11. Teleportasi Tanpa Jejak

186 23 0
                                    

***

Sementara itu, di tempat lain. Eleanor berteleportasi sebanyak 7 kali sesuai titik koordinat pelarian itu. Setiap satu titik koordinat, ada jeda 5 menit untuk memulai teleportasi di koordinat baru dan menghapus jejak sihir sebelumnya.

Pada teleportasi pertama, gadis itu tiba di sebuah kuil yang ada di pinggiran desa. Ia berteleportasi tepat di bawah pohon ceri yang saat itu tengah berbunga. Bunganya berwarna putih bersih dan sangat indah, tapi jangankan melihat keindahan, gadis itu langsung menangis keras. Ia juga menjerit dan berteriak seperti orang gila.

"Argh ...!"

Suaranya tentu menarik perhatian di sekitarnya. Beberapa anak kecil yang tengah bermain langsung berlari ketakutan. Mereka berteriak memanggil orang dewasa untuk mengatasinya. Namun, saat mereka sampai di sana mereka tidak bisa melihat apa-apa. Bahkan tidak ada jejak pernah ada orang di sana.

"Aku melihat kakak perempuan yang sedang menangis," ungkap salah satu anak.

"Benar!" imbuh yang lain.

"Kakak itu berambut merah dan berpakaian cantik seperti putri."

"Iya, kakak itu secantik peri."

"Peri ceri yang menangis."

Orang-orang tua yang awalnya tidak ingin percaya, mau tidak mau harus mempercayainya. Tidak mungkin ada kebohongan berjamaah seperti ini. Meski begitu, mereka tidak bisa menemukan perempuan yang dimaksud meski mereka telah berkeliling. Kejadian itu pun menjadi mitos bahwa Peri Ceri sedang bersedih. Jadi, anak-anak mulai sering meninggalkan mainan dan bunga di sana agar Peri Ceri berbahagia.

Eleanor tidak tahu itu, karena ia telah tiba di koordinat teleportasi yang kedua. Kali ini ia tiba di sebuah air terjun. Pemandangan di sana begitu indah dengan rimbunan pepohonan. Pemandangan dari ketinggian begitu asri dan hijau. Sangat indah, tapi keindahan itu berbanding terbalik dengan perasaan hati Eleanor.

Gadis itu hanya bisa menutup wajahnya sambil terus menangis. Kali ini tangisannya tidak sekencang tadi. Alih-alih menangis, ia terus memanggil keluarganya.

"Ayah ... ibu ... kakak ... hiks!"

Keberadaan Eleanor di sana rupanya menarik perhatian beberapa anjing pemburu. Penciuman mereka yang tajam rupanya mampu mendeteksi keberadaan Eleanor. Dari kejauhan suara gonggongan anjing yang menyalak keras. Suaranya terdengar semakin keras menandakan bahwa keberadaannya semakin dekat dengat Eleanor.

Eleanor tampaknya tidak peduli mengenai itu. Ia lebih peduli pada perasaannya yang kacau. Ia tidak peduli jika nantinya akan dicabik-cabik. Ia tidak peduli pada semuanya. Ingatan akan kakaknya yang memilih putri yang lain itu menyakitinya lebih dari apa pun.

Rupanya tidak butuh waktu lama bagi anjing-anjing itu untuk tiba di tempat Eleanor berada. Ada sekiranya 8 ekor anjing. 8 ekor adalah angka yang besar untuk ditangani Ele. Gadis itu kebingungan. Ia mungkin tidak selamat meningat waktu perhitungan masih tersisa 3 menit.

8 ekor bukan hanya angka yang besar, tapi Ele juga tidak punya motivasi dalam dirinya untuk menghindari mereka. Semangatnya telah hilang berganti frustrasi.

8 anjing itu mendekat ke arah Ele sembari menyalak keras. 4 ekor anjing berbulu hitam berukuran besar dan sisanya berbulu cokelat dengan ukuran yang lebih kecil. Mulutnya yang terbuka memamerkan gigi runcing berbalur air liur yang terus menetes tanpa henti. Mereka semua menyalak dan menyudutkan Ele seolah dia adalah buruan mereka.

Ele menghalau mereka dengan beberapa kerikil kecil yang tersebar di sekelilingnya. Tapi, itu tidak cukup. Gadis itu terdesak. Pelan tapi pasti ia terus melangkah mundur hingga ke bibir tebing.

DUKE WILLBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang