7. Lamaran Yang Tiba-tiba

195 18 0
                                    

***

Ele terkesiap. Tidak mungkin! Batinnya. Ia jelas teringat bahwa ia telah menggigit Zackary kuat-kuat hingga berdarah. Bahkan tanpa sadar, ia juga menelan darah yang membekas di mulutnya. Jika ditotal, tentu saja ada satu tetes darah yang tercampur dalam mulut yang tertelan olehnya. Terlepas cerita Zackary, nyatanya ia baik-baik saja padahal telah meminum darah itu.

"Jangan bilang?"

"Ya, dugaanmu persis seperti yang kumaksudkan."

Ele merosot di tempat duduknya.

Zackary menatap gadis di depannya dengan tatapan penuh arti. "Kamu spesial, Ele. Kamu adalah jodoh yang ditakdirkan untukku."

Ele menatap Zackary dengan ekspresi tidak percaya. Ini terlalu tiba-tiba.

"Kenapa harus aku? itu sesuatu yang bisa terjadi pada siapa saja," gumamnya setengah berbisik.

"Tidak. Itu hanya terjadi padamu. Saat umurku menginjak usia 10 tahun, darahku telah membunuh setidaknya 100 gadis untuk menemukan seseorang yang cocok untukku."

"Jadi di umurmu yang ke-23 tahun, darahmu telah membunuh 230 gadis?" Ele tidak dapat mengusir rasa keterkejutannya.

Zackary tersenyum sembari menggeleng. "Tidak seperti itu, Ele. Aku telah meminta mereka berhenti melakukan percobaan apapun karena aku percaya suatu saat akan datang seseorang spesial yang akan menjadi jodohku."

"Dan kamu percaya jika orang itu adalah aku?"

Zackary berpindah tempat dan duduk berjongkok di depan Ele. Ia menggapai tangan sang putri dan mencium punggung tangannya. Pemuda itu mengusap lembut jemari mungil yang sekarang ada di genggamannya. Matanya menatap lembut ke arah Ele sembari berujar, "Ya, aku percaya jika orang spesial itu adalah kamu. Karena itu, sebisa mungkin aku ingin membuat hubungan ini berlanjut. Jadi ... Eleanor Forsythia Louis Beril, maukah kamu menjadi pendampingku dan menjadi calon duchess Willbar di masa depan?"

Mata rubi Ele melebar. Ia terkejut dengan lamaran yang tiba-tiba ini.

"Apakah kamu sedang melamarku sekarang?"

"Secara teknis, iya."

"Bukankah itu aneh, kita baru saja berkenalan beberapa menit yang lalu."

"Pencarianku bisa berlangsung seumur hidup, tapi secara ajaib kamu datang. Dan di dalam keluarga kami, itu tidak aneh sama sekali."

"Apakah kamu akan marah dan membunuhku jika aku menjawab tidak?" tanya Eleanor dengan suara berbisik.

"Tidak! aku sudah membuat janji atas nyawaku jika aku tidak akan menyakitimu bahkan seujung kuku sekalipun. Akan tetapi, demi kebaikanku dan kebaikanmu juga. Tolong pikirkanlah baik-baik lamaranku ini!"

"Apakah kamu akan membiarkan keluargaku hidup jika aku menerima lamaranmu?"

"Tentu! Aku tidak mungkin melukai calon mertua dan calon kakak iparku sendiri. Ibuku juga pasti marah padaku jika aku menyingkirkan calon besannya."

"Bisakah aku berkonsultasi dengan keluargaku sebelum menjawabnya?" tanya Ele bimbang.

"Kamu boleh meminta pendapat mereka asal kamu tidak menceritakan soal kutukanku."

"Soal darah?"

"Ya. Itu sangat rahasia," ucap Zckary seraya mengatupkan satu jari di ujung bibirnya.

"Tapi, kenapa kamu mengatakannya padaku jika itu rahasia?" tanya Ele dengan tatapan bingung.

"Kenapa masih tanya? Itu karena kamu spesial Ele," ucap Zackary yang kali ini menjangkau ujung rambut gadis itu untuk mengaguminya.

Mendadak wajah Ele memanas. Ia tahu, jika ia masih muda. Akan tetapi, ucapan dan perlakuan Zackary yang manis membuatnya jantungnya berdebar kencang.

Carson yang berdiri di belakang mereka terlihat gusar. Sepertinya, ia ingin menyampaikan sesuatu yang mendesak. Zackary sepertinya tidak bisa mengabaikan Carson. Agaknya memang ada yang mendesak.

