanya akan ramai. Biasanya, Kafka senang. Ia jadi punya kesempatan untuk bermain online game dengan Jeric, mengobrol santai dengan Satrio, dan berdebat lucu—meminjam istilah Jessy—dengan Ardan. Semua itu merupakan relaksasi paling menyenangkan yang tidak pernah ia lewatkan, tentunya selain bergelung dengan Ata di ranjang. Namun, hari ini ia tidak ingin melakukan apa pun selain bermanja-manja pada Ata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiance #2 (on hold)
FanficSetelah enam tahun berpacaran, hingga berganti status menjadi tunangan Kafka, Ata masih merasa hidup di negeri dongeng yang tak punya jalan keluar. Setelah enam tahun berpacaran, hingga berganti status menjadi tunangan Ata, Kafka masih merasa bermim...