"Pikirkan baik-baik, Ele. Kamu bisa menyelamatkan keluargamu juga seluruh negaramu jika kamu berkata iya," desak Zackary. Ia ingin gadis itu berkata iya, tapi waktu yang sempit membuatnya kekurangan waktu untuk membujuknya. Ia butuh lebih banyak waktu untuk meyakinkan gadis itu untuk menerimanya dengan sukarela. Sialan, kenapa Carson tidak menyelesaikan semuanya sendirian?

"Aku tidak tahu," jawab Ele lirih. Menanggung beban seberat itu membuatnya tertekan. Ia belum siap menjalin hubungan dengan pria ini, tetapi ia juga tidak sampai hati membiarkan kerajaannya runtuh. Ini sangat berat untuknya. Sangat berat.

Sementara itu, Carsis mengetuk-ngetuk kakinya ke lantai untuk memberi perhatian pada Zackary. Masalah yang dibawanya tampak lebih mendesak lagi.

Mau tak mau, Zackary pun mengalah dan berjalan ke arah Carsis. "Katakan ada apa? jikaitu tidak sedarurat yang kupikir, maka siap-siaplah untuk menerima hukuman?" ancamnya.

Carsis mengangguk tidak sabar dan lantas mendekatkan diri ke arah Zackary untuk membisikkan sesuatu.

"Kami menemukan Putri Eleanor yang asli!" bisik Carsis.

"Ha!"

"Kami menemukannya terkurung di tembok menara," lanjutnya.

Aksa Zackary membulat.

"Apa?" kedengarannya tidak masuk akal.

"Kami mengeluarkannya dari sana dan mengumpulkan semua yang bersangkutan di balairung istana."

Zackary menatap Ele yang ada di hadapannya dengan penuh tanda tanya. "Apakah kamu yakin akan identitasnya?"

"Semua perlu dikaji lebih lanjut, tetapi ciri-ciri fisiknya sama persis dengan keturunan raja."

Zackary menggelengkan kepala. Pusing. Padahal semua tinggal menunggu finish, tetapi tampaknya harus ada satu lagi yang harus diselesaikannya.

"Ketua harus ada di sana untuk menyelesaikan ini. Maksudku, jangan sampai Anda tertipu dan membawa pulang putri yang palsu," imbuh Caris. Matanya menatap Ele dari kepala hingga kaki.

Zackary langsung menegur Carsis. "Bahkan jika yang ada di depanku adalah rakyat jelata, aku tidak peduli. Jadi, tutup mulutmu. Sekarang mari menyelesaikan ini sehingga aku bisa tenang membawa wanitaku pergi."

Zackary kembali mendekat ke arah Ele untuk berpamitan.

"Aku pergi dulu. Ada suatu urusan yang harus aku selesaikan secepatnya. Sementara itu, kamu pikirkanlah jawaban atas lamaranku. Dan kuharap jawabannya adalah iya."

Wajah Ele memerah. Zackary tampaknya masih bersikeras.

"Ya, aku akan memikirkannya dengan sebaik mungkin," balas Ele.

"Oh, dan satu lagi. Aku ingin kamu percaya padaku. Apapun yang terjadi nanti, apapun yang kamu dengar nanti, aku ingin kamu tahu, bahwa pilihanku akan tetap kamu. Kamu mengerti?"

Meski Ele tidak paham apa yang dimaksud, tapi ia menyanggupinya.

Terakhir, Zackary mengecup punggung tangan Ele lalu pergi meninggalkan sang putri.

***

Suara bising balairung istana menyambut Zackary begitu ia menginjakkan kaki di sana. Sudah banyak orang hadir di sana, bahkan para bangsawan yang harusnya berada di penjara sekarang telah duduk di kursi masing-masing. Di barisan depan telah duduk putra mahkota beserta orang tuanya. Ratu yang dilengserkan itu tak henti menangis. Sementara mantan raja itu hanya terdiam.

Zackary melangkah tegas ke arah satu-satunya kursi kosong yang ada di depan balairung. Itu adalah kursi raja.

Carsis mengekor di belakang Zackary. Penuh kekhawatiran. Pasalnya setiap langkah Zackary, diikuti dengan aura asing yang membuatnya tertekan dan tidak nyaman.

Rupanya hal itu tidak hanya dirasakan oleh Carsis karena seisi balairung trenyata juga ikut merasakannya. Balairung yang tadinya ramai, sekarang sunyi senyap. Bahkan untuk bernapas pun rasanya berat. 

Hal ini tak berbeda dengan aura yang mereka rasakan saat berada di halaman istana. Bahkan rasanya saat ini lebih intens karena mereka berada di ruang yang lebih tertutup dengan jumlah orang yang lebih sedikit.

*** 

DUKE WILLBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